SOLOPOS.COM - Pesawat Boeing 737-300 Garuda Indonesia GA41 melakukan pendaratan darurat di Sungai Bengawan Solo. (Wikimedia.org)

Solopos.com, KLATEN – Aliran Sungai Bengaawan Solo di Surtanan RT 009/RW 004, Serenan, Juwiring, Klaten, Jawa Tengah sempat menjadi objek wisata dadakan. Tempat itu menjadi saksi bisu pendaratan darurat pesawat Garuda GA 421 pada 16 Januari 2002  atau 19 tahun silam.

Meski sudah berlangsung belasan tahun silam, sejumlah warga di Serenan masih menyimpan memori tersebut di benak mereka masing-masing.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Takbir Pilot Garuda dan Keajaiban Pendaratan di Bengawan Solo, 16 Januari 2002

Warga Nambangan RT 007/RW 003, Serenan, Juwiring, Nur Satria, 40, mengatakan proses evakuasi bangkai pesawat membutuhkan waktu beberapa hari. Hal itu dimanfaatkan warga sekitar untuk membuka jasa parkir bagi siapa pun yang ingin menyaksikan bangkai pesawat di atas aliran Sungai Bengawan Solo.

Jukir Dadakan

Nur Satria mengatakan lokasi jatuhnya pesawat berjarak kurang lebih 200 meter dari Jembatan Serenan, Juwiring. Setiap warga yang ingin menonton bangkai pesawat memarkir kendaraannya di dekat jembatan tersebut.

"Saya sempat jadi tukang parkir selama tujuh hari. Pendapatan saya senilai Rp200.000 selama empat jam setiap harinya. Saya khusus memberikan jasa parkir kendaraan roda empat. Waktunya hanya empat jam setiap hari. Setelah itu diganti yang lainnya. Pendapatan segitu, sangat besar. Makanya saya memilih libur dari tukang kayu yang hanya menghasilkan Rp24.000 per hari," katanya saat ditemui Solopos.com, Sabtu (16/1/2021).

Pandemic Fatigue, Kesel Mikir Pandemi

Gemuruh

Pendaratan darurat pesawat Garuda dengan nomor penerbangaan GA 421 rute Lombok-Yogyakarta itu membuat warga setempat kaget.

Warga sekitar mendengar suara gemuruh dari Sungai Bengawan Solo. Lantaran penasaran, seorang warga bernama Lantip Joko Anggoro, 44, bergegas menncari tahu sumber suara.

Kala itu, Lantip sedang mencari angin segar di tanggul di aliran Sungai Bengawan Solo, di Surtanan RT 009/RW 004, Serenan, Juwiring, sekitar pukul 16.00 WIB. Dari tempat berdirinya, Lantip Joko Anggoro melihat ekor pesawat Garuda yang mendarat di Sungai Bengawan Solo.

19 Tahun Lalu, Pesawat Garuda Tembus Badai Es & Mendarat di Bengawan Solo Serenan Klaten

Suara gemuruh yang muncul dari Sungai Bengawan Solo memang bisa didengarkan siapa saja yang berada di Serenan dan sekitarnya berjarak satu kilometer dari sumber suara. Warga kampung pun keluar dari rumah mereka masing-masing dan mendekati bibir Sungai Bengawan Solo.

Tanpa dimintai tolong, Lantip Joko Anggoro dan 50-an warga kampung lainnya berinisiatif ingin memberikan pertolongan ke penumpang, pilot, kopilot, pramugari, yang masih berada di dalam pesawat.

Belakangan diketahui, pesawat yang mengangkut 54 penumpang dan enam awak pesawat itu baru saja mengalami persoalan teknis, yakni mesin mati di ketinggian 8.000 kaki. Pesawat yang terbang dari Mataram (NTB) ke Jogja itu ternyata juga ditumpangi seorang gubernur asal Mataram, kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jateng, warga negara asing (WNA) asal Australia, dan lainnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya