SOLOPOS.COM - Puluhan buruh yang tergabung dalam Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPRI) Sukoharjo menyampaikan aspirasi terkait Omnibus Law UU Cipta Kerja di Gedung DPRD Sukoharjo, Senin (12/10/2020). (Espos/Bony Eko Wicaksono)

Solopos.com, SUKOHARJO –Puluhan anggota Serikat Pekerja Republik Indonesia (SPRI) Sukoharjo mendatangi Gedung DPRD Sukoharjo, Senin (12/10/2020). Kehadiran mereka untuk menanyakan secara langsung sikap DPRD Sukoharjo terkait UU Cipta Kerja. Mereka juga menyampaikan aspirasi penolakan UU yang dianggap merugikan buruh tersebut.

Para pekerja itu datang sekitar pukul 10.00 WIB, dan ditemui langsung Ketua DPRD Sukoharjo, Wawan Pribadi. Selain itu ikut menemui mereka Wakil Ketua DPRD Sukoharjo, Giyarto dan Eko Sapto Purnomo.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Ketua SPRI Sukoharjo, Sukarno, mengatakan sedari awal buruh di Sukoharjo menolak pembahasan Omnibus Law UU Cipta Kerja. Banyak pasal kontroversial dalam UU Cipta Kerja yang mengancam kelangsungan hidup para buruh. Karena itu, kalangan buruh mempertanyakan sikap legislatif terkait UU Cipta Kerja. “Kami menjaga kondusivitas keamanan dengan tidak turun jalan untuk unjuk rasa. Para buruh justru ditekan dengan pengesahan UU Cipta Kerja,” kata dia.

Berkas Kasus Pembunuhan Duwet Sukoharjo Dikembalikan Kejari, Ini Sebabnya

Sukarno menyebut ada beberapa pasal kontroversial di klaster ketenagakerjaan. Misalnya status dan batas waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) diatur dalam peraturan pemerintah. Artinya, regulasi baru ini berpotensi memberikan kekuasaan dan keleluasaan bagi pengusaha untuk mempertahankan status pekerja kontrak tanpa batas.

Pasal kontroversial lainnya adalah besaran nilai maksimal pesangon yang diterima buruh. Dalam UU Cipta Kerja disebutkan nilai maksimal pesangon yang diterima pekerja sebesar 25 kali upah bulan. Perusahaan menanggung 19 kali upah bulanan sementara enam kali upah bulanan merupakan jaminan kehilangan pekerjaan.

“Lantas bagaimana nasib pekerja yang hanya dikontrak di bawah satu tahun. Bagaimana nasib para lulusan perguruan tinggi pada masa mendatang jika statusnya hanya pekerja kontrak,” papar dia.

Residivis Pencurian Handphone Lintas Solo Raya, Warga Manahan Dibekuk Polres Sukoharjo

Kirim Aspirasi ke Pusat

Sekretaris SPRI Sukoharjo, Sigit Hastono, menyoroti pengaturan pengupahan berdasarkan waktu dan hasil dalam klaster ketenagakerjaan UU Cipta Kerja. Metode pengupahan ini tidak diatur dalam UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Para buruh terancam tidak akan menerima tunjangan lembur jika metode pengupahan mengacu pada waktu dan hasil.

Sigit mencontohkan buruh pabrik garmen yang ditarget membuat pakaian 200 potong selama delapan jam. “Jika selama delapan jam tak bisa mencapai target otomatis buruh bakal memperpanjang waktu bekerja. Mereka tidak akan menerima uang lembur karena penghitungan upah mengacu pada satuan waktu dan hasil,” tutur Sigit.

UMKM Sukoharjo Belum Dapat Bantuan Modal Rp2,4 Juta? Ada Pendaftaran Tahap II Lo!

Sementara itu, Ketua DPRD Sukoharjo, Wawan Pribadi, mengatakan akan mengirim surat yang berisi aspirasi para buruh ke DPR dan pemerintah. Wawan belum mengetahui secara jelas substansi UU Cipta Kerja. Dia dan para legislator lainnya belum menerima salinan UU Cipta Kerja yang telah disahkan DPR. “UU Cipta Kerja merupakan ranah pusat. Kami hanya bisa menerima aspirasi dan menyampaikan ke pemerintah pusat dan DPR,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya