SOLOPOS.COM - Salah satu rumah keluarga penyintas kusta di Kampung Sumber Telu, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah (Jateng). (Solopos.com/Adhik Kurniawan).

Solopos.com, JEPARA — Menjelang peringatan hari kusta sedunia, ada kisah menarik terukir di Kampung Sumber Telu di desa Banyumanis, kecamatan Donorojo, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah (Jateng). Keberadaan kampung ini terkait erat dengan pasien kusta di rumah sakit (RS) Kusta Donorojo.

Kampung yang berjarak 45 menit dari Jepara kota ini, awalnya hanya dihuni oleh mereka yang menjalani pengobatan kusta di rumah sakit tersebut. Lantaran banyak pasien yang tak diterima keluarga hingga lingkunganya, akhirnya kampung ini secara permanen di persiapkan pemerintah untuk para penderita kusta.

Promosi Desa BRILiaN 2024 Resmi Diluncurkan, Yuk Cek Syarat dan Ketentuannya

“Mereka di sini merasa bertemu orang-orang yang bernasib sama. Makanya bisa hidup lebih tenang, nyaman. Jadi kebanyakan, setelah perawatan di RS Kusta Donorojo, mereka memilih menetap di sini karena trauma atau takut bila balik ketempat asalnya. Banyangan akan diskriminasi, serta stigma lingkungan, masih menjadi ketakutan tersendiri,” kata Pekerja Sosial RS Kusta Donorojo, Rismato Arie, saat ditemui Solopos.com, Kamis (26/1/2023).

Seiring berjalanya waktu, kampung ini semakin ramai karena banyak penderita kusta tak ingin balik ke kota atau kampungnya. Bahkan, mereka yang awalnya datang seorang diri, lambat laun bertemu dengan pujaan hati, hingga akhirnya menikah dan mempunyai keturunan.

“Meski punya anak, tapi bukan berarti anak-anak mereka juga terkena kusta. Kusta itu bukan penyakit menurun, tapi menular karena kontak erat dengan waktu lama. Khususnya bagi pengidap yang belum sama sekali melakukan pengobatan,” terang dia yang sejak 2010 sudah hidup berdampingan dengan penderita kusta.

Seorang penyintas atau eks penderita kusta di Kampung Sumber Telu, Ibnu Utoyo, 65, mengaku bertemu istrinya, Gipah, 58, saat tengah sama-sama menjalani pengobatan di RS Kusta Donorojo. Mereka berdua pun akhirnya menikah pada 1984 dan sudah dikaruniai dua orang anak.

“Tahun 1984 saya berobat dan tinggal di sini. Enam bulan di sini bertemu dengan istri yang saat itu masih sama-sama pasien,” kata Ibnu, warga asli Kota Semarang itu.

Hal senada juga diungkapkan Sargi, 64, yang telah menetap di Kampung Sumber Telu selama 25 tahun bersama istrinya, Damini, 60). Pada usia pernikahan yang sudah puluhan tahun itu, ia telah dikaruniai dua orang anak.

“Dua-duanya laki-laki. Sudah menikah semua, dan tinggalnya di luar sini [Kampung Sumber Telu]. Terus sejak lahir memang sehat, enggak ada yang kusta,” imbuh Sargi, warga asal Kabupaten Pati.

Sekadar informasi, Kampung Sumber Telu terbagi menjadi empat blok dan memiliki sekitar 286 jiwa atau 69 kartu keluarga (KK) dari berbagai daerah di Jawa.

Stigma dan penolakan di masyarakat, membuat mereka semua hidup secara mandiri di kampung tersebut, yakni mulai dari menjadi petani, peternak, pemilik toko kelontong, hingga bahkan pengusaha mebel.

Kemandirian mereka pun bahkan hingga bisa membelikan rumah untuk anak-anak sampai cucu-cucunya agar bisa tinggal di luar kampung kusta tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya