SOLOPOS.COM - Ilustrasi becak. (Freepik)

Solopos.com, GROBOGAN — Nasib tukang becak di berbagai wilayah, termasuk Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, kian terpuruk. Perkembangan teknologi yang berpengaruh pada moda transportasi membuat posisi penarik becak kian tersingkir.

Meski demikian, masih ada beberapa orang yang bertahan mengais rezeki dengan menarik becak. Salah satunya Darmadi, 65, yang biasa mangkal di depan kantor BPPKAD Grobogan. Pria tua ini ini mengaku tak punya keahlian lain.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Sudah 35 tahun lamanya atau sejak 1977 ia menggeluti pekerjaan sebagai pengayuh becak. Dulunya, ia sempat menjadi kuli bangunan. Namun, sudah tak lagi kuat dan memilih pensiun.

”Tapi ya mau bagaimana lagi, bisanya cuma ini. Mau jadi ngaduk semen [jadi kuli] sudah tidak kuat,” kata bapak dua anak itu sebagaimana dikutip dari Murianews.com, Selasa (14/6/2022).

Beruntung, anak-anaknya yang bekerja di luar Jawa masih mengirimi uang untuk memnuhi kebutuhannya. Sebab, tukang becak di Grobogan itu mengaku tak punya tabungan sendiri.

Baca juga: Asal-Usul Api Abadi Mrapen Grobogan

Warga kampung Kebondalem, Kelurahan Purwodadi, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Grobogan itu mengaku selalu menyisihkan Rp5.000 dari hasilnya menarik becak. Selain untuk makan sehari-hari, uang yang dikumpulkan itu untuk merawat becaknya.

”Kalau karatan biasanya penumpang tidak mau. Jadi harus selalu dicat ulang, diganti bannya. Dua tahun sekali ini pasti saya ganti bannya,” kata dia.

Menurutnya, saat ini ada sekitar 500 orang tukang becak di Grobogan yang tersebar di beberapa lokasi. Meski jumlahnya masih banyak, ternyata mereka tidak tergabung dalam satu paguyuban.

Pendapatan Turun

Pengayuh becak lainnya, Mat Khoironi, mengaku pendapatannya kini semakin menurun. Namun dia tetap mangkal di di Kawasan Simpang Lima Purwodadi karena tidak memiliki pekerjaan lain.

Tak hanya pandemi yang membuat pendapatannya turun. Kemajuan teknologi di dunia transportasi seperti ojek online juga membuat penumpangnya berkurang.

”Seminggu pernah hanya dapat Rp50.000. Itu benar-benar yang paling sepi,” ujarnya.

Baca juga: Sadis! Benteng Pendem Ambrawa Hasil Kerja Paksa 3.000 Kuli Jawa

Untuk menopang ekonomi keluarganya, ia mengandalkan istrinya yang berjualan sayur di Pasar Agro. Ia pun tak begitu merisaukan kalau tak mendapat penumpang.

”Alhamdulillah, istri jualan di pasar. Jadi kalau lagi sepi penumpang ya masih ada penghasilan,” kata bapak empat anak itu.

Sepi penumpang sudah bisa dihadapinya. Bahkan, dia pernah tidak dibayar penumpangnya. Ia juga pernah coba pindah tempat mangkal. Namun, hasilnya juga tak memuaskan.

”Pernah pindah ke Pasar Agro, tapi malah disuruh nunggu setelah penumpang masuk pasar. Saya tunggu-tunggu tidak kembali [dan tidak dibayar]” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya