SOLOPOS.COM - Heddy Lugito

Gerimis kritik-hujan cercaan, tak membuat Presiden Jokowi berhenti bekerja membangun Ibu Kota Negara (IKN) di Kota Nusantara. Beda pendapat itu adalah bunga rampai demokrasi. Dan Presiden pun melakukan kick off dengan berbagai ritual. Mulai dari menyatukan tanah dan air dari berbagai penjuru negeri ini, hingga berkemah di titik nol IKN.

Pembangunan dimulai dengan penghijaun dan penghutanan kembali kawasan IKN. Sekanjutnya akan didirikan Istana Negara dan fasilitas lainnya, mengikuti sejumlah prinsip: kesetaraan, keseimbangan ekologis, keberlanjutan, kelayakan hidup, konektivitas, dan kota cerdas.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Maka, ihwal kecermatan atas tata ruang akan menjadi isu penting. Kawasan IKN itu akan terhampar di daratan seluas 256.144 hektare (2.561,44 km2) ditambah wilayah perairan di hulu Teluk Balikpapan seluas 68.189 hektare (681,89 km2). Pengelolaan tata ruangnya tentu harus pula terjalin harmonis dengan daerah sekitar, yakni Kabupaten Kutai Kartanegara, Kota Balikpapan, dan Kabupaten Penajam Paser Utara.

Berdiri di atas tanah yang berbukit-bukit, kawasan IKN itu akan dikelola Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara yang selanjutnya akan disebut Otorita Ibu Kota Nusantara. Gambaran kasarnya, sekitar 30 persen akan menjadi area permukiman, perkantoran, kawasan bisnis, dan segala fasilitas umumnya. Selebihnya yang 70 persen akan menjadi daerah terbuka hijau.

Kota Nusantara akan menjadi kota yang pantas untuk memasuki milenium ketiga ini. Ia harus layak menjadi IKN yang di tahun 2045 nanti berpotensi menjadi kekuatan ekonomi nomor 4 di dunia. Kota Nusantara harus tumbuh menjadi kota cerdas, produktif, aman dan terpercaya untuk jadi pusat green economy dan blue economy sebagai salah satu pilar utama pembangunan nasional kita. Green scenario menjadi panduan bagi langkah pengembangannya.

Dengan segala visi tersebut, segala rincian atas tata ruangnya harus pula cermat dan visioner. Manajemen tanah menjadi isu yang sangat krusial di bawah bayang-bayang kekuatan hitam, yang dengan keserakahannya bisa membuyarkan segalanya. Mereka adalah mafia tanah dan spekulan tanah.

Kawasan Otorita Ibu Kota Nusantara itu sendiri ialah hasil “pengambilalihan” sebagian dari wilayah administratif Kabupaten Panajem Paser Utara dan Kutai Kartanegara. Sebagian besar wilayah IKN ada di atas tanah negara. Sebagian lainnya tanah rakyat atau tanah adat.

Namun, sebagian tanah negara itu masih dikuasai swasta dalam status Hak Guna Usaha (HGU), dan dimanfaatkan sebagai lahan perkebunan, hutan produksi, hutan tanaman industri (HTI), dan konsesi pertambangan. Sebagian lainnya sudah kembali dikuasai negara seperti halnya kawasan Taman Hutan Raya Bukit Suharto, yang tentu akan dipertahankan sebagai hutan konservasi. Pada sebagian lainnya ada tanah milik rakyat.

Secara bertahap tanah-tanah tersebut akan dibebaskan untuk pembangunan IKN. Soal tata cara dan skema pembebasan tanahnya akan diatur lebih jauh dengan peraturan pemerintah (PP). Tak semua akan dibebaskan, karena tak ada larangan hak milik masyarakat atas atas di IKN. Namun, merujuk ke visi jangka panjangnya, sebagian besar perlu dikuasai oleh negara. Pelaksanaannya dilakukan secara bertahap. Menyertai proses ini, rencana tata ruang yang rinci perlu segera disusun untuk dijadikan landasan pembangunan kawasan.

Bank Tanah

Otorita Ibu Kota Nusantara memerlukan lahan besar, untuk mengatur kota itu agar selaras dengan asas dan prinsip sebagaimana tertera pada UU Nomor 3 tahun 2022 tentang IKN itu. Secara ringkas bisa dikatakan, bahwa IKN Nusantara akan dibangun dengan asas dan prinsip kota yang manusiawi, inklusif, adil, setara, berkedaban, tertib, maju, harmonis, cerda, berkelanjutan dan berketuhanan.

Tata ruangnya akan disesuaikan dengan prinsip dan asas tersebut, yang membuatnya bebeda dari kota-kota besar di Indonesia yang sebagian besar tumbuh dalam desain kota kolonial. Pada desain kota kolonial, permukiman kelompok sosial terbawah tak diperhatikan. Jakarta adalah contohnya. Kelompok sosial strata bawah kesulitan mendapatkan permukiman, dan sebagian harus rela hidup di kawasan kumuh yang miskin akan fasilitas umum, ruang terbuka hijau dan sarana sanitasi.

Pemerintah tidak punya lahan yang cukup untuk menyediakan perumahan rakyat yang layak. Tanah di Jakarta harganya makin tak terjangkau. Sebagian kaum pekerja Jakarta harus bermukim jauh di luar kota, bahkan kini sampai ke Karawang dan Lebak, Banten. Perlu dua jam atau lebih untuk tiba ke tempat kerja. Hal tersebut tak boleh terulang pada di IKN.

Urusan permukiman dan fasilitas umum tak bisa sepenuhnya diserahkan ke pasar properti. Pemerintah pun sedang menyiapkan PP, sebagai turunan dari UU Nomor 3 tahun 2022, terkait masalah tanah di IKN. Pada saat yang sana Bank Tanah yang dibentuk pemerintah dengan PP Nomor 64 tahun 2021 bisa berperan banyak dalam pengelolaan tanah di IKN. Dengan adanya bank tanah ini, ada jaminan lebih besar bahwa kesetaraan dalam pemanfaatan ruang, sehingga tidak ada lagi kelompok yang terpinggirkan secara sosial dan spatial karena kalah dalam persaingan di pasar properti.

Bank Tanah sendiri ialah badan khusus yang diberi kewenangan untuk mengelola tanah. Dalam PP Nomor 64 tahun 2021 itu dikatakan, bahwa Badan Bank Tanah memiliki fungsi reforma agraria. Ada pun “reforma agraria” adalah penataan kembali struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah secara lebih berkeadilan melalui penataan aset, disertai penataan akses untuk kemakmuran rakyat Indonesia.

Masih akan memerlukan proses panjang dan berliku sebelum tanah-tanah di kawasan IKN Nusantara itu bisa dikuasai oleh pemerintah. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum bisa dilakukan oleh instansi tertentu yang memerlukannya, BUMN, atau kini Bank Tanah.

Mafia Tanah

Pada proses konsolidasi dan pengadaan tanah oleh pemerintah itulah biasa muncul potensi gangguan dari para spekulan dan mafia tanah. Para spekulan sering menciptakan harga-harga yang tidak wajar di tengah aktivitas pengadaan tanah oleh pemerintah. Sebagian spekulan lainnya menjadi tukang tadah dari mafia tanah, melalui praktik jual beli tanah-tanah dengan dokumen yang bodong.

Mereka juga tak jarang mereka merekayasa kasus hukum yang seolah terjadi konflik agraria antara pemerintah dan rakyat. Saat ini ditengarai sudah ada aktor-aktor spekulan tanah menyusup ke IKN. Mereka mulai memborong tanah penduduk. Harganya sudah mulai digoreng-goreng. Tindakan komersialisasi tanah mulai digulirkan.

Untuk memastikan semua berjalan sesuai rencana dan tanah tidak dijadikan komoditas, pelibatan segala unsur stake holder sangat diperlukan dalam pengawasan. Keterbukaan dari instansi-instansi pemerintah yang terlibat dalam pembangunan IKN Nusantara sangat diperlukan. Transparansi akan menekan ruang gerak mafia dan spekulan tanah. Proses yang transparan akan membuahkan hasil yang lebih kredibel dan akuntabel.

Dalam konteks inilah kehadiran pers, pegiat medsos, komunitas, LSM dan kelompok-kelompok civil society sangat diperlukan dalam pembangunan IKN ini. Kelompok kritis ini akan cepat mengoreksi bila terjadi penyimpangan di lapangan. Pembangunannya akan berangsung dalam jangka panjang dan dilakukan dengan semangat partisipatif serta gotong royong.

IKN Nusantara, sebagimana yang didamkan Presiden Jokowi, akan menjadi kota yang elok, cantik, ramah, dan terbuka. Tak ada tembok pembatas antar klaster permukiman. Ia akan tumbuh menjadi kota inklusif, cerdas, unik dan asyik dengan hutan alam dan air terjun Tembinus yang akan terjaga keberlanjutannya. Kota Nusantara, kelak akan menjadi kebanggaan rakyat Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya