SOLOPOS.COM - Petugas penggali menyemprotkan air di salah satu bangunan di situs Beji di Desa Karangpatihan, Kecamatan Balong, Kabupaten Ponorogo, Jumat (25/8/2017). (Abdul Jalil/JIBI/Madiunpos.com)

Warga Desa Karangpatihan enggan ditawari jadi penggali Situs Beji.

Madiunpos.com, PONOROGO — Tim ekskavasi situs Beji dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Trowulan Jawa Timur kesulitan mencari tenaga teknis untuk menggali situs bersejarah di Desa Karangpatihan, Kecamatan Balong, Ponorogo, itu.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Warga setempat takut karena situs petirtaan itu dianggap angker dan mistis. Situs Beji sejak lama dikenal angker oleh masyarakat setempat.

Ketua Tim Ekskavasi Situs Beji dari BPCB Trowulan, Wicaksono Dwi Nugroho, mengaku membutuhkan 10 orang untuk membantu proses penggalian situs yang diprediksi telah ada sejak abad ke-14 Masehi itu. Dia hanya bisa mendapatkan empat tenaga dari masyarakat setempat yang mau membantu proses penggalian.

“Kami dari awal turun ke sini, Rabu kemarin, itu untuk mencari tenaganya susah banget. Mereka pada takut untuk bekerja menggali situs tersebut,” kata dia saat ditemui Madiunpos.com di lokasi ekskavasi, Jumat (25/8/2017) siang.

Wicaksono menuturkan ekskavasi situs pemandian yang diduga peninggalan kerajaan Majapahit ini membutuhkan tenaga tambahan. Mengenai kekurangan petugas penggali itu, dia telah meminta salah seorang pekerja mencarikan tambahan tenaga supaya proses ekskavasi bisa berjalan sesuai target.

Sebelum memulai penggalian situs, dia bersama warga setempat juga melakukan ritual atau kenduren di sekitar lokasi situs. Kenduren tersebut menyediakan nasi tumpeng, ayam ingkung, kembang tujuh rupa, hingga pembakaran menyan.

Menurut dia, kenduren atau ritual tersebut dilakukan supaya proses penggalian situs bisa berjalan sesuai rencana. Selain itu, ritual tersebut menyesuaikan adat Desa Karangpatihan.

“Pada bulan Sura juga banyak orang yang datang ke situs ini. Banyak ritual di sekitar situs ini,” kata dia.

Wicaksono mengatakan bisa saja mencari tenaga penggali dari luar desa itu. Tetapi, hal itu tidak dilakukan dengan pertimbangan warga setempat tidak terima karena mereka takut akan ada bahaya yang datang. Untuk itu, dia sebisa mungkin mencari petugas penggali dari desa setempat.

Seorang tenaga penggali situs, Khoirudin, 35, mengakui diminta membantu penggalian situs tersebut oleh tim dari BPCB. Per hari, pria yang sehari-harinya petani ini dibayar Rp70.000.

Dia mengakui banyak warga enggan menerima pekerjaan ini karena takut. “Saya enggak [takut],” kata dia singkat.

Khoirudin menuturkan selama proses penggalian sejak Rabu hingga Jumat tidak pernah mengalami masalah. Proses penggalian yang paling berat yaitu menyingkirkan lumpur yang menutupi situs.

“Jadi di bawah itu ada lantainya, kaki saya tadi sudah menginjak lantai yang sepertinya terbuat dari bata,” ungkap dia.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya