SOLOPOS.COM - Warga menunjukkan yoni dan arca yang masih tersisa di kawasan situs Mbah Gempur, Desa Jonggrangan, Kecamatan Klaten Utara, Selasa (8/92020). (Solopos/Taufiq Sidik Prakoso)

Solopos.com, KLATEN — Candi dari era Mataram Kuno diyakini pernah berdiri di Desa Jonggrangan, Kecamatan Klaten Utara, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Lokasi yang diperkirakan pernah berdiri candi itu berada di lahan pekarangan Dukuh Sunggihan yang dikenal dengan Situs Mbah Gempur.

Di bawah pohon bendo tua yang menjulang, ada gundukan tanah berisi batu bata merah berukuran besar dengan dimensi panjang lebih dari 30 sentimeter, lebar 20 sentimeter, serta tebal 10 sentimeter. Pada sejumlah batu bata merah itu terdapat ukiran berbentuk sulur.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Selain tumpukan batu bata merah, ada batu andesit berbentuk yoni, kala, serta arca Shiwa. Sayangnya, kondisi arca sudah rusak dan pecah menjadi tiga bagian serta bagian kepala hilang.

Pegiat pelestari cagar budaya dari Klaten Heritage Community (KHC), Hari Wahyudi, mengatakan situs Mbah Gempur diperkirakan merupakan reruntuhan candi. Reruntuhan itu diperkirakan dibangun pada era Mataram Kuno abad ke-9 hingga ke-10.

Sumbangan Duka Pemakaman Anak Dipakai Pesta Bugil, Ibu Muda Ditahan

Candi diyakini semasa dengan Candi Prambanan. "Ikon yang ditampilkan sama dengan Candi Prambanan seperti ikon arca," kata Hari saat ditemui wartawan di kawasan situs Mbah Gempur, Selasa (8/9/2020).

Unik

Candi yang diperkirakan dibangun pada masa Mataram Kuno itu juga memiliki struktur unik. Pasalnya, material candi berupa batu bata merah tak seperti kebanyakan candi lainnya di sekitar Prambanan. Hal itu dimungkinkan lantaran menyesuaikan material yang ada di sekitar lokasi Mbah Gempur.

Sayangnya, kawasan situs Mbah Gempur memprihatinkan. Batu bata merah yang diperkirakan menjadi penyusun candi berserakan serta terpendam pada gundukan tanah. Sebagian batu bata merah pecah. Ada pula batu bata merah yang terangkat dari akar pohon tua yang ambruk beberapa tahun silam.

Hari mengaku KHC sudah mendata kawasan situs Mbah Gempur pada 2019 lalu. KHC juga berulangkali melaporkan kondisi situs Mbah Gempur ke Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jateng.

"Saya sudah laporkan ke BPCB karena memang kondisinya memprihatinkan ketika pohon ambruk. Kami juga kembali melaporkan kondisi situs yang terancam karena yang berada diantara pembangunan perumahan," kata Hari.

Hari juga menjelaskan benda diduga cagar budaya yang ada di kawasan situs itu juga rawan dengan pencurian. Dia mencontohkan arca Shiwa yang kini berada di kawasan situs itu pernah hilang.

"Dari cerita warga di sekitar sini, pernah ada orang membawa sepeda kayuh dengan beronjong dari lokasi ini. Kemudian ada warga yang tahu dan melihat ternyata di dalam bagor itu isinya arca. Kemudian ditanya mengakunya dari petugas. Setelah itu arca tersebut ditinggalkan oleh orang tersebut di jalan," kata Hari.

Hari berharap ada tindak lanjut dari instansi terkait untuk melakukan pengamanan hingga penelusuran sejarah candi tersebut. "Perlu dilakukan ekskavasi. Kami berharap dari Balai Arkeologi Yogyakarta bisa melakukan kajian lebih lanjut, paling tidak situs ini [candi yang diperkirakan dari Kerajaan Mataram Kuno] bisa diselamatkan," jelas dia.

Langka

Peneliti senior dari Balai Arkeologi Yogyakarta, Gunadi, mengatakan situs Mbah Gempur cukup menarik. Pasalnya, bangunan candi berbahan batu bata cukup jarang ditemukan terutama di wilayah Klaten.

Kasus Covid-19 di Sragen Tambah 4, Korban Jiwa Tambah Lagi

"Temuan ini meunjukkan Klaten dahulunya menjadi bagian juga kerajaan mataram kuno. Kedua candi batu bata itu cukup langka," jelas dia seusai mengunjungi situs Mbah Gempur.

Gunadi mengatakan kondisi candi rusak parah. Salah satunya lantaran faktor cuaca terutama ketika pohon yang menaunginya ambrok hingga mengangkat pondasi bangunan.

Gunadi mengatakan Balai Arkeologi Yogyakarta akan mengaji keberadaan situs tersebut salah satunya untuk mencari keterkaitan situs Mbah Gempur dengan Candi Prambanan.

Salah satu warga yang tinggal tak jauh dari situs Mbah Gempur, Sudirin, 64, mengatakan belakangan warga membersihkan kawasan situs Mbah Gempur agar tak terkesan wingit. Dia mengaku selama ini kawasan situs tersebut kerap didatangi warga dari luar daerah pada malam-malam tertentu.

"Dari cerita yang saya peroleh, nama kawasan ini diambil dari nama sesepuh yang pernah menjaga kawasan situs ini yang namanya Mbah Gempur," kata Sudirin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya