SOLOPOS.COM - Aris Rismanto, 36, bakul siomai di tepi Jl. Sukowati Sragen membuka layanan transaksi dengan QRIS. Foto diambil Senin (15/5/2023).

Solopos.com, SRAGEN – Hari mulai beranjak siang saat Aris Rismanto, 36, warga Jenggrik, Kedawung, Sragen, mulai menata dagangan ke sebuah gerobak kayu miliknya. Gerobak itu berlokasi di tepi Jl. Sukowati Sragen, tepatnya di sebelah barat Toko Buah ABC.

Sambil menunggu datangnya pembeli, ia mulai mengukus aneka bahan siomai yang sudah disiapkan sang istri dari rumah. Bakso ikan, potongan kentang, tahu, pare, gulungan kol dan telur rebus tersaji di atas gerobaknya.

Promosi Jaga Keandalan Transaksi Nasabah, BRI Raih ISO 2230:2019 BCMS

Aroma khas dari bakso ikan yang dikukus menggoda setiap warga yang lewat di depan gerobaknya. Guyuran saus kacang dipadu sambal dan kecap di atas aneka bahan yang baru keluar dari panci membuat siomai bikinan Aris lebih nikmat disantap saat masih hangat.

Saus kacang, sambal dan kecap tertata di samping sebuah papan kecil yang terdapat gambar barcode. Barcode itu tak lain adalah Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS).

Walau hanya seorang bakul siomai, Aris tahu bagaimana cara memudahkan pelanggan dalam bertransaksi. Bahkan, Aris sudah menggunakan QRIS pada pertengahan 2019, jauh sebelum pandemi Covid-19 melanda Indonesia pada Maret 2020.

“Saya dikenalkan dengan teknologi QRIS oleh pelanggan yang kebetulan seorang mantri BRI pada pertengahan 2019. Saat itu saya masih berjualan keliling,” kata Aris saat ditemui Solopos.com di sela-sela melayani pelanggan yang mampir ke lapaknya, Senin (15/5/2023).

Saat mendapat tawaran untuk menggunakan QRIS, Aris tidak berpikir panjang untuk menyetujuinya. Saat itu, dia merasa yakin bila QRIS bakal jadi model transaksi keuangan di masa depan. Keyakinan itu terbukti saat pandemi Covid-19 mulai menghantam Indonesia pada Maret 2020 silam.

Saat itu, pemerintah mengharuskan warga menerapkan protokol kesehatan secara ketat untuk mencegah penularan Covid-19. Salah satunya dengan cara meminimalkan pembayaran tunai melalui sentuhan tangan karena berpotensi menjadi media penularan Covid-19.

Setidaknya ada tiga manfaat yang dirasakan Aris setelah menggunakan layanan QRIS. Pertama, QRIS mempermudah pembayaran dari pelanggan. Cukup dengan scan barcode, pelanggan bisa membayar siomai langsung ke rekening Aris.

“Setelah pelanggan scan QRIS, tak lama kemudian saya akan mendapat SMS yang memberitahukan bila ada transaksi masuk ke rekening melalui QRIS. Jadi, itu lebih memudahkan pembayaran,” kata dia.

Kedua, QRIS meminimalkan penggunaan uang pecahan. Sebab, pelanggan akan membayar sesuai harga sehingga tidak perlu uang kembalian. “Saat pelanggan ramai, banyak yang membayar dengan uang yang tidak pas. Jadi, kadang saya sampai kebingungan kalau harus mencari dulu uang kembalian. Dengan QRIS, pelanggan bisa bayar pas sehingga saya juga tidak perlu pusing cari kembalian uang,” paparnya.

Ketiga, QRIS bisa mempercepat layanan kepada pelanggan. Mereka tidak perlu mengantre untuk sekadar membayar siomai yang telah disantapnya. “Bagi saya pelayanan ke pelanggan itu nomor satu. Saya berusaha cepat dalam melayani pelanggan. Pesanan harus sesuai keinginan pelanggan. Tapi, memang harus antre kalau ada banyak pelanggan yang datang bersamaan. Kalau pakai QRIS, pelanggan bisa langsung bayar tanpa harus antre,” ucapnya.

Aris beruntung bisa berjualan di tepi Jl. Sukowati Sragen yang banyak dikelilingi oleh pusat perbelanjaan dan perkantoran, terutama perbankan. Dia mengakui cukup banyak pelanggannya yang berasal dari kalangan pekerja bank seperti BRI.

Sebagai pekerja bank, mereka sudah terbiasa memanfaatkan layanan QRIS. “Terkadang mereka pesan via telepon atau WhatsApp. Mereka langsung bayar pakai QRIS, saya cukup antar pesanan ke kantornya,” jelasnya.

Setiap hari, rata-rata Aris bisa menjual 100 porsi siomai. Ia belum pulang jika stok siomai miliknya belum habis terjual. Terkadang dagangannya habis pada pukul 14.00 WIB, namun terkadang juga sampai pukul 16.00 WIB.

“Dari 100 porsi itu, tak banyak yang dibayar melalui QRIS. Yang pakai QRIS jumlahnya tidak pasti. Kadang di bawah 10 orang, kadang lebih dari 10 orang. Kalau di kantor pelanggan ada event, biasanya lebih banyak yang jajan siomai pakai QRIS,” paparnya.

Kini, Aris sudah memiliki cukup banyak pelanggan. Berdasar pantauan Solopos.com, para pelanggan datang silih berganti dengan jeda yang tak lebih dari 2 menit. “Saya jual siomai Rp8.000/porsi. Tapi, kadang ada yang pesen Rp10.000 atau Rp15.000/porsi. Saya biasa mengambil untung 30% dari omzet,” paparnya.

Aris sendiri mulai jualan siomai sejak 2018. Sebelumnya, pekerjaan dia tidak menentu. Ia lebih banyak bekerja sebagai buruh serabutan. Ada kalangan ia ikut jadi kuli bangunan. Namun, bila tidak ada tawaran jadi kuli bangunan, sudah pasti dia menganggur.

“Saya mulai jualan siomai ini saat kondisi saya benar-benar pailit. Kondisi keuangan saya benar-benar di bawah normal. Padahal saat itu anak kedua saya baru lahir,” kenang Aris.

Saat itu, Aris hanya memiliki tabungan Rp700.000. Dia dihadapkan pada situasi yang dilematis. Dengan uang itu, ia bisa membeli berbagai keperluan dapur dan kebutuhan sehari-hari yang mungkin cukup untuk satu bulan. Namun, setelah itu dia akan kebingungan untuk mencukupi kebutuhan bulan berikutnya.

Setelah melalui pertimbangan yang matang, akhirnya ia memilih menggunakan uang itu sebagai modal usaha jualan siomai. “Dari Rp700.000 itu, saya pakai Rp500.000 untuk membeli beronjong, kompor, panci dan lain-lain. Sisannya, Rp200.000 saya belanjakan untuk bahan baku siomai. Dulu saya memulai usaha dengan berkeliling menggunakan sepeda motor. Saya berhenti dari satu sekolah ke sekolah lain untuk berjualan siomai,” jelasnya.

Datangnya pandemi Covid-19 jelas membuat semua pelaku UMKM seperti Aris terpukul. Bagaimana tidak, saat itu semua sekolah ditutup untuk mencegah penularan Covid-19. Sebagian besar perusahaan juga menerapkan work from home (WFH) bagi karyawan sehingga daganganya susah terjual. Beruntung, pemerintah sudah mencabut pembatasan kegiatan masyarakat pada akhir 2022 seiring menurunnya temuan kasus Covid-19.

Penggunaan QRIS bagian dari inovasi dirinya dalam memaksimalkan layanan kepada pelanggan. Walau pengguna QRIS saat ini belum banyak, ia yakin bila teknologi ini bakal menjadi model transaksi keuangan yang aman di masa depan.

Sementara itu, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk mencatatkan peningkatan angka penggunaan QRIS hingga 1.000 persen pada momen Lebaran bila dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu. Direktur Jaringan dan Layanan BRI Andrijanto mengatakan hal ini menunjukkan penggunaan QRIS semakin diminati masyarakat karena lebih mudah dan cepat. “Penopang utama dalam kenaikan ini berasal dari transaksi merchant,” katanya dalam rilis yang diterima Solopos.com.



Andrijanto juga mengatakan BRI menjamin keamanan bagi nasabah selama bertransaksi. Dirinya memastikan BRI telah melakukan verifikasi data sesuai SOP di antaranya mewajibkan pihak merchant melampirkan KTP yang langsung tervalidasi ke portal Dukcapil. Selanjutnya, terdapat perjanjian kerja sama yang wajib ditandatangani pihak pemilik merchant. Hal ini guna mencegah adanya penyajian laporan keuangan palsu secara sengaja atau fraud QRIS.

Guna menghindari adanya penyalahgunaan QRIS oleh merchant, Marketing BRI selalu on the spot ke untuk melihat langsung lokasi usaha merchant. “Dalam hal penginputan nama merchant selalu dilakukan verifikasi yang ketat di mana nama usaha disesuaikan dengan signage usaha ataupun clue seperti alamat dan nama jalan,” jelas Andrijanto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya