SOLOPOS.COM - Ikon Jepara. (Youtube)

Solopos.com, JEPARA – Praktik kawin kontrak telah terjadi di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, selama bertahun-tahun. Sejumlah wanita pribumi dinikahi investor asing demi kepentingan bisnis mebel di Kota Ukir dengan diberi imbalan uang hingga Rp20 juta per bulan.

Meski demikian mereka harus memenuhi sejumlah ketentuan yang disepakati sebelumnya. Kawin kontrak di Jepara dilakukan investor asing dengan perempuan lokal untuk melegitimasi bisnis sekaligus memenuhi syahwat. Tim Sigi SCTV sebagaimana diberitakan Liputan6.com pada 2006 silam sempat menelusuri jejak nikah kontrak di Kota Ukir.

Promosi BRI Peduli Salurkan Bantuan bagi Warga Terdampak Banjir di Sumbar dan Jabar

Baca juga: Jejak ‘Tamasya’ Kawin Kontrak di Kota Santri Cianjur

Cerita Korban

Seorang wanita asal Jepara, Titik, mengaku pernah menjadi primadona turis asing di sana. Dia dinikahi Charles, seorang pengusaha indoor dan interior furnitur khas Jepara.

Dia bertemu dengan Charles di kelab malam hingga akhirnya sepakat hidup bersama tanpa ikatan pernikahan. Dalam sebulan Titik mendapatkan uang Rp10 juta hingga Rp20 juta dengan syarat wajib melayani Charles selayaknya istruim namun tidak ikut campur urusan bisnis.

Berbeda dengan Titik. Sasa, yang dikawin kontrak oleh seorang pengusaha mebel asal Eropa untuk jangka waktu lima tahun, memiliki hak dan kewajiban yang jelas tertulis sebagai perjanjian bersama. Antara lain, mendapatkan rumah dan mobil atas nama dirinya, uang bulanan, dan kebutuhan wanita lainnya. Namun, Sasa juga terikat oleh sejumlah kewajiban, salah satunya tidak boleh memiliki anak selama menjalani kawin kontrak.

Baca juga: Rawa Jombor Klaten “Sekarat”

Praktik Kawin Kontrak di Jepara

Balitbang Kementerian Agama telah melakukan riset tentang fenomena prostitusi berkedok kawin kontrak tersebut pada 2016. Berdasarkan hasil penelitian itu diungkapkan bahwa praktik kawin kontrak di Jepara umumnya didorong oleh faktor ekonomi. Para investor yang berasal dari Eropa, Amerika Serikat, Australia, Korea Selatan, hingga Jepang itu harus menikahi wanita Jepara untuk memiliki aset di kota tersebut.

Hasil penelitian itu juga mengungkapkan bahwa secara garis besar ada dua jenis kawin kontrak, yakni resmi dan ilegal. Kawin kontrak resmi dilakukan saat si laki-laki bertemu dengan keluarga perempuan. Dalam proses pernikahan ini ada saksi dan wali yang dapat dipertanggungjawabkan.

Sedangkan jenis kawin kontrak yang kedua menjurus pada prostitusi terselubung. Hal ini terjadi karena wali, saksi, bahkan penghulu dalam ijab kabul tersebut semuanya gadungan.

Fenomena nikah kontrak antara investor asing dengan perempuan asli Kota Ukir tersebut memang telah terjadi sejak lama dan terus menuai kritikan. Mahasiswa Unnes Semarang, Alek Ribowo, pada 2017 mencoba membongkar praktik tersebut melalui skirpsi bertajuk Pelaksanaan Kawin Kontrak di Desa Tubanan Kecamatan Kembang Kabupaten Jepara.

Baca juga: Belanja Seafood Fresh di Pasar Ikan Balekambang Solo

Hasil penelitian itu menunjukkan kawin kontrak di Desa Tubanan, Kecamatan Kembang, Kabupaten Jepara dilakukan sesuai hukum Islam, namun tidak tercatat di KUA dan kantor catatan sipil. Proses akad nikah dilakukan dengan bantuan kiai.

Pernikahan tersebut didasari faktor ekonomi yang pas-pasan serta pendidikan agama yang kurang dipahami masyarakat setempat. Fenomena ini pun berdampak buruk bagi masyarakat setempat, khususnya korban sekaligus pelaku yang mendapatkan citra negatif.

Penelitian serupa sebelumnya telah dilakukan mahasiswa Unnes Semarang, Ita Yuanita. Dia menelusuri praktik kawin kontrak itu di Desa Pelemkerep, Kecamatan Mayong, Jepara pada 2005.

Baca juga: Instagramable! Wisata ke Awang-Awang Sky View Gunung Telomoyo Magelang Bikin Serasa Melayang

Hasil penelitian menunjukkan kawin kontrak dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup. Proses akad nikah dilakukan dengan bantuan kiai tanpa ada catatan di KUA maupun sipil. Dalam prosesnya rumah tangga yang dibangun tidak menerapkan hukum Islam karena didasari kontrak tertentu yang bertentangan dengan syariat.

Kedua penelitian itu menunjukkan bahwa praktik kawin kontrak masih terjadi di tanah kelahiran RA Kartini. Seorang makelar kawin kontrak di Jepara yang ditemui tim Sigi SCTV, Wongso, membeberkan praktik tersebut. Dia mengatakan bahwa praktik nikah kontrak itu dilakukan dengan menganggap wanita lokal sebagai karyawan.

Hal itu dilakukan demi kepentingan bisnis. Sebagai warga negara asing, mereka tidak bisa memiliki perusahaan, tidak boleh membeli tanah, dan tidak boleh mendirikan bangunan. Untuk mengatasi hal itu, para pebisnis warga asing itu memanfaatkan pasangan kawin kontraknya. Mereka menggunakan nama wanita pasangan kawin kontraknya untuk keperluan bisnis, seperti membeli tanah, rumah, dan mendirikan perusahaan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya