SOLOPOS.COM - Buntoro ketika menerima kunjungan Harian Jogja (Khusnul Isti Qomah/JIBI/Harian Jogja)

Kasus pajak membuat Buntoro heran karena banyak pengusaha besar, konglomerat, masih ngemplang pajak. Seharusnya konglomerat tidak lagi ngemplang pajak karena mereka sangat memahami kewajiban yang harus dipenuhi.

Harianjogja.com, SLEMAN – Setiap kali bertemu Ketua Apindo DIY Buntoro selalu ada ide baru. Menariknya, tidak selalu berorientasi kepada mencari keuntungan semata. Yang lebih dia pikirkan adalah kepentingan orang lain, bukan dirinya atau urusan bisnisnya. Ketika ada anggota Apindo yang mengalami masalah, ia langsung turun tangan membantu membereskannya baik itu persoalan bisnis, hukum maupun terkait pajak.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Umumnya masyarakat kita lebih suka memberikan sanksi, tanpa melihat latar belakanganya mengapa timbul masalah dalam bisnis. Sebaiknya dilakukan edukasi sejak awal sehingga para pelaku bisnis, terutama UMKM memahami apa yang boleh dan mana yang tidak,” kata pengusaha berkuncir yang akrab dipanggil Bun itu.

Ketika ada anggota Apindo DIY terkena kasus pajak hingga masuk ke ranah pengadilan, Bun selalu mendampingi.  Seharusnya pemerintah memberikan pendampingan bagi pengusaha yang menyalahi aturan pajak,  bukan langsung memberikan sanksi.

Pemilik Mega Andalan Kalasan itu heran banyak pengusaha besar, konglomerat, masih ngemplang pajak. Seharusnya konglomerat tidak lagi ngemplang pajak karena mereka sangat memahami kewajiban yang harus dipenuhi. Berbeda dengan pengusaha kecil, bukan mereka tidak mau membayar pajak, akan tetapi kesalahan lebih karena ketidaktahuan mereka.

Bagi Bun, jika manusia melakukan kesalahan, maka mereka akan cenderung mengulangi lagi. Namun jika manusia berbuat baik, maka semua akan kembali kepada kebaikan itu. Jadi bisnis itu hanya ekses, bukan tujuan. “Maka berbuat baiklah dengan alam agar alam berkonpirasi untuk membantu kita mewujudkan apa yang kita inginkan,” katanya berfilsafat.

Berbicara kipirahnya di bisnis kelas dunia, Mega Andalan Kalasan (MAK) bukan jago kandang. Perusahaan alat kesehatan miliknya, memang sebagai pembayar pajak terbesar se Kabupaten Sleman. Akan tetapi yang lebih dahsyat adalah kiprahnya di pasar internasional. Produsen alat kesehatan itu sejak 4 tahun lalu telah menembus pasar Jepang, menggantikan posisi produk dari Malaysia. “Saya tidak banyak berharap pada pemerintah, MAK jalan sendiri dengan segala potensi yang dimiliki dan terus menggali inovasi,” kata Bun, panggilan akrabnya.

Berdiskusi dengan  Bun memang mengasyikkan. Ia merintis usahanya sejak 1991 dan kini mampu lantang berbicara di pasar global.  Setelah sukses menembus pasar Jepang, tahun-tahun berikutnya pun kontrak terus mengalir. Benar, kata sebagian pengusaha, yang terpenting itu adalah klien pertama. Klien selanjutnya akan menyusul. Tempat tidur rumah sakit, yang menjadi andalannya, diproduksi oleh tenaga terampil sekitar Sleman. “Tak kurang dari 60% karyawan yang mencapai 800 orang berasal dari wilayah terdekat. Gaji mereka jauh di atas UMP yang hanya Rp1,3 juta. Kami memberikan Rp1,9 juta. Makanya para karyawan di sini enteng jodoh, karena sejahtera,” katanya sambil tertawa lebar.

Bun tetap menomorsatukan kualitas sehingga bisa diterima di pasar global. Jepang, misalnya, sangat ketat dalam mutu produk dan MAK mampu membuktikannya. Saat ini produk  MAK menembus lebih dari 36 negara termasuk Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Asean, Srilanka, Bulgaria yang selama ini menjadi pasar utama.

Untuk melebarkan pangsa pasarnya di Eropa, MAK membuka perwakilan di Belanda dan Inggris. Keduanya dipilih karena dinilai strategis untuk ekspansi ekspor ke Uni Eropa baik untuk memperluas jaringan, mempergencar promosi, atau pun menggenjot pemasaran. Belanda sangat kuat kultur perdagangannya, sedangkan Inggris diperhitungkan di zona Uni Eropa.

Berbicara dengan Bun mengasyikkan. Ia bukan hanya berpikir out of the box, tetapi juga melawan arus. Penuh percaya diri dan optimistis, itulah kesan yang muncul ketika berbincang dengannya. “Saya lebih besar dari  Matsushita bila dibandingkan dalam hitungan tahun,” katanya dalam buku Never Ending Jorney yang mengisahkan perjalanannya sebagai seorang entrepreneur sejati.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya