SOLOPOS.COM - Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo, (kanan), saat berbincang dengan korban aksi teror bom bunuh diri di Mapolresta Solo, Ipda Bambang Adi Cahyanto, (tengah), dan penyandang dana bom Mapolresta Solo, Munir Kartono, (kiri). [Youtube Ganjar Pranowo]

Solopos.com, SOLO — Korban aksi teror bom bunuh diri di halaman Mapolresta Solo, Ipda Bambang Adi Cahyanto, mengungkapkan detail peristiwa lima tahun lalu itu. Ipda Bambang menuturkan detail saat bom meledak di hadapannya.

Aksi teror bom bunuh diri di halaman Mapolresta Solo terjadi pada 5 Juli 2016. Anggota Polresta Solo yang bertugas di Satuan Narkoba menuturkan kisahnya secara detail di hadapan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Selain Ipda Bambang, Ganjar juga menghadirkan Munir Kartono, mantan nara pidana teroris sekaligus pengelola dana teror bom bunuh diri di halaman Mapolresta Solo.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Video obrolan itu diunggah ke channel Youtube Ganjar Pranowo Vlog and Podcast berjudul Permintaan Maaf Eks Teroris kepada Polisi Korban Aksinya pada Jumat (5/11/2021). Video tersebut ditonton 25.911 hingga Minggu (7/11/2021).

Baca Juga : Cerita Korban Bom Mapolresta Solo: Tak Ada Firasat Tapi Jalanan Lengang

Diberitakan sebelumnya, Ipda Bambang menghampiri Nur Rohman yang menerobos masuk ke Mapolresta Solo. Saat itu, Ipda Bambang menaruh curiga terhadap gerak-gerik Nur Rohman. Tetapi, dia tidak menyangka Nur Rohman membawa bahan peledak di tasnya. Tas yang dimaksud itu diletakkan di pijakan kaki motor matik pelaku.

“Dia menghampiri saya, saya menghampiri dia. Ketemu di tengah, di lapangan. Motor [pelaku] saya hentikan pakai tangan kiri. Saya pegang batok lampunya [mempraktikkan saat menghentikan motor pelaku]. Saya tanya, ‘selamat pagi Bapak. Mohon izin, Bapak mau cari siapa? Pagi-pagi kok sudah sampai sini. Jam pelayanan belum dibuka Bapak.'”

Amati Gerakan Tangan

Menurut Ipda Bambang, Nur Rohman tidak melakukan kontak mata dengan dirinya saat menjawab pertanyaan. Nur Rohman hanya melihat ke arah pos penjagaan. “Dia bilang ‘aku nggoleki [mencari] polisi.’ Saya semakin sangat curiga sekali [sembari menunjuk ke jantungnya],” cerita Ipda Bambang.

Baca Juga : Cerita Korban Bom Mapolresta Solo: Tak Curiga Pelaku Bawa Bahan Peledak

Ipda Bambang meningkatkan kewaspadaan saat itu. Dia mengaku memperhatikan setiap gerak-gerik Nur Rohman, terutama gerak-gerik tangan. Ganjar semakin antusias bertanya perihal Ipda Bambang memperhatikan detail gerak-gerik tangan dan perilaku Nur Rohman.

“Tangan dia masih di motor semua. Ketika dia bilang seperti itu [aku nggoleki polisi], tangan kiri dia masuk ke saku jaket sebelah kiri. Saya semakin curiga. Gerakan tangan paling kami waspadai. Saya ambil senpi [senjata api], saya posisi siaga. Belum saya keluarkan, saya hanya buka kunci hoster,” katanya sembari mempraktikkan gerakan mengambil senjata.

Kala itu, Ipda Bambang yakin gerakannya mengeluarkan senjata akan lebih cepat daripada orang yang berada di hadapannya saat itu. Nahas, Nur Rohman, tidak mengeluarkan senjata api maupun senjata tajam. Dia membawa bom.

Baca Juga : Gibran: Bom Bunuh Diri Mapolresta Solo 2016 Harus Jadi Kasus Terakhir!

“Tapi ya, Allah berkehendak lain, Bapak. Seper sekian detik, enggak ada 2 detik. Tiba-tiba cahaya putih, ‘clap’. Saya tidak dengar suara ledakan. Hanya cahaya saja. ‘Clap’. Kemudian saya terlempar 3 meter ke lapangan,” kenangnya.

“Saya masih sadar pada waktu itu. Kemudian saya nengok ke atas, ‘ada apa ini, kok saya bisa jatuh, apa saya didorong atau apa, saya tidak tahu’. Saya sadar tapi tidak tahu kenapa,” imbuhnya.

Ganjar Memastikan

Ganjar memastikan kondisi Ipda Bambang setelah bom yang dibawa Nur Rohman meledak. “Waktu cahaya putih, tidak dengar ledakan? Itu luar biasa mas suarane dari video kan dahsyat,” tutur Ganjar.

Ipda Bambang menegaskan bahwa dirinya tidak mendengar suara ledakan. Bambang hanya merasakan sakit pada mata kiri pascaterlempar. Dia menyebut ada besi menempel di mata kiri. “Saya sadar, cari senjata saya tadi. Senjata saya masih di sini [menunjuk tempat senjata]. Saya bangun, mata saya terasa sakit, ada apa? Saya pegang, kayak ada besi segini [menunjukkan dengan jari telunjuk yang ditemplekan di mata kiri]. Saya tidak berani ambil [besi di mata], Bapak karena tidak bisa melihat. Saya tutup [mata kiri menggunakan tangan],” ujarnya.

Baca Juga : Berurai Air Mata, Pendana Bom Bunuh Diri Mapolresta Solo Minta Maaf

Di tengah kepulan asap, lanjut Ipda Bambang, dia mencoba bangun dan mencari Nur Rohman. Saat itu, Ipda Bambang melihat Nur Rohman sekarat. “Kondisi [tubuh] terbelah, tapi masih hidup, sakaratul maut. Saya datangi dia, maksud kami ingin melumpuhkan seandainya dia masih punya [bom atau senjata lain]. Saya siaga hanya berjaga-jaga [memperagakan menodongkan senjata],” ceritanya.

Ganjar menegaskan kembali apakah Ipda Bambang menembak Nur Rohman yang sudah sekarat. Ipda Bambang menggeleng dan menjawab tidak. Ganjar penasaran mengapa Ipda Bambang tidak menembak Nur Rohman.

“Hati kecil mengatakan, Bapak. Ini orang sudah sakaratul maut. Kalau saya tembak, saya hanya menambah dosa saya. Sampai dia menghembuskan napas terakhir.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya