SOLOPOS.COM - Kuasa hukum pemilik PT Jannas, Christiansen Aditya menunjukkan berkas dalam jumpa pers, Selasa (23/8/2022). (Magdalena Naviriana Putri/Solopos.com)

Solopos.com, SUKOHARJO — Gatot, Direktur PT Jannas di Dusun Luwang, Gatak, Kabupaten Sukoharjo, kini bebas usai putusan peradilan nomor 67/Pid.B/LH/2022/PN Skh, Senin (22/8/2022). Pria berusia 57 tahun itu diduga melakukan tindak pidana atas kasus lingkungan hidup lantaran berkas impornya dianggap tak sesuai.

Gatot melalui kuasa hukumnya Christiansen Aditya membeberkan kronologi kasus tersebut. Awalnya PT Jannas baru akan produksi sarung tangan nitrile atau karet. Sehingga kliennya mempersiapkan perencanaan dengan melakukan training kepada ratusan calon karyawan.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Gatot mendapatkan pesanan sarung karet dari Spanyol. Maka sebelum itu kliennya berkonsultasi untuk mendapatkan Kemudahan Importasi Tujuan Ekspor (KITE). Kemudian perizinan atas perusahannya itu juga sudah komplet. Menurutnya cita-citanya hanya sederhana ingin membantu pemulihan ekonomi nasional.

“Agar ada proses produksi [hasil dari konsultasi] pihaknya mengimpor 50% sarung tangan defect atau cacat kecil sehingga bisa diperbaiki, dia mengambil barang tersebut [kulakan] dari Malaysia.  Sementara 50% kuantitas lain yang diekspor adalah sarung tangan karet baru,” jelas Aditya dalam jumpa pers, Selasa (23/8/2022).

Baca Juga: Simak Lur! Pelat Nomor Putih Mulai Diterapkan di Sukoharjo, Ini Ketentuannya

Aktivitas penyortiran juga telah diinformasikan sebelum pembelian barang tersebut, namun pada kenyatannya dalam proses impor, kliennya justru tersandung perihal administrasi. Barang dari Malaysia tersebut dikirimkan melalui jalur laut melalui Pelabuhan Tanjung Mas, Semarang.

Usai sampai di pelabuhan, barang tersebut diperiksa, dan secara sistem sudah dibuat Pemberitahuan Impor Barang (PIB) oleh Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK). Lebih lanjut, karena Gatot merupakan importir baru maka ditetapkan di jalur merah. Artinya harus diperiksa secara fisik dan dokumen.

“Diperiksa secara fisik itu dibuka 15 karung [semuanya], dicek, disaksikan oleh petugas beacukai dan oleh perwakilan PPJK. Kemudian setelah dicek akhirnya [Pejabat Fugsional Pemeriksa Dokumen] PFPD menerbitkan Surat Pemberitahuan Pengeluaran Barang [SPPB] pada 26 Januari 2021,” ujarnya.

Baca Juga: Harga Kebutuhan Pokok di Sukoharjo Naik Tinggi, Telur Capai Rp30.000/Kg

Usai SPPB terbit artinya secara fisik dan dokumen barang tersebut sudah sesuai dan bukan barang larangan. Sehingga barang bisa keluar dari wilayah pabean. Di hari berikutnya 27 Januari 2021 barang tersebut tiba di gudang PT Jannas.

Di hari yang sama, usai tiba di gudang justru kemudian barang tersebut disegel pihak Bea Cukai Solo atas perintah Bea Cukai Semarang. Alasan penyegelan tersebut karena akan diperiksa ulang. Pada 29 Januari 2021 datanglah Bea Ccukai Semarang sejumlah dua personel.

“Kemudian dilakukan pemeriksaan ulang melalui video call [dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan]. Hasil pemeriksaan video call itu, dikeluarkan dalam surat Direktorat Verifikasi Pengelolaan Limbah B3 dan non B3 pada 3 Feburari 2021 dinyatakan barang impor itu bukan barang baru. Dan merupakan limbah non B3,” ungkapnya.

Baca Juga: Dianggap Memaksa, Kebijakan Gerakan Beli Beras Bagi ASN Sukoharjo Dikritik

Dengan surat tersebut menjadi dasar penyidik penuntut umum mengajukan perkara ini sampai di pengadilan. Sementara pihaknya optimistis dalam peradilan tersebut mengingat adanya keputusan Mahkamah Agung (MA) yang berisikan pedoman dari hakim dalam menangani perkara lingkungan hidup khususnya tindak pidana.

Alat bukti yang dijadikan dasar harus sah dan valid. Padahal menurutnya surat tersebut tidak valid dan sah karena hanya melalui video call saja tanpa melalui uji fisik. Kata dia, pemidanaan justru seharusnya tidak perlu mengingat adanya sanksi administrasi.

“Seharusnya mereka harus lebih profesional antara pemeriksa barang dan [Pejabat Fugsional Pemeriksa Dokumen] PFPD itu harusnya ada komunikasi yang bagus. Kalau memang terjadi pelanggaran pabean terapkan pasal 53 ayat 3 UU no 17 tahun 2006 tentang kepabeanan,” jelasnya.

Baca Juga: Kisah Pekerja Bergaji UMK Solo Berburu Rumah Subsidi, Sempat Tertarik Tapi…

Dalam pasal tersebut tertulis semua barang yang dilarang atau dibatasi yang tidak memenuhi syarat untuk diimpor atau diekspor, jika telah diberitahukan dengan pemberitahuan pabean, atas permintaan importir atau eksportir: dibatalkan ekspornya; diekspor kembali; atau dimusnahkan di bawah pengawasan pejabat bea dan cukai.

“Jika dalam kenyataannya pabean atau bea cukai sudah menerbitkan SPPB yang merupakan produk mereka sendiri ya hormatilah itu, jangan sudah dikeluarkan SPPB barang keluar masih dikejar, masih diperiksa ulang,” ujarnya.

“Manfaatnya SPPB untuk apa jika tidak ada kepastian untuk importir, ini sangat berbahaya. Aparat PPNS [penyidik] juga seharusnya lebih professional terkait penanganan perkara tindak pidana lingkungan hidup. Karena dalam penyidikan tersebut menyangkut nasib banyak orang,” imbuhnya.

Baca Juga: Modal Awal Rp100.000, Usaha Keset di Sragen Ini Beromzet Rp9 Juta/Bulan

Dalam perkara tersebut kliennya dituntut pidana penjara 7 tahun dengan denda Rp4 miliar dikurangi tahanan sementara. Pria paruh baya itu telah mendekam di penjara sejak 24 April 2022 karena telah ditetapkan sebagai tersangka.

“Kami memandang tuntutan ini tidak berdasar dan keji, dan kami bersyukur keadilan masih ada majelis hakim memutus bebas kepada klien kami. Artinya tidak terbukti secara sah ada tindak pidana,” jelasnya.

Dia mengatakan kleinnya telah mempunyai certificate of origin (COO) dari dewan perniagaan Malaysia. Artinya barang tersebut sudah diperiksa dan dinyatakan secara benar barang tersebut dalam keadaan baik.



Baca Juga: Sosok RM, Selebgram Pemalang Tersangka Judi Online Taraf Internasional

“Kami hadirkan dan sajikan didepan persidangan. Kalau barang limbah tidak mungkin bisa mendapatkan COO tersebut,” jelasnya.

Saat ini selain tentunya mendapatkan kerugian imateriil, kliennya juga dirugikan secara meteriil sekitar Rp150 juta kerugian barang. Mengingat harga beli 15 karung itu senilai USD10.500. sementara pembayaran beacukai mencapai Rp44 juta. Dan kerugian lain seperti karyawan yang tidak bisa bekerja.

“Perusahaan klien kami tidak ada yang melarang untuk melakukan operasional. Tetapi karena ada kejadian tersebut operasional dihentikan, meskipun sebenarnya tidak ada larangan pengehentian. Sarung tangannya sudah disita semuanya,” kata dia.

Baca Juga: Rela Antre Tukar Uang Baru, Warga Sukoharjo Berniat Mengoleksinya

Saat ini jaksa penuntut umum mengajukan kasasi usai munculnya keputusan peradilan tersebut.

“Untuk menghadapi kasasi penuntut umum kami tinggal menunggu kasasi dari saudara jaksa. Untuk kami pelajari dan membuat kontra memori kasasi. Diberikan oleh undang-undang waktu untuk mereka membuktikan [diperadilan sebelumnya] sehingga upaya itu [kasasi] seharusnya sudah tidak ada,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya