Solopos.com, SOLO — Curah hujan yang tinggi selama beberapa pekan terakhir di wilayah Soloraya tentu akan memengaruhi debit air di Sungai Bengawan Solo. Menurut catatan sejarah, banjir bandang sering kali terjadi akibat luapan air Sungai Bengawan Solo.
Hampir setiap tahun warga yang tinggal di bantaran sungai terpanjang dan terbesar di Pulau Jawa itu selalu kebanjiran. Bencana terbaru terjadi pada Februari 2021 yang mana banjir akibat luapan Sungai Bengawan Solo merendam permukiman di wilayah Sukoharjo hingga Karanganyar.
Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal
Dikutip dari tekonsipil.sv.ugm.ac.id, Rabu (10/11/2021), banjir merupakan bencana alam yang terjadi setiap tahun di berbagai wilayah Indonesia saat musim hujan. Penyebab utamanya adalah ketidakmampuan sungai menampung debit air hujan.
Baca juga: Siaga Banjir, Pemcam Polokarto Sukoharjo Siapkan Lokasi Pengungsian
Dalam Majalah Media Dirgantara vol 2 nomor 3 September 2007, LAPAN menyebut banjir besar di daerah aliran sungai (DAS) Bengawan Solo yang padat penduduk semestinya tidak terjadi jika diantisipasi sejak dini.
Berdasarkan hasil pengamatan dan penelitian yang dilakukan, LAPAN memetakan Kota Solo, Sragen, dan Ngawi, merupakan wilayah rawan banjir akibat luapan Bengawan Solo. Penelitian itu juga menemukan fakta bahwa kondisi hutan di DAS Bengawan Solo sangat kritis karena luasnya terus berkurang. Selain itu masalah sedimentasi dan banyaknya sampah juga perlu menjadi perhatian.
Selanjutnya pengalihan fungsi lahan persawahan menjadi permukian yang begitu tinggi tidak dibarengi dengan konservasi air dan tanah yang memadai. Akibatnya, wilayah tersebut menjadi sumber utama penghasil sedimen karena laju erosi, sedimentasi, dan aliran permukaan yang sangat tinggi.
Baca juga: Sungai Bengawan Solo Bagai Tong Sampah Raksasa: Tercemar Limbah Babi, Ayam, hingga Ciu
Banjir bandang akibat luapan Bengawan Solo sebenarnya bukan hal baru. Berdasarkan skripsi karya Ridho Taqabalallah dari Jurusan Ilmu Sejarah UNS Solo tahun 2009 diketahui bahwa banjir pada Maret 1966 menjadi yang paling mengerikan.
Penelitian bertajuk Banjir Bengawan Solo Tahun 1966: Dampak dan Respons Masyarakat Kota Solo menunjukkan fakta bahwa kala itu tanggul penahan air sungai rusak hingga luapan air nyaeis menenggelamkan seluruh wilayah Kota Solo. Hanya Kelurahan Mojosongo dan Kecamatan Laweyan yang tidak terdampak banjir.
Baca juga: Kali Mati, Alur Sungai Bengawan Solo di Klaten yang Tak Lagi Berfungsi
Guna mengantisipasi kemungkinan banjir bandang akibat luapan Bengawan Solo, Pemkot Solo pun melakukan berbagai upaya. Pada 12 Juni 2021 lalu Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono, bersama Kepala BBWS dan Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka, meninjau proyek pembangunan Pintu Air Demangan. Kunjungan kerja itu dilakukan dalam rangka mengecek infrastruktur pengendalian banjir.
Basuki mengatakan banjir di Kali Pepe pada 2020 disebabkan usia Pintu Air Demangan yang sudah tua karena dibangun pada zaman Belanda sekitar tahun 1918.