SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, WONOGIRI Nasib bus bumel dengan trayek Solo-Wonogiri kini sangat memprihatinkan. Bus yang pernah berjaya hingga awal tahun 2000 itu kini semakin meredup pamornya.

Tidak banyak perusahaan otobus (PO) yang bertahan melayani penumpang. Dua pekerja bus bumel yang ditemui Solopos.com pada Selasa (28/6/2022), mengakui nasib mereka yang kian mengenaskan.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Jarum jam tepat menunjukkan pukul 04.00 WIB. Suparno, 54, sopir bus bumel jurusan Solo-Wonogiri mulai menginjak pedal gas keluar dari garasi di Kelurahan Giritirto, Kecamatan Wonogiri, Kabupaten Wonogiri.

Di dalam bus tersebut juga terdapat dua kondektur. Masing-masing Mulyanto dan Agus yang berdiri di pintu depan dan pintu belakang.

Matahari belum benar-benar terbit ketika bus yang disopiri Suparno tiba di Perempatan Gudang Seng. Lokasinya tidak jauh dari Pasar Kota Wonogiri.

“Kami biasa sarapan dulu di sini sebelum ke Terminal Pracimantoro,” kata Nano, sapaan akrab Suparno di salah satu warung makan yang berderet di sebelah selatan perempatan Gudang Seng, Selasa pagi.

Sembari sarapan, mereka menunggu penumpang tujuan Pracimantoro atau daerah lain seperti Wuryantoro dan Eromoko. Tepat pukul 05.30 WIB, bus berangkat menuju terminal Pracimantoro.

Baca Juga: Legend! Deretan Bus Bumel Solo-Jogja, Pernah Naik?

Sepi Penumpang

Bus melaju dengan kecepatan sedang. Berharap ada penumpang lain yang turut naik. Dari Gudang Seng ke Pracimantoro, tidak lebih dari 15 orang yang menaiki bus keluaran tahun 2004 tersebut. Padahal kursi bus tersebut berjumlah 56 model dua-tiga.

Nano dan dua kondekturnya merupakan yang tersisa dari masa kejayaan bus bumel Solo-Wonogiri di masa lampau. Mereka memilih bertahan mengoperasionalkan bus ekonomi non-AC Solo-Wonogiri meski penumpangnya tak seramai dulu.

Sementara, beberapa kru bus lain telah memilih banting setir ke pekerjaan lain. Perusahaan otobus (PO) yang mempekerjakan mereka hanya berani mengoperasionalkan dua bus dari sembilan bus yang tersedia. Hal itu terjadi sejak virus Covid-19 mewabah di Indonesia.

Baca Juga: Apa Itu Bumel, Kok Dipakai Untuk Menggambarkan Bus

“Ya seperti ini keadaan setiap hari. Penumpangnya sepi. Apalagi sejak ada pandemi Covid-19. Semua jadi kacau. Bayangkan saja, dari sembilan bus yang ada, kami hanya menjalankan dua bus. Semua PO bus mengalami hal serupa. Tidak hanya kami,” kata Mulyanto kondektur PO Raya.

Dari pengurangan bus tersebut mengakibatkan permasalahan pada kru atau karyawan. Jumlah kru bus PO Raya sedikitnya 27 orang. Setiap bus berisi tiga orang, terdiri dari Sopir dan dua kondektur.

Dengan hanya dua bus yang beroperasi, mereka harus bergantian bertugas. Misalnya, setiap satu pekan sekali, mereka harus bergantian mengoperasikan bus. Keadaan tersebut tidak bisa dihindari agar para kru bus tetap memiliki pendapatan.

Berbekal keadaan yang masih seperti sekarang ini, pendapatan yang mereka dapatkan tidak sebanding dengan risiko yang diperoleh di jalan. Dalam sehari, satu bus harus menghasilkan minimal Rp1 juta.

Baca Juga: Ternyata Bus Bumel di Jateng Paling Banyak Ada di Daerah Ini

Jumlah Setoran

Nominal tersebut belum termasuk upah sopir dan kondektur. Sebaliknya, jumlah tersebut hanya cukup membeli solar dan setoran kepada pemilik PO. Dalam sehari, bus bumel Wonogiri-Pracimantoro harus mengeluarkan Rp400.000 untuk pembelian solar.

Jumlah setoran yang harus diberikan kepada bos atau juragan, paling sedikit Rp750.000 per hari. Sisa Rp350.000 untuk biaya operasional di jalan, seperti makan, rokok, dan membayar retribusi terminal.

“Kadang kami harus mengalah tidak dapat bagian [upah] karena memang penumpangnya sepi,” ungkap Mulyanto sembari menunggu penumpang naik dari Pracimantoro-Solo.

Tarif Bus Trayek Solo-Pracimantoro

Tarif bus bumel trayek Solo-Pracimantoro Wonogiri saat ini senilai Rp30.000/orang. Tarif itu naik Rp10.000 sejak pandemi Covid-19. Kenaikan tarif dilakukan agar mereka bisa menutup biaya operasional karena sepinya penumpang.

Baca Juga: Deretan Bus Sejuta Umat di Jateng, Meski Bumel Tetap Dicinta

Kendati demikian, banyak penumpang yang tetap membayar tarif lama. Bahkan tidak jarang membayar di bawah Rp20.000. Terlebih, para pegawai yang melaju kerap membayar separuh harga yang telah ditentukan.

“Malahan tidak jarang para penumpang hanya membayar Rp7.000-Rp10.000. Padahal mereka pegawai. Saya kalau mau minta lebih, ya pekewuh karena mereka setiap hari naik. Kalau tarifnya dinaikkan mereka protes,” jelas pria yang sudah menjadi kondektur belasan tahun itu.



Alhasil, penghasilan para kru bus kerap tidak dapat menutup biaya operasional. Keadaan itu diperparah dengan banyaknya masyarakat yang beralih ke moda transportasi pribadi, sepeda motor dibandingkan transportasi umum.

Mulyanto dan kru bus lain bekerja hampir dua belas jam sehari. Mereka berangkat pukul 04.00 WIB dan pulang pukul 15.00 WIB.

Baca Juga: “Digasak” Bus Patas Surabaya-Jogja, Bumel Solo-Jogja Tiarap

Bus yang mereka bawa hanya melayani rute Wonogiri-Pracimantoro, Pracimantoro-Solo, Solo-Pracimantoro, dan Pracimantoro-Wonogiri.

Bus Bumel Trayek Solo-Pracimantoro Pernah Berjaya

Kondektur bus PO Raya lain, Widadi, mengungkapkan bus bumel trayek Solo-Pracimantoro pernah berjaya pada era 1980 hingga awal tahun 2000.

Kala itu, tidak ada cerita bus bumel sepi penumpang. Berangkat dari manapun, penumpang pasti tetap ada. Bus bumel mulai redup pada era 2005 hingga 2010-an.

“Saat itu orang-orang sudah mulai beralih ke sepeda motor. Jadi nasib kami sekarang ini seperti hidup segan, mati pun tak mau,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya