SOLOPOS.COM - Suharsih (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO — Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka kini menghadapi beberapa masalah pelik. Butuh sikap dan langkah tegas pemimpin untuk menyelesaikan. Salah satu masalah itu adalah hunian liar di makam Bong Mojo, Kecamatan Jebres, Kota Solo.

Berawal dari warga yang membersihkan lahan makam kemudian mendirikan hunian. Status lahan itu besertifikat hak pakai nomor  62 dan 71 atas nama Pemerintah Kota Solo sejak 2019. Warga memperjualbelikan lahan tersebut tanpa izin.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Warga menjual lahan milik pemerintah itu dengan harga Rp2 juta-Rp24 juta per petak, tergantung luas dan posisi. Hunian liar semakin bertambah. Dibangun di mana pun tersedia lahan lapang di sela-sela makam orang keturunan Tionghoa itu.

Ketika kali pertama diketahui saat inspeksi mendadak oleh anggota Komisi III DPRD dan instansi terkait, seperti Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan Kota Solo, pada awal Juli 2022 lalu, jumlah hunian liar di lahan itu ratusan unit.

Ekspedisi Mudik 2024

Sebagian hunian masih dibangun. Sebagian sudah ditempati. Mereka memiliki fasilitas dasar hidup seperti listrik dan air. Masalah jual beli lahan itu kini ditangani polisi setelah beberapa organisasi pemerintah daerah di Kota Solo secara kolektif membuat laporan.

Aparat Polresta Solo menetapkan dua orang sebagai tersangka. Polisi juga menyelidiki kemungkinan ada mafia tanah. Penyelidikan menemukan ada warga di lahan Bong Mojo yang memiliki sertifikat.

Tugas Pemerintah Kota Solo tak lantas berhenti di situ. Publik saat ini menunggu langkah tegas pemerintah kota mengatasi hunian liar di lahan Bong Mojo. Bukan keputusan yang mudah. Pemerintah Kota Solo tidak bisa asal menggusur.

Ada persoalan hak asasi manusia. Pemerintah harus tetap memanusiakan manusia. Pemerintah kota juga tidak bisa terus menunda-nunda upaya penertiban. Hingga kini sudah dua bulan sejak kali pertama hunian liar itu terungkap.

Pemerintah Kota Solo sudah beberapa kali menyosialisasikan rencana penertiban kepada warga penghuni lahan Bong Mojo. Langkah penertiban terbaik adalah yang berujung win-win solution sekaligus menimbulkan efek jera.

Jangan ada lagi warga sembarangan membangun hunian di lahan yang bukan milik mereka. Tentu lebih baik penertiban segera dilakukan. Semakin lama ditunda akan memunculkan kesan pemerintah tidak tegas dan warga semakin berani.

Hunian liar akan semakin banyak dan Pemerintah Kota Solo akan semakin kesulitan menertibkan. Kekurangtegasan pemerintah bisa menjadi preseden buruk pada masa mendatang. Bisa saja persoalan hunian liar akan muncul lagi di tanah-tanah lainnya.

Persoalan lain yang saat ini juga menunggu keputusan tegas Pemerintah Kota Solo adalah perdagangan daging anjing yang sudah lama menjadi kontroversi. Koalisi Dog Meat Free Indonesia (DMFI) berulang kali meminta Pemerintah Kota Solo melarang perdagangan daging anjing.

Pendekatan Komprehensif

Permintaan itu berlandasan argumentasi kuat. Pertama, DMFI menilai anjing bukanlah hewan ternak untuk konsumsi. Kedua, ada ancaman persebaran penyakit zoonosis seperti rabies yang bisa menular kepada manusia.

Ketiga, tentang kesejahteraan hewan.  DMFI menemukan fakta anjing-anjing disembelih dengan cara-cara yang sangat kejam. Disiksa lebih dulu. Hasil investigasi DMFI termutakhir menunjukkan terjadi pembuangan darah dan organ sisa penyembelihan anjing dari rumah-rumah jagal di Kota Solo ke sungai yang bermuara di Bengawan Solo.

Ini persoalan serius karena limbah itu bisa mengancam ekosistem sungai dan kesehatan warga. Membuat kebijakan melarang perdagangan daging anjing juga bukan hal mudah untuk dilakukan. Tidak semudah melarang orang menyembelih anjing dan menutup warung-warung penjual olahan daging anjing.

Ada persoalan sikap, budaya, kebiasaan, dan kegemaran masyarakat mengonsumsi daging anjing yang sudah mengakar selama puluhan tahun, bahkan ratusan tahun. Mengurangi atau menghilangkan kebiasaan dan kegemaran makan daging anjing inilah yang paling sulit.

Tim Subdirektorat Kesejahteraan Hewan Direktorat  Kesehatan Masyarakat Veteriner Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian pada 2018-2019 pernah melakukan survei untuk mengetahui fakta perdagangan daging anjing di Indonesia.

Hasil survei yang diunggah di laman repository.pertanian.go.id menunjukkan  perdagangan daging anjing dapat menimbulkan dampak negatif seperti persebaran penyakit hewan, penyimpangan aspek kesejahteraan hewan, gelombang protes kalangan pencinta hewan, dan isu politik.

Perdagangan daging anjing juga berdampak positif pada lapangan pekerjaan bagi pedagang, khazanah kuliner, dan mitos khasiat daging anjing bagi kesehatan. Perlu pendekatan yang komprehensif seperti pembuatan peraturan daerah dan mencarikan alternatif lapangan pekerjaan baru bagi pedagang daging anjing.

Hasil survei itu juga menyimpulkan aksi fisik bukanlah langkah yang tepat untuk mengakhiri perdagangan daging anjing. Komunikasi, informasi, dan edukasi pilihan paling tepat untuk mengubah sikap, perilaku, dan kebiasaan mengonsumsi daging anjing.

Hal lain yang tak kalah penting adalah monitoring, pemetaan, dan memperketat pengawasan perdagangan daging anjing berbasis pengendalian penyakit hewan, lalu lintas hewan, penerbitan sertifikat veteriner, kontrol check point, dan meningkatkan koordinasi dengan daerah pemasok.

Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka sudah menyampaikan sikap dan keinginan agar Kota Solo memiliki peraturan daerah untuk mengatur peredaran dan konsumsi daging anjing. Patut dtunggu seperti apa peraturan daerah tersebut.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 7 September 2022. Penulis adalah jurnalis Solopos Media Group)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya