SOLOPOS.COM - Ritual injak telur dalam upacara pernikahan adat Jawa (rahayuutami22.blogspot.com)

Pagi-pagi buta Darsini sudah duduk di depan meja rias. Melatih senyum terbaiknya untuk sang suami nanti. Senyum lebar berhasil melengkung menghiasi wajah manisnya.

Tapi masih belum mampu menghapus jejak-jejak air mata di pipinya. Padahal sedari tadi tangannya yang lentik sudah bekerja keras menghapus air mata yang terus berjatuhan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Tembok yang dibangunnya ternyata belum cukup kukuh. Setiap kali ia hampir selesai membangun, angin selalu berhasil meruntuhkannya kembali. Membuatnya harus memulai lagi dari titik awal.

Seusai membersihkan jejak air mata di wajahnya, Darsini menarik napas panjang. Matanya menangkap pantulan beskap di cermin. Beskap yang sudah disetrika rapi dan tergantung di pintu lemari. Siap untuk digunakan.

Mata Darsini kembali memerah dan lapisan bening telah menyelimuti mata indahnya. Menyadari itu, ia segera mengerjapkan mata. Mencegah munculnya jejak baru di wajahnya.

Lebih dari itu, Darsini tidak ingin tertangkap basah oleh suaminya jika tengah menangis. Di bilik kecil ini, satu-satunya yang patut disalahkan atas setiap butir air mata Darsini adalah beskap yang tergantung rapi.

Kain jarik di ujung kasur sebenarnya juga patut disalahkan. Begitupun selop hitam yang sudah dilap hingga kinclong. Tapi Darsini tidak ingin menyalahkan mereka. Bagaimanapun mereka telah mengantarnya bertemu dengan kebahagiaannya waktu itu.

Perlahan Darsini bangkit. Ia berjalan mendekati beskap hitam yang sudah digantung Subuh tadi. Tubuhnya seakan luruh seiring dengan langkah-langkah yang diambilnya.

“Setengah mati aku menata hati untuk menghadapi hari ini,” bisik Darsini lebih lirih dari kesunyian bilik itu sendiri. Sama sunyinya seperti malam-malam yang menyembunyikan isak tangisnya.

Perempuan itu begitu pintar menyembunyikan kehancurannya. Bahkan sang suami tidak menyadari bantal yang sedikit basah di sampingnya. Bantal itu mengering sendirinya, sama seperti si pemilik yang berusaha menata hati seorang diri.

Senyum lebar dipersembahkannya untuk semua orang. Berupaya menekan kuat-kuat duri-duri tajam agar tak muncul ke permukaan dan melukai orang-orang di sekitarnya. Hingga tanpa sadar ia telah terkoyak habis.

“Mas, ayo bangun. Siap-siap nanti ndak telat. Semua sudah saya siapkan,” ucap Darsini dengan lembut sambil menggoyangkan tubuh suaminya pelan-pelan.

Suripto membuka mata dengan malas. Segera ia mengumpulkan nyawanya yang jalan-jalan saat dirinya terlelap. Dengan nyawa yang baru terkumpul setengah, lelaki itu bangun dan duduk di hadapan perempuannya.

Diamatinya wajah cantik sang istri. Satu hal yang baru ia sadari. Mata perempuannya tidak lagi bersinar.

Suripto menyadari bahwa dirinya adalah lelaki paling tidak tahu diri. Bagaimana mungkin ia tidak menyadari sorot mata perempuannya yang semakin meredup? Bagaimana mungkin ia tidak menyadari gurat lelah di wajah sang istri? Ke mana saja ia selama ini? Ia kecolongan.

Lelaki itu tahu, ia patut disalahkan atas hilangnya binar harapan di mata indah perempuannya. Ia bukan lelaki yang tegas. Terlalu penurut. Ia tidak pantas menjadi suami Darsini. Ia gagal di pernikahannya yang belum ada sebulan.

Suripto yang merasa kecolongan kalut. Ia segera bangun dan berjalan menuju meja kerjanya. Diambilnya pistol dari dalam laci.

Dik, kowe sing neng ngarep, apa aku sing neng ngarep wektu ngadhep sing Kagungan Gesang?” tanya Suripto sambil berlutut di hadapan Darsini. Diletakkannya pistol di pangkuan Darsini.

Kowe sik, apa aku sik, Dik?” tanya lelaki itu sekali lagi.

“Mas, sadar Mas!” sahut Darsini.

Awake dhewe mati bareng wae Dik. Luwih becik awake dhewe mati bareng saiki katimbang aku nuruti Ibu.” ucap Suripto kalut.

Mboten Mas. Ampun!”

Aku ora isa Ni! Ora isa!

Darsini menarik napas panjang. Ia semakin hancur melihat Suripto yang kalut. Tapi ia sudah bertekad untuk menjadi perempuan kuat, terlebih untuk hari ini. Darsini turun dari tempat tidur. Duduk di lantai dingin demi menyejajarkan wajahnya dengan suaminya.

Mas, pirsanana aku!” ucap Darsini tegas.

Kula sampun lila Mas. Punika dhawuhipun Ibu.” lanjutnya dengan senyum mengembang di wajah. Senyum terbaik yang sudah dilatih berhari-hari demi hari ini. Tidak ada lagi air mata, bahkan raut sendu di wajah Darsini.

“Maaf Ni, maaf…,” ucap Suripto.

Aku njaluk ngapura Ni…,” tangisnya semakin menjadi-jadi. Sepasang tangan merengkuhnya dalam pelukan hangat. Darsini berusaha meyakinkan suaminya bahwa ia baik-baik saja.

Seharusnya Darsini yang menangis. Seharusnya ia yang berlutut pada suaminya untuk tidak menuruti kemauan Ibu. Seharusnya saat ini ia yang dipeluk. Seharusnya ia yang mendengar kalimat-kalimat penenang.

Aku wis ikhlas sejak Ibu ndhawuhi njenengan, Mas,” bisik Darsini di telinga Suripto. Pelukannya semakin erat. Di saat yang sama ia berusaha memeluk dirinya sendiri sebelum hancur tak bersisa. Ingatannya kembali pada hari pertama ketika ia menjadi seorang istri.

Tanpa sengaja ia mendengar pembicaraan Ibu dan suaminya.

Eling-elingen ya Le! Aku ora bakal sudi ngakoni wedokan kuwi dadi mantuku! Yen kowe isih nganggep aku iki ibumu, sesuk kowe kudu nemoni cah wedok pilihane Ibu! Kowe rabi meneh!

Cukup lama sepasang manusia itu saling memeluk. Melawan rasa ragu yang kian membuncah. Meyakinkan diri bahwa hari ini bukan akhir dari kisah mereka. Berharap takdir tidak memorak-porandakan segalanya.



Perlahan Darsini mengurai peluk. Ditatapnya sang suami yang wajahnya dipenuhi jejak air mata -mungkin juga sudah tercampur ingus- di sana-sini. Perempuan itu kemudian berdiri, mengambilkan handuk untuk Suripto.

“Cepet Mas, nanti ndak telat,” ucap Darsini lembut. Dengan berat hati Suripto menerima handuk itu. Kemudian ia melangkah gontai menuju kamar mandi. Ia tahu betul, bahwa setiap langkah yang diambil menghancurkan Darsini dan dirinya sendiri.

Andai bisa, Suripto ingin meminta agar waktu berhenti berputar detik ini. Biar saja kisahnya bersama Darsini selesai di titik ini. Daripada seumur hidup dibayangi kenangan yang menggoreskan luka.

Selagi Suripto mandi, Darsini mempersiapkan pakaian untuk lelakinya. Diambilnya selop, jarik, beskap, dan segala tetek bengek lainnya. Selop yang sama ketika Suripto melangkah ke arahnya.

Jarik yang sama ketika menemaninya duduk di pelaminan. Beskap yang sama ketika mereka bertukar cincin. Dan masih tetek bengek yang sama, yang menjadi saksi bisu hari bahagia mereka.

Tak lama kemudian, Suripto keluar dengan celana pendeknya. Tidak ada kata yang keluar dari bibirnya. Ia tidak layak untuk berbicara pada perempuannya.

Mangga Mas, kula dandani,” ucap Darsini. Dengan sigap dililitkannya kain jarik berikut stagen, sabuk, dan epek timang. Lalu, dipakaikannya beskap hitam ke tubuh sang suami dan diselipkannya keris di antara lilitan sabuk. Kemudian Darsini timpuh untuk memakaikan selop di kaki Suripto. Terakhir ialah blangkon.

Seusai mendandani sang suami, Darsini mundur beberapa langkah. Ia tersenyum. Ternyata suaminya masih setampan dulu. Sayang, hari ini suaminya berdandan bukan untuk dirinya. Tapi untuk perempuan pilihan ibu mertuanya.

Tok tok tok



Le, wis rampung durung anggonmu dandan? Acarane wis arep diwiwiti.” panggil Yu Yitno, tetangga depan rumah.

Nggih Yu, niki sampun rampung,” jawab Darsini.

“Ayo Mas, sudah ditunggu,” ajak Darsini yang dijawab dengan senyum tipis dari Suripto.

Ketika keluar rumah, Darsini tersenyum miris. Ternyata pesta pernikahan suaminya dan perempuan itu lebih gedhen. Tamunya lebih banyak, suguhannya lebih komplet, dan tentu saja mertuanya lebih semringah.

Kemudian matanya tertuju pada punggung pengantin laki-laki yang berdiri di depannya. Sedari awal ia sudah bertekad mengantar sang suami ke pelaminan.

“Ah, jadi begini rasanya mengantarmu ke pelaminan… Gagahnya suamiku bersanding dengan perempuan itu,” batin Darsini sambil menyembunyikan air matanya.

Manang, malam Minggu kedua di 2022

Ella Surya
Tinggal di Manang, Grogol, Sukoharjo





Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya