Solopos.com, SEMARANG -- Empat mahasiswa Universitas Dian Nuswantoro (Udinus) Semarang menciptakan alat deteksi diabetes melitus. Alat yang diberi nama 'Gluconoy’ ini diklaim lebih unggul dari alat lain karena tidak menimbulkan luka di jari pasien dan hasilnya dapat diakses di telepon pintar.
Keempat mahasiswa yang menciptakan alat pendeteksi diabetes melitus itu berasal dari Program Studi (Prodi) S1 Teknik Biomedis. Keempat mahasiswa itu yakni Diana Almaas Akbar Rajah, Annelicia Eunice Arabelle, Nadiya Nurul, dan Kevin Tedjakusuma Tee. Dalam perancangan desain dan uji coba alat, empat mahasiswa itu dibimbing langsung dosen Fakultas Teknik Udinus, Sari Wulandari.
Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi
Alat yang menggunakan rangkaian sensor (spektrofotometri) memiliki komponen utama LED putih, Light Dependent Resistor (LDR), keping polikarbonat (CD), dan motor dengan mikrokontroler ESP32. Rangkaian spektrofotometri ini akan memberikan akurasi cahaya tampak (merah, kuning, hijau, ungu, biru) dan perawatan yang mudah.
Baca juga: Polisi Tidur Otomatis Seperti Ini Layak Diaplikasikan di Indonesia
Dalam penerapannya metode yang digunakan adalah ekstraksi ciri dengan menggunakan teknik Principal Component Analysis (PCA). Metode tersebut terbukti dapat menghasilkan akurasi mencapai lebih dari 95%. Proses penggunaannya, jari tangan pasien diletakkan pada slot alat yang telah tersedia. Kemudian LDR akan bekerja mendeteksi perubahan intensitas cahaya yang dimiliki oleh darah akibat dari paparan 5 jenis cahaya tampak.
Perubahan tersebut dihasilkan oleh pembiasaan cahaya putih dengan keping polikarbonat. Dalam menghasilkan warna yang beragam, mereka menggunakan penggerak otomatis berupa motor kecil, di mana tiap pergerakannya dapat mengubah posisi sudut keping polikarbonat sebanyak 30 derajat.
Hasil deteksi dari proses tersebut akan berupa sinyal analog, kemudian dikonversikan melalui alat bernama Analog to Digital Convertion (ADC). Setelah proses konversi dilanjutkan mencari karateristik dan ekstraksi menggunakan teknik PCA.
Dari hasil tersebut akan menghasilkan dua indikator yakni high dan low. Hasil deteksi tersebut nantinya dikirimkan ke aplikasi (smartphone) melalui modul Wi-Fi yang dimiliki oleh ESP32.
Digunakan Secara Global
Baca juga: Hari Guru, Udinus Semarang Kukuhkan Guru Besar Ilmu Akuntansi
Ketua tim alat Gluconoy, Diana Almaas Akbar Rajah, menjelaskan bahwa alat yang ia ciptakan bersama timnya memiliki berbagai kelebihan dibandingkan alat tes diabetes lainnya. Satu di antaranya yakni bersifat non-invasif atau tidak membutuhkan luka dalam proses pendeteksiannya.
Tak hanya itu saja, Gluconov juga menjadi alat deteksi gula darah pertama yang menerapkan spektrofotometri dan memiliki akurasinya lebih dari 95%.
“Alat yang kami ciptakan ini telah terkoneksi dengan smartphone melalui aplikasi yang dapat didownload melalui google play store. Dapat juga digunakan secara global pada negara-negara di Asia, Eropa, Timur Tengah, Afrika, dan Amerika,” jelasnya.
Baca juga: Teknologi 4.0 Apartemen Ayam 5 Lantai, Pakan Hingga Kotoran Minim Sentuhan
Alat deteksi diabetes Gluconoy,lanjut Diana juga telah diuji dan berhasil meraih medali emas dalam ajang Asean Innovation Science and Entrepreneur Fair 2021. Alat ini rencana akan diproduksi secara massal dan dipasarkan dengan harga terjangkau.
“Harga alat ini kita banderol sekitar Rp370.000 dengan garansi 3 tahun. Sedangkan untuk aplikasi cukup membayar US$1,” ujar Diana,
Diana pun berharap Gluconoy mampu menjadi solusi bagi penderita diabetes yang harus melakukan pengecekan gula darah secara rutin.