SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat cadangan batu bara nasional meningkat menjadi sekitar 37 miliar ton tahun ini. Jumlah tersebut naik 52,7% dibandingkan tahun lalu, yakni 24,23 miliar ton.

Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara Kementerian ESDM Sri Raharjo mengatakan, peningkatan tersebut berasal dari sumber daya yang dieskplorasi. Pada 2017 sumber daya batu bara tercatat sebesar 125,17 miliar ton.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Dia menyebutkan jika produksi batu bara setelah 2019 konstan sebesar 400 juta ton (asumsi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional/RPJMN) dan cadangan batu bara tidak bertambah, diperkirakan batu bara akan habis dalam 69 tahun lagi atau pada 2086.

“Cadangan batu bara kita kecil dibandingkan negara lain. Ini warning, kita lihat tinggi produksi versus cadangan. Asumsi 2019 produksi 400 juta, dibandingkan cadangan 2017 batu bara akan habis di 2086 karena dieskploitasi sepenuhnya. Kalau misalnya satu tahun ada peningkatan eksplorasi 1% saja, habisnya cadangan akan mundur ke 2139,” ujarnya, Kamis (4/10/2018).

Sementara itu, produksi batu bara tahun ini masih lebih tinggi dari RPJMN. Sri berujar peningkatan produksi tidak bisa ditahan karena di antaranya banyak pemegang izin yang mulai beralih dari eksplorasi ke produksi, kemudian ada kebutuhan peningkatan cadangan devisa.

Menurutnya, pengendalian produksi bisa dilakukan melalui beberapa cara, seperti pembatasan jam kerja, pembatasan pemberian izin eksploitasi lahan tambang yang bersinggungan dengan wilayah hutan, dan lainnya.

“Di beberapa provinsi juga strateginya pembatasan penggunaan jalan raya sebagai jalan angkutan batu bara. Itu otomatis ganggu produksi. Jadi pengendalian produksi ini kewenangannya banyak di daerah,” katanya.

Koordinator Nasional PWYP Indonesia Maryati Abdullah mengkritik bahwa pengendalian produksi oleh pemerintah masih mengandalkan usulan rencana produksi perusahaan. Karena itu, pemerintah dinilai tidak memiliki kuasa penuh untuk mengendalikan produksi.

“Saat penyusunan RKAB itu self proposing, masih andalkan usulan perusahaan. Pengusaha selalu bilang mereka terikat perjanjian jual beli jangka panjang. Bagaimana pemerintah mengatur pengendalian kalau kita menyerah pada perjanjian perusahaan,” katanya.

Menurutnya, sudah saatnya mekanisme penentuan kuota produksi diubah menjadi mekanisme top down. Negara yang harus berada diposisi atas dalam menentukan produksi dengan mempertimbangkan RUEN dan RPJMN.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia menilai eksplorasi harus terus didorong untuk meningkatkan cadangan batu bara. “Cadangan dah segini kita harus hemat-hemat, produksi dikurangin. Padahal harusnya kekayaan yang kita miliki harus dikembangkan. Itu tantangan kita bagaimana mengembangkan cadangan kita lebih banyak,” katanya.

Pemerintah, katanya, harus membuat kebijakan yang dapat mendorong kegiatan eksplorasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya