SOLOPOS.COM - Pedagang kaki lima (PKL) terlihat menggunakan payung peneduh saat berjualan di kawasan car free day (CFD), Jl. Slamet Riyadi, Solo, Minggu (13/3/2016). Penggunaan payung peneduh tersebut disayangkan karena PKL CFD terkesan kurang tertata serta lingkungan citywalk tidak rapi dan mempersempit ruang untuk pejalan kaki. (Ivanovich Aldino/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SOLO — Pengamat dari Fakultas Seni Rupa dan Desain Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Andi Setiawan, menyesalkan minimnya ruang diskusi terkait kebijakan Pemkot Solo membuka kembali car free day atau CFD.

Seperti diketahui, Pemkot Solo akan membuka kembali ajang car free day mulai Minggu (15/5/2022). Sebelumnya ajang ini sempat terhenti selama dua tahun karena pandemi Covid-19.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Namun, berbeda dengan sebelumnya, pada CFD nanti Pemkot membuat kebijakan baru terkait penataan PKL. Para pedagang tidak lagi berjualan di jalur lambat atau citywalk tapi dibuat zonasi di halaman gedung perkantoran pemerintah sepanjang Jl Slamet Riyadi.

Kebijakan tersebut sempat memicu kekhawatiran pedagang. Pertama soal kecukupan tempat untuk menampung ribuan pedagang. Kedua mengenai siapa yang bertanggung jawab apabila terjadi kerusakan pada fasilitas milik perkantoran tersebut.

Mengenai hal itu, Andi Setiawan mengatakan idealnya Pemkot Solo dalam menentukan kebijakan publik membuat ruang diskusi dengan pihak-pihak berkepentingan. Pihak-pihak itu antara lain PKL, pemilik kantor, dan perwakilan warga sebagai penikmat CFD Solo.

Baca Juga: CFD Solo Dibuka Lagi, Gibran Pastikan Semua PKL Bakal Dapat Tempat

Negosiasi dan diskusi itulah yang menentukan bentuk kebijakannya seperti apa. Pedagang merasa diakomodasi. Pemilik gedung kantor juga mendapat jaminan bahwa yang dilakukan tak merusak.

“Misalkan nanti terjadi sesuatu bagaimana tindak lanjutnya? Apakah Pemkot Solo? Apakah pedagang? Atau seperti apa?” jelasnya saat dihubungi Solopos.com, Kamis (12/5/2022).

Kekhawatiran Pedagang

Menurut Andi, ruang diskusi dan negosiasi sepertinya belum dilakukan Pemkot Solo dengan para pihak berkepentingan. Padahal proses itu penting supaya tidak terjadi permasalahan pada pelaksanaan CFD Solo.

“Dan dalam konteks CFD pedagang punya kekhawatiran itu wajar. Maka proses diskusi dan negosiasi harus dilakukan. Penting proses diskusi sebelum kebijakan dilaksanakan,” katanya.

Baca Juga: CFD Solo Dibuka Lagi 15 Mei, Pemkot Solo: Slamet Riyadi Clear dari PKL

Sementara itu, Koordinator Divisi Promosi Hak Anak Forum Anak Solo (FAS), Afrisca Lintang Anugrah Pratiwi, menjelaskan komunitasnya sering melakukan kampanye kawasan tanpa rokok di CFD. Hal itu dilakukaan setiap Minggu sebelum ditutup saat pandemi Covid-19.

“CFD dibuka kembali oleh Mas Wali merupakan salah satu cara mendongkrak perekonomian masyarakat Kota Solo yaitu UMKM khususnya. Pastinya sangat disambut hangat oleh masyarakat karena sudah banyak yang rindu berkegiatan olahraga sekaligus kulineran,” katanya.

Mengenai zonasi PKL, Afrisca menilai hal itu bakal menjadikan CFD lebih rapi. Namun perlu informasi yang jelas supaya masyarakat tidak bingung terkait zonasinya.

Baca Juga: CFD Solo Dibuka Lagi, Dishub Siapkan Barikade di Jl Slamet Riyadi

“Anak-anak remaja cari pernik-pernik lebih bagus kalau tertata. Enggak mencar-mencar, lapak makan di sana lalu sampingnya belanja baju,” ungkapnya.

Menurut dia, CFD berlangsung selama tidak terjadi lonjakan kasus Covid-19 secara signifikan. Jika ada lonjakan kasus alangkah lebih baik CFD ditutup kembali. “Semua harus prokes. Apalagi CFD banyak lautan manusia yang rindu. Banyak anak-anaknya juga,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya