SOLOPOS.COM - Ilustrasi tanaman ganja. (Freepik.com)

Solopos.com, SEMARANG — Tanaman ganja mulai ramai diperbincangkan seusai sejumlah pihak merespons wacana legalisasi ganja medis dan mendorong adanya kajian tentang ganja medis untuk pengobatan. Lantas, bagaimana penggunaan hingga penyalahgunaan di masyarakat, khususnya Kota Semarang?

Seorang mantan pengguna ganja yang sekarang fokus menjadi konselor adiksi, Ruben Marvin, 43, mengatakan masih banyak penyalahgunaan tentang pemakaian ganja. Khususnya, bagi mereka yang usia remaja dan kurang edukasi terkait tanaman tersebut.

Promosi Keren! BRI Raih Enam Penghargaan di PR Indonesia Awards 2024

“Fenomena sekitar yang selama ini saya tangani, saya menyoroti lebih ke teman pengguna awal (baru) yang menjadikan itu (ganja) suatu hal negatif. Tapi pengguna lama, ganja itu seolah buat rileks mereka saja. Pengguna lama itu kebanyakan untuk kebutuhan pribadi, untuk santai dan bahkan ada yang untuk mengobati [ganja untuk medis],” kata Ruben di Semarang, Senin (4/7/2022).

Pria yang sejak tahun 2014 menjadi konselor adiksi itu juga menilai jika di Kota Semarang secara peredaran, ganja sulit ditemukan, termasuk penggunanya. Justru fenomena saat ini para remaja lebih beralih ke sinte, sebutan untuk tembakau sintetis yang digolongkan sebagai narkoba .

“Informasi yang saya dapat, Kota Semarang secara peredaran sudah sangat minim. Bahkan lebih banyak beralih ke sinte, apalagi kalau bicara ganja sendiri, hanya pengguna lama yang masih bertahan,” ungkap pria yang juga Koordinator Lapangan (Korlap) Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Kota Semarang.

Baca juga: Begini Cara Ganja Medis Digunakan Sebagai Terapi Cerebral Palsy

Meski demikian, Ruben sempat menangani enam pengguna yang ingin berhenti dari kencanduan ganja. Keenam pemakai tersebut, padahal menggunakan ganja untuk kebutuhan medis.

“Ada enam [pengguna ganja untuk medis] yang pernak saya dampingi [rehabilitasi]. Salah satunya anak yang punya penyakit vertigo dan harus dialihkan dengan menggunakan ganja. Anak ini pakai sebagai penggunaan itu saja [pengobatan vertigo]. Kemudian satu lagi punya migrain berat. Cuma memang kawan-kawan ini cukup tahu takaranya, tidak tiap hari memakai, hanya waktu kumat dan pengobatan,” pungkas dia.

Terkait alasan para pengguna yang memutuskan berhenti meski untuk kebutuhan kesehatan itu, Ruben menjelaskan demi keluarga. Selain itu, tak ingin terjerat hukum dimana ganja belum memiliki legalitas meski diperuntunkan untuk medis.

Baca juga: Dibawa dari Aceh, 19,3 Kg Ganja Disita BNN di Magelang

Ruben pun setuju bila ganja memang akan diperuntunkan untuk pengobatan medis. Hal itu karena selain bisa digunakan untuk kesehatan, ganja memiliki efek adiktifnya yang dinilai rendah.

“Namun pengawalan harus dari pemerintah langsung, baik dari pertanian hingga pendistribusian ke kesehatannya. Jadi tidak ada pihak satu dua yang menyelewengkan. Kemudian yang harus digaris bawahi, sebenernya bukan pengunaannya, tapi penyalahgunaanya. Jadi edukasi itu penting, agar masyarakat tahu akan tanaman ganja, efek hingga penggunaannya,” tegas dia.

Sebagai informasi, saat ini Ruben sedang menjadi konsultan adiktif bagi 16 pengguna narkotika. Dari belasan pemakai tersebut, keenam diantaranya adalah pengguna ganja.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya