SOLOPOS.COM - Dua orang keturunan Koja Kota Semarang, Uways (kiri), dan Soleh. Keduanya masih menjaga tradisi leluhur, salah satunya berbisnis arloji. (Ponco Wiyono-Solopos.com)

Solopos. SEMARANG – Kota Semarang tepatnya di bagian utara merupakan wilayah yang memiliki sejarah multikultur. Berbagai bangsa berdatangan di masa lalu dan membentuk komunitasnya sendiri di bagian utara Kota Semarang itu, salah satunya adalah orang Koja.

Koja merupakan sebutan untuk orang keturunan India beragama Islam di Indonesia. Nah, di Semarang orang-orang Koja ini masih memegang erat budaya leluhur, salah satunya berbisnis kacamata dan jam tangan.

Promosi Safari Ramadan BUMN 2024 di Jateng dan Sulsel, BRI Gelar Pasar Murah

“Sepertinya sudah menjadi ketentuan kalau orang Koja akan meminta salah satu anaknya menjadi pedagang kacamata atau jam tangan. Bahkan bisa saya katakan, orang Koja pasti usahanya jam dan kacamata,” ujar Soleh, 51, seorang keturunan Koja yang sejak 20 tahun silam berbisnis jam tangan di Pasar Johar, Kota Semarang.

Soleh merupakan generasi ketiga dari keluarga Koja yang berbisnis jam tangan. Mulanya, sang kakek Zaynal menjadi perintis usaha tersebut. Ayah Soleh, Bakir juga sempat menekuni bisnis arloji.

“Saya tujuh bersaudara dan sebagian besar saudara saya memilih menjadi pegawai. Saya pilih dagang karena pada dasarnya saya tidak suka sekolah,” ungkapnya terkekeh.

Baca juga: Legend! Bubur India, Menu Bukber Khas Masjid Pekojan Semarang

Meskipun jumlah orang Koja di Semarang tidak sebanyak orang Cina atau orang Arab, namun ada pula orang Koja Semarang yang terkenal sebagai tokoh publik. Sebut saja pedangdut A. Rafiq, mantan pelatih kiper PSIS Semarang Ahmad Heldi, sampai eks pelatih tim sepakbola PPLP Jawa Tengah, Ashadi.

Pernikahan

Memiliki tampang ‘Bollywood’, Soleh mengaku ada kebiasaan dalam keluarganya yakni saling menikahi sesama orang Koja. Meskipun tidak ada paksaan, namun Soleh menyebut menikahi sesama Koja sudah menjadi ‘kesadaran’ bagi kalangan mereka.

“Kami nguri-uri apa yang sudah ada sejak lama. Perayaan hari raya juga masih kami isi dengan kebiasaan khas kami. Misalnya acara Bubur Suro atau Bubur India ketika Ramadan,” jelasnya.

Masyarakat Koja di Kota Semarang memiliki komunitas resmi, namanya Persatuan Majelis Muslim (PMM). Seorang keturunan Koja, Uways, 40, jumlah asli orang Koja tidak terlacak lantaran mereka tinggal berpencar.

Baca juga: Ayo Dolan! Ada Festival Kota Lama Semarang 2022, Besok

“Di Wot Prau, Progo, Layur, Petolongan, dan Pekojan itu banyak. Di Banyumanik sampai Klipang ada beberapa. Anggota grup WhatsApp hanya 105 orang tapi di luar itu jauh lebih banyak,” urai Uways.

Lelaki yang memiliki wajah khas Asia Selatan ini mengatakan PMM memiliki agenda rutin pertemuan setiap bulannya.

“Hari Jumat terakhir dalam sebulan biasanya kami berkumpul di Masjid Pekojan. Ada acara pengajian dan makan bersama,” kata Uways yang bekerja di toko arloji milik seorang Koja.

Sementara Soleh menambahkan, membedakan orang Koja dan Arab tidaklah sulit. Menurutnya, penampilan fisik orang Arab dan India sangat berbeda.

“Hidung orang Arab melengkung sementara kami mancung lurus. Kami juga tidak memiliki marga, sementara orang Arab dari Yaman ada marga khusus,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya