SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Hubungan Indonesia dan China saat ini dapat dikatakan memasuki masa keemasan. Malah ada yang mengatakan memasuki fase honeymoon. Itu dihitung mulai dari 1999, sewaktu Presiden Gus Dur mengunjungi Beijing.

Momentum itu dianggap sebagai titik balik sebagai penanda kian membaiknya hubungan Indonesia dan China. Hubungan dari sudut ekonomi, politik maupun kebudayaan sangat menanjak sampai 2005. Itu secara simbolik ditandai dengan ditandatanganinya deklarasi untuk kemitraan strategis. Itu sebuah pencapaian luar biasa.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Bagaimana sejarah dan hubungan itu ke depan, Ignatius Wibowo, Kepala Center for Chinnese Studies, bagian dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya di Universitas Indonesia (UI) akan memaparkannya. Berikut wawancaranya dengan Wimar Witoelar;

Bagaimana Anda mengkarakterisasi hubungan China–Indonesia saat ini dan ke mana di masa depan?
Hubungan Indonesia dan China saat ini dapat dikatakan memasuki masa keemasan. Hal itu sangat penting. Padahal saya ingat masyarakat awam suka mengomel dan mempertanyakan mengapa Gus Dur jalan-jalan ke luar negeri. Padahal yang disebut jalan-jalan itu memecah sejarah.
Itu juga kunjungan pertama dari semua kunjungan Gus Dur. Sangat simbolik. Lalu sejak saat itu hubungan Indonesia dan China makin lama makin baik.

Apakah ini karena perubahan di China atau perubahan di Indonesia?

Saya kira kedua-duanya. Kalau dari sudut China-nya, sebetulnya sudah sejak 1980 ingin mendekat ke Indonesia. Indonesia menormalisasikan hubungan dengan China pada 1990, sementara China sudah ingin berhubungan dengan Indonesia sekitar awal 1980-an. Persis ketika China juga memperbaiki hubungan dengan banyak negara lain di dunia.
Ya, tapi kemudian Indonesia reluctant (keengganan), perbaikan hubungan menjadi sangat lambat, kemudian breakthrough baru terjadi mulai 1985.

Ekspedisi Mudik 2024

Apa sebetulnya yang menyebabkan hal itu, apakah bersifat politis atau ekonomis?
Politis, karena pada 1985, ketika Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) meminta supaya Soeharto membuka hubungan dengan China dan hubungan itu kemudian terjadi. Jadi Kadin yang pertama memelopori perbaikan hubungan dengan China yaitu perbaikan lewat hubungan dagang. Namun, secara politik tidak terjadi. Banyak pengamat meyakini itu karena pihak militer tidak setuju adanya perbaikan hubungan dengan China. Alasannya selalu security.

Lallu apakah hal ini karena China yang dinilai agresif secara militer?
Masih. Ini soal persepsi. Militer di Indonesia masih memersepsikan China sebagai ancaman terutama dari sudut ideologi komunis. Mereka waktu itu masih pekat anti komunis, ditakutkan China masih mengirim atau mengekspor revolusinya.

Apakah sekarang kita tidak ada ganjalan terhadap China?

Ya, sekarang tidak ada ganjalan. Misalnya, sekarang pihak militer malah mengadakan kerja sama dengan militer China. Ada suatu perjanjian sejak 2005 untuk kerja sama dalam pembuatan senjata, training. Jadi ada kemajuan luar biasa sekurang-kurangnya tidak ada persepsi tentang China yang negatif di kalangan militer kita saat ini.

Bagaimana hubungan tradisional kita dalam zaman modern dengan Jepang, India, dan sejauh mana China bersaing dengan Jepang dan India dalam menjadi hegemonis di Asia?
Pertanyaan menarik. Persoalan China yang paling besar adalah kekurangan natural resources (sumber daya alam/SDA). Walaupun negaranya besar tapi memiliki SDA sedikit sekali karena separuh wilayahnya adalah gurun.
Jadi China mempunyai kepentingan besar untuk meningkatkan dan mencari SDA di luar negaranya, dan Indonesia yang paling dekat. Lalu Indonesia seakan-akan menjadi target utama dari China. Prosesnya melalui negosiasi. China sudah terang-terangan memakai strategi kemitraan (strategic partnership).

Apakah kira-kira ke depannya menuju perbaikan atau sudah mulai ada arus balik terhadap perbaikan China dan Indonesia?
Saya belum melihatnya. Dari berbagai pendapat dan analisa masih positif.
Keajaiban China, saya sebut keajaiban dalam bidang ekonomi yaitu ketika pada 2006 berkunjung ke Beijing dan Shanghai saya terheran-heran ada dua bandar udara, jalan, dan komunitas yang lebih modern dari Houston, Texas, atau kota manapun di Amerika Serikat (AS). Ajaib sedangkan kita tahu sistem politiknya masih konservatif.

Apakah ada kemungkinan dengan meningkatkan konsumsi Indonesia, hal ini memengaruhi hubungan?
Bisa jadi, ada kemungkinan China akan membanjiri Indonesia dengan ekspor. Tidak laku di AS mungkin bisa laku di Indonesia. Untuk yang sudah berjalan beberapa tahun saja, kita sudah merasa megap-megap.

Bagi China sendiri karena begitu akrab dengan AS dan negara Barat, apakah kelihatannya China sudah meninggalkan sama sekali cita-cita Marxisme, Leninisme dan Sosialisme?
Kalau secara tertulis, mereka mengatakan sekarang mereka menganut Sosialisme dengan ciri khas China.

Bagaimana soal pendidikan di negara itu. Mereka begitu agresif belajar ke luar, apakah karena sistem pendidikan dalam negerinya kurang bagus?
Pendidikan di China sempat mengalami kemunduran selama 10 tahun, yaitu selama revolusi kebudayaan. Mundur dalam arti, mereka tidak mempelajari ilmu-ilmu yang paling baru atau terkini. Setelah 1978, mereka seakan-akan mengebut, cepat sekali memperbaiki ketinggalan itu. Mereka sangat aktif mengirimkan mahasiswa dari dalam negeri ke Eropa.
Banyak dari mereka yang memang ingin belajar dan membawa pulang ilmunya ke negerinya. Tapi saya kira masih lebih banyak mereka yang tinggal di AS. Dulu 10 tahun lalu, rasionya masih 30 – 70, yaitu 30 kembali dan 70 tinggal di AS.

Apakah tidak ada sanksi dari pemerintah? Karena saya pikir China secara politis masih agak totaliter sehingga orang takut untuk tinggal, benarkah demikian?

Ya, bisa tinggal. Dulu tidak ada sanksi. Seandainya pemerintah mau mengendalikan juga tidak mungkin karena mereka sudah di luar negeri.

Itu juga satu testimony karena China kenyataannya walaupun secara politis resmi masih ketat tapi sebetulnya sudah liberal juga?
Oh sangat liberal, lima tahun terakhir ada semacam gelombang balik. Banyak mahasiswa yang tinggal di AS sudah kembali ke China terutama mahasiswa yang menggeluti bidang science. Orang China sangat nasionalis. Walaupun sudah menjadi warga negara lain mereka masih mencintai China dengan sangat luar biasa.

Bagaimana dengan minat mahasiswa Indonesia mempelajari China, bergairah atau hal itu dianggap sebagai subjek yang eksotik secara akademik?

Kalau minat ada. Namun, setelah melihat betapa susahnya mempelajari bahasa Mandarin, minat mereka menjadi surut sendiri.
Padahal sekarang sudah banyak ahli ekonomi tentang China dan lainnya. Mereka tidak usah memakai bahasa Mandarin bisa juga.

Bagaimana sikap China untuk mempelajari bahasa Internasional misalnya bahasa Inggris sebab kalau di Prancis orang sengaja tidak mau belajar terkait matter of national pride?
Oh luar biasa. Mereka mempelajari bahasa Inggris dengan sangat bergairah. Dulu sampai pernah ada film Crazy English yang artinya orang China mengejar bahasa Inggris sehingga setiap anak pasti ditanya kapan score TOEFL mencapai lebih dari 600. Dengan score TOEFL lebih dari 600 mereka seakan-akan bisa membuka dunia, mendapatkan pekerjaan atau pergi ke luar negeri. Jadi sekarang bahasa Inggris di China sudah menjadi suatu keharusan.

Oleh Ignatius Wibowo

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya