SOLOPOS.COM - Burhan Shodiq (JIBI/SOLOPOS/Lutfiyah)

Burhan Shodiq (JIBI/SOLOPOS/Lutfiyah)

Derasnya arus informasi teknologi dan hiburan yang kini mengepung remaja membuat Burhan Shodiq prihatin. Kondisi itu, diperparah ketika orangtua hanya menekankan pengetahuan umum tanpa memberikan sentuhan ruhani kepada anak-anaknya.

Promosi Banjir Kiper Asing Liga 1 Menjepit Potensi Lokal

Keprihatinan itu dijawab Burhan dengan menulis berbagai judul buku tentang keislaman untuk remaja.

Hingga kini, penulis muda kelahiran 14 Januari 1980 ini, telah menghasilkan puluhan judul buku salah satunya buku Karena Cinta Harus Memilih yang mengajak remaja untuk mengambil sikap lebih baik bersahabat dari pada pacaran.

“Saya tertarik masuk ranah remaja karena ingin membantu bagaimana remaja mengelola pemikirannya terhadap Islam, tapi masalahnya bacaan islami sepertinya tidak diberi ruang dan ditekankan orangtua,” katanya kepada Espos di ruang kerjanya, Senin (31/10/2011).

Ia mengaku jalannya menulis berbagai sisi keislaman tentang kehidupan remaja berawal dari pengalamannya membuat buletin remaja ketika masih sekolah di SMAN 1 Solo. Peluang itu ditangkapnya lantaran ia melihat penulis keislaman segmen remaja masih terbuka.

Ia menyebut tulisannya termasuk karya nonfiksi dengan kemasan pop. Karena itu pula ketika ia membawa karyanya ke perguruan tinggi banyak yang menyebut bukunya tidak ilmiah.

“Saya sengaja menulis buku nonfiksi dengan pendekatan pop supaya bisa diterima tapi tidak terkesan menggurui. Suatu saat saya ingin membuat komik islami,” ujarnya.

Buku yang ditulis bapak dua anak, Atikah Aqila dan Aisyah Sholihah bukan melulu soal remaja, ia juga membidik kalangan mahasiswa dan menulis tema lain seputar motivasi, cinta dan pernikahan.

Buku terakhirnya, Nikah Beda Harakah ia tulis karena melihat realitas nuansa perbedaan kelompok di kampus yang begitu jelas terlihat. Selain adanya interaksi pemikiran secara tajam perbedaan harakah itu acapkali juga melahirkan perasaan antar sesama aktivis.

“Realitas seperti itu ada, misalnya ketika orang Muhammadiyah ingin menikah dengan orang NU, pasti banyak hal yang harus dipikirkan sebelum memutuskan bersatu. Saya tidak mendukung atau melarang pernikahan itu terjadi tapi lebih menekankan konsekuensi yang akan dihadapi,” terangnya.

Soal produktivitasnya dalam menulis buku, suami Dwi Susi Wardani ini menulis buku merupakan prioritasnya. Bahkan ia menargetkan dua bulan sekali harus menghasilkan karya.

Kuncinya, ia mengaku tidak akan membiarkan ide berlalu begitu saja tapi harus ditindaklanjuti dengan mengumpulkan bahan maupun membuat folder tulisan.

“Ketika menulis saya tidak pernah berpikir mengikuti selera orang sebab kalau penulis sibuk melihat riset pasar, laku atau tidak laku nanti akan bingung tapi proses bertanya apa yang dibutuhkan remaja misalnya tetap dilakukan. Karena itu, menulislah dari hati sehingga akan sampai ke hati pembaca,” terangnya.

Kemampuannya dalam menulis buku tidak ia nikmati sendiri. Diam-diam kemampuannya ia tularkan kepada orang lain yang berminat menulis dan membuat buku lewat Burhan Shodiq School Writing-lembaga privat-yang sedang ia rintis.

“Kursus menulis buku sudah berjalan, bahkan ada TKI di Taiwan yang tertarik mengikuti privat menulis, karena tidak bisa bertemu pelatihan dilakukan lewat Skype,” bebernya.

Selain sukses menulis, jebolan sastra Inggris ini tidak ingin fokus pada satu kerjaan sebagai penulis. Di usianya yang masih relatif muda, ia dipercaya sebagai direktur Gazzamedia, perusahaan penerbitan yang ia rintis bersama teman-temannya.

“Sampai saat ini saya bekerja juga di radio Dakwah Syariah sebagai marketing. Bisa dibilang, profesi saya macam-macam,” ucapnya.

Di sela rutinitas pekerjaannya, Burhan masih menyempatkan aktif di Pusat Studi Peradaban Islam (PSPI). Di lembaga ini, pilihannya menggeluti ranah remaja begitu kontras dengan teman-temannya yang lebih fokus mengkaji masalah “serius” tentang keislaman seperti sejarah, politik, budaya Jawa hingga mengkaji kitab klasik.

“Walau fokusnya berbeda-beda tapi tujuan kami saya berdakwah dan mengkaji peradaban Islam,” katanya.

Lewat tesisnya yang berjudul Freedom of Expression dalam sastra perbandingan konsep Barat dan Islam, Burhan menemukan satra Islam bebas selama tidak dalam kerangka fitnah dan tidak merugikan orang lain.

Sebaliknya, kebebasan sastra Barat nyaris tanpa batas karena siapa pun boleh dikritik dan semua orang memiliki hak sama di depan umum hingga hal yang vulgar sekalipun.

(ufi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya