SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Semarangpos.com, SEMARANG — Pengamat transportasi dari Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata Semarang, Djoko Setijowarno, meminta pemerintah segera memasang alat pemantau kecepatan kendaraan atau speed camera di jalan tol. Hal itu disampaikan menyusul kerap terjadinya kecelakaan lalu lintas akibat pengendara yang memaju kendaraan melebihi batas di jalan tol.

Dalam sepekan terakhir, kecelakaan fatal di jalan tol memang kerap terjadi. Salah satunya bahkan menimpa Bupati Demak, M. Natsir, di ruas tol Semarang-Batang, Minggu (3/3/2019).

Promosi BRI Sukses Jual SBN SR020 hingga Tembus Rp1,5 Triliun

Mobil Toyota Innova yang ditumpangi Natsir menabrak bagian belakang truk. Akibat kecelakaan itu, ajudan Bupati Demak, Febri Dien Teriel, merenggang nyawa. Sementara Bupati Demak dan sopir mengalami patah tulang.

Djoko menilai kecelakaan yang terjadi lebih dikarenakan aturan kecepatan di tol yang kerap tidak dipatuhi penggendara.

Padahal Kementerian Perhubungan melalui Peraturan Menteri No.111/2015 tentang Tata Cara Penetapan Batas Kecepatan untuk mencegah kejadian dan fatalitas kecelakaan serta mempertahankan mobilitas lalu lintas.

Batas kecepatan paling rendah 60 km per jam dan maksimal 100 km per jam untuk jalan bebas hambatan. Sedangkan jalan antarkota, maksimal 80 km per jam, jalan kawasan perkotaan paling tinggi 50 km per jam dan jalan kawasan permukiman 30 km per jam.

“Di tepi jalan tol juga sudah dipasang rambu batas kecepatan. Akan tetapi ini sepertinya tidak pernah dipatuhi pengguna tol. Bahkan dengan bangga, pengguna tol bisa melaju dengan kecepatan tinggi, seolah jalan tol sirkuit balapan,” ujar Djoko dalam keterangan resmi yang diterima Semarangpos.com, Senin (4/3/2019).

Djoko menilai aturan terkait kecepatan yang sudah dikeluarkan pemerintah melalui Permen No.111/2015 itu perlu ditegakkan.

“Kalau perlu jalan tol dilengkapi kamera pemantau kecepatan atau speed camera. Jadi polisi bisa langsung melakukan penindakan terhadap pelanggar batas kecepatan,” imbuh Djoko.

Selain pelanggaran kecepatan, Djoko menilai kecelakaan di tol juga kerap disebabkan fenomena microsleep yang terjadi pada pengendara. Oleh sebab itu, ia menyarankan setiap 2-3 jam berkendara di tol pengemudi harus berhenti untuk beristirahat di rest area yang telah tersedia.

Microsleep terjadi sekitar 4-5 detik. Jika saat itu terjadi kecelakaan bisa fatal,” terang Djoko.

Sementara terkait fenomena tabrak belakang, Djoko mengatakan pemerintah melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Darat sudah menerbitkan aturan Alat Pemantul Cahaya Tambahan (APCT). Dengan alat itu, mobil akan memiliki pantulan cahaya yang bahkan dapat terlihat saat malam hari sehingga mampu mengurangi risiko tabrak dari belakang. 

Sayangnya, kata dia, aturan itu baru berlaku mulai 1 Mei 2019 untuk bus dan truk baru, serta 1 September untuk mobil pribadi dan truk yang sudah lama beroperasi.

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya