SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, SUKOHARJO — Desa paling ujung di Pegunungan Seribu Kabupaten Sukoharjo ini bernama Desa Kedungsono. Lokasinya masuk wilayah Kecamatan Bulu yang berbatasan dengan Desa Pule, Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri.

Konon kabarnya, nama desa tersebut ada sejak zaman penjajahan. Tokoh masyarakat Desa Kedungsono, Saji Siswomartono, 79, yang ditemui Solopos.com di rumahnya, Sabtu (1/12/2018), mengatakan Kedungsono ada sejak nenek moyangnya.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Ditemui di rumahnya, mantan anggota DPRD Sukoharjo tiga periode ini menjelaskan Kedungsono merupakan daerah penghasil kayu atau pohon sono.

“Sejak simbah-simbah saya sini [Kedungsono] banyak tumbuh pohon sono, termasuk [pohon] sonokeling. Setiap rumah memiliki pohon sono,” ujarnya.

Sedangkan nama kedung dalam kamus besar Bahasa Indonesia berarti lubuk atau istilah geografis berarti bagian terdalam dari sungai atau cekungan dalam di dasar sungai, aliran air di lubuk biasanya tenang atau bahkan relatif tidak mengalir.

Namun Saji menjelaskan kedung juga berarti tempat berhimpun sehingga Kedungsono merupakan tempat tumbuh dan berkembangnya pohon sono. “Bisa jadi, penghasil pohon sono di Sukoharjo zaman itu [penjajah] di Kedungsono.”

Menurutnya, suburnya pohon sono salah satunya karena terletak di daerah pegunungan. “Sampai sekarang pohon sono masih tumbuh dan dipelihara masyarakat tetapi tidak lagi sebanyak dahulu. Sekarang masyarakat memilih menanam pohon jati karena umur pohon jati dengan pohon sono lebih lama pohon sonokeling. Selain lama pertumbuhan, pertimbangan lain masyarakat menanam pohon jati karena laku pasar. Padahal proses tanam pohon sono mudah.”

Keberadaan pohon sono menjadi penghasilan masyarakat setempat. selain itu, Saji, menyatakan walau berada di tebing pegunungan seribu bencana alam tanah longsor baru sekali terjadi ditahun 2006-an di Dusun Karanggayam. “Bencana tanah longsor hingga sekarnag tidak terjadi lagi.”

Sekretaris Desa Kedungsono, Suradi, menambahkan beberapa pohon sono masih ditanam warganya tetapi tidak sebanyak zaman dahulu. Menurutnya, masyarakat mulai mengembangkan pohon jati yang laku jual. Menurutnya, Kedungsono memiliki empat kebayanan atau dukuh. Yakni Dukuh Sono dengan lima rukun tetangga, Dukuh Tiyoko membawahi empat rukun tetangga (RT). Kemudian Dukuh Malangan memiliki tujuh RT dan Dukung Kedungsono membawahi lima RT.

“Masyarakat Kedungsono ayem dengan lahan hamparan tadah hujan. Sungai mengalir dan menjadi perbatasan dengan wilayah Selogiri belum bisa diandalkan menjadi sumber air sehingga lahan sawah merupakan sawah tadah hujan,” ujarnya.

Untuk mencapai Desa Kedungsono masyarakat mudah. Sesampai di Kantor Kecamatan Bulu tinggal meneruskan ke arah timur atau Wonogiri sejauh tiga kilometer hingga lima kilometer. Sesampai simpang tiga sebelum tugu batas wilayah berbelok ke selatan menuju pegunungan seribu. Hamparan tanah sawah tadah hujan menjadi pemandangan kanan kiri jalan desa menuju Kantor Desa Kedungsono yang berada bersebalahan dengan lapangan dan bangunan sekolah dasar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya