SOLOPOS.COM - Ilustrasi vaksinasi Covid-19. (Freepik.com)

Solopos.com, SOLO--Vaksinasi yang berlangsung di Tanah Air menjadi salah satu strategi mengakhiri pandemi Covid-19.

Namun, harapan terbentuk herd immunity atau kekebalan kelompok dari vaksinasi ini membutuhkan waktu yang panjang. Hal ini membutuhkan kedisiplinan masyarakat terhadap protokol kesehatan.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Herd Immunity bisa terjadi dengan minimal 70 persen jumlah populasi wilayah memiliki antibodi atau kekebalan. Kekebalan dilakukan dengan cara buatan seperti intervensi vaksinasi.

Baca Juga: Anjuran Terbaru dari WHO Soal Pemakaian Masker, Termasuk di Rumah

Sebagai gambaran, misalnya Indonesia berpenduduk 260 juta orang. Herd immunity bisa dibangun dengan sedikitnya sekitar 182 juta orang atau setara 70 persen memiliki kekebalan. Kondisi bisa mencegah penularan dan 30 persen populasi lainnya tidak perlu vaksinasi.

Persoalannya ada waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kekebalan kelompok. Seseorang yang divaksin tidak serta merta memiliki kekebalan secara cepat. Kekebalan yang diciptakan dari vaksinasi baru terjadi pada pekan kedua setelah suntikan kedua. Belum lagi, waktu untuk vaksinasi yang bisa dipengaruhi oleh ketersediaan dan distribusi vaksin.

“Kalau dua tahun juga masih kurang. Jadi protokol kesehatan tidak bisa tidak,” kata Juru Bicara Vaksin dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Iris Rengganis, dalam talkshow virtual yang digelar Satgas Penanganan Covid-19, 15 Januari 2021.

Baca Juga: PPKM Bikin Kunjungan Wisata ke Bandungan Anjlok

Klaster Keluarga

Kendati demikian, vaksin bukanlah panasea untuk mengakhiri pandemi. Sebab, vaksin tidak melindungi 100 persen dari infeksi penyakit. Namun, seseorang yang divaksin memiliki derajat sakit lebih ringan daripada orang yang tidak divaksin.

Maka, kepatuhan terhadap protokol kesehatan seperti memakai masker, menjaga jarak dan menghindari kerumunan, serta mencuci tangan pakai sabun wajib terus dilakukan. Hal ini juga penting untuk mencegah penularan Covid-19 di klaster keluarga.

“Vaksin belum cukup, baru Sinovac. Untuk anak belum ada, lansia belum ada. Mudah-mudahan produk lain bisa untuk lansia. Karena kalau masih jomplang tidak tercapai herd immunity,” ujar Iris.

Iris mengajak masyarakat untuk disiplin menerapkan protokol kesehatan. Tanpa kedisiplinan ini, vaksinasi yang dilakukan akan berjalan lambat. “Tetap jaga protokol kesehatan meski sudah vaksin, sampai kapan? Sampai pandemi berakhir. Jangan lengah,” tutur Iris.

Baca Juga: Pandemi, Siswa di Sragen Harus Pakai Seragam Saat Sekolah Daring

Butuh Ikhtiar

Ketua Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia, M. Asrorun Ni'am Sholeh, mengatakan Covid-19 merupakan realitas di tengah-tengah masyarakat yang mengancam keselamatan dan kesehatan publik. Maka, butuh ikhtiar bersama-sama untuk memutus mata rantai penularannya.

“Ada wabah ini kekuasaan Allah adalah iya. Tapi kita wajib ikhtiar, berusaha semaksimal mungkin pas sakit untuk berobat dan mencegah sakit,” kata Ni’am.

Ia mencontohkan apabila ada wabah, seseorang jangan masuk ke wilayah tersebut. Tindakan ini bukan berarti menentang takdir Allah, melainkan ikhtiar agar tidak terpapar sakit. Sebaliknya, apabila seseorang berada di daerah wabah, ia dilarang keluar. Sebab, ini merupakan ikhtiar agar jangan sampai menularkan ke orang lain.

Baca Juga: Jauhi Virus Corona, Bukan Orangnya 

“Ini bagian dari ikhtiar yang diajarkan Rasulullah. Sabagai umat harus bertanggung jawab menjaga kesehatan diri dan orang lain. Komitmen menjaga kesehatan publik menjadi bagian tak terpisahkan dari komitmen menegakkan salah satu dari lima sendi keagamaan yaitu menjaga jiwa,” ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya