SOLOPOS.COM - Kondisi blok yang terdiri atas kios-kios baru yang sempit dengan sirkulasi udara yang kurang di Pasar Sukowati Sragen, Sabtu (4/2/2023). (Istimewa/Pardi)

Solopos.com, SRAGEN—Sebanyak sembilan pedagang burung aktif dari 22 kios burung di Pasar Joko Tingkir Nglangon, Sragen, meminta jatah kios di luar Pasar Sukowati Nglangon karena jatah kios di dalam pasar tersebut tidak layak untuk burung dan berisiko burung-burung mati. Zonasi burung itu juga tidak boleh dijadikan satu dengan zona ayam potong karena burung-burung bisa stres.

Keinginan itu diungkapkan Ketua Paguyuban Pedagang Burung Pasar Joko Tingkir Sragen Ristanto, 54, didampingi para pedagang burung lainnya di Kios Burung Pasar Joko Tingkir Nglangon, Minggu (5/2/2023) siang.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Ristanto menerangkan keberadaan pedagang burung di Pasar Joko Tingkir Sragen ini sejak 1990-1991 dan sekarang ramai. Dia mengisahkan awalnya pedagang burung jualan di seputaran terowong Sragen kota. Dia melanjutkan kemudian para pedagang burung dipindah ke kios renteng di Kliteh, Sragen Tengah.

Ekspedisi Mudik 2024

“Pada 1990-1991, kami dioperasi Satpol PP [Satuan Polisi Pamong Praja] untuk pindah ke Pasar Joko Tingkir Sragen yang menjadi satu dengan terminal. Kami dipindah ke sini karena terminal ini sepi. Mestinya kios kami ini yang berada di depan karena Pasar Joko Tingkir ini menghadap ke utara. Tapi malah kios-kios di belakang yang menghadap jalan kampung yang dulunya jalan buntu dapat kios luar,” ujar Ristanto yang diamini Wakil Ketua Paguyuban Pedagang Burung Pasar Joko Tingkir Nglangon, Pardi.

Dia mengungkapkan persepsi inilah yang salah dikira pedagang burung ini penghuni kios dalam. Dia mengatakan para pedagang burung pindah pada 1991 itu belum ada listrik dan mulai babat alas dari nol. Dia mengungkapkan mulai 2001 perdagangan burung mulai ramai sampai sekarang.

“Saat ramai, kami dipindah lagi ke Pasar Sukowati yang tepatnya tidak layak untuk jualan burung. Kalau kami diminta menempati kios baru itu berisiko terhadap dagangan burung. Kami ini pedagang yang taat bayar retribusi, kios tutup saja tetap bayar retribusi,” jelasnya.

Dia meminta sembilan pedagang burung aktif ini diprioritaskan untuk mendapatkan lokasi di luar. Dia mengatakan lebih baik dibuatkan kios semi permanen asalnya di luar pasar pun sudah senang dan bisa menerima daripada di dalam pasar yang sirkulasi udaranya tidak lancar. “Apalagi kalau kami digabung dengan zonasi ayam potong dan permotongan unggas, jelas burung-burung menjadi stres,” ujarnya.

Dia berencana mengadukan persoalan ini ke DPRD Sragen. Pada Senin (6/2/2023), mereka berencana bersurat ke DPRD untuk meminta waktu audiensi. Bila memungkinkan, Ristanto akan bersurat juga ke Bupati Sragen untuk meminta solusi.

Ristanto masih ingat keluh kesah merintis jualan di Pasar Joko Tingkir Sragen. Selama ini dari pemerintah, kata dia, belum membuatkan pasar burung seperti daerah lain. Padahal banyak burung-burung jawara itu, jelas dia, dari Sragen.

Wakil Ketua Paguyuban Pedagang Burung Pasar Joko Tingkir Nglangon, Sragen, Pardi, mengatakan seharusnya zonasi untuk burung ini bergeser tidak dijadikan satu dengan ayam potong karena burung bisa stres dan mati. Dia mengatakan kalau dipaksakan menempati kios baru itu sama saja menghilangkan pedagang burung pelan-pelan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya