SOLOPOS.COM - Petugas Gudang Bulog Triyagan mengecek kadar air gabah kering panen di Desa Gaum, Tasikmadu, Karanganyar, Jumat (26/3/2021). (Solopos-Sri Sumi Handayani)

Solopos.com, KARANGANYAR -- Gudang Bulog Triyagan baru menyerap 70 ton gabah dari petani hingga pekan keempat Maret 2021 ini. Padahal Gudang Bulog Triyagan mendapat target menyerap 15.000 ton gabah di Kabupaten Karanganyar hingga April mendatang.

Kepala Gudang Bulog Triyagan, Tri Aswarno, menyampaikan 70 ton gabah kategori gabah kering panen (GKP) itu diserap dari Kecamatan Matesih, Tasikmadu, Jaten, dan Karanganyar.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

"Ini baru menyerap beberapa persen [dari target]. Kami kesulitan karena banyak hal," kata Tri saat berbincang dengan wartawan di area persawahan di Desa Gaum, Kecamatan Tasikmadu, Karanganyar, Jumat (26/3/2021).

Baca juga: Awas! Ngebut di Jalan Adi Sucipto Colomadu Karanganyar Bisa Terjepret Speed Camera

Kendala yang dialami Gudang Bulog Triyagan berkaitan dengan pilihan petani menjual hasil panen kepada tengkulak. Sudah menjadi rahasia umum sejumlah petani menjual panen kepada tengkulak bahkan sebelum padi siap panen.

"Jadi kami mendapat informasi harga gabah di wilayah itu jatuh. Kami datang tetapi sampai lokasi petani bilang sudah laku, petani rampung panen. Kadang harga [dari tengkulak] di atas [ketentuan Bulog]," tutur dia saat ditanya kendala penyerapan gabah.

Menandatangani MoU

Padahal, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karanganyar melalui Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Perikanan (Dispertan PP) Kabupaten Karanganyar sudah menandatangani MoU dengan Gudang Bulog Subdivre Surakarta beberapa waktu lalu. MoU berkaitan pembelian gabah petani. Harga gabah saat itu Rp3.500-Rp3.700 per kilogram.

Baca juga: 270 Calhaj Lansia Karanganyar Sudah Disuntik Vaksin Covid-19

"Kami diberi kebijakan membeli gabah kering panen itu Rp4.200 per kilogram. Untuk mengatasi harga panen jatuh. Tetapi ada syarat, yakni kadar air maksimal 25% dan hampa 10% [untuk GKP]," ujar dia.

Tri mencontohkan penyerapan 70 ton GKP di Kecamatan Matesih dan Tasikmadu. Kadar air hasil panen di Matesih berkisar 24% hingga 25% sedangkan di Tasikmadu 29%-30%. Tri menyebut perbedaan kondisi dipengaruhi sejumlah faktor, seperti cuaca dan waktu panen. Panen setelah hujan dan pada pagi hari dapat memengaruhi kadar air.

"Kami sarankan panen siang hari, setelah pukul 12.00 WIB. Kalau panen pagi hari itu masih ada embun. Kalau kadar air melebihi 25% kami berlakukan penyesuaian harga. Spek harga Rp4.000 sampai Rp4.200 per kilogram. Misal kadar air 30% ya bisa jadi [kami beli] Rp4.000 sampai Rp4.100 per kilogram," jelas dia.

Baca juga: Hore! Museum Purba Dayu Karanganyar Segera Dibuka Kembali

Solopos.com melihat cara Gudang Bulog Triyagan menyerap gabah kering panen di Dusun Gaum, Desa Gaum, Kecamatan Tasikmadu, pada Jumat. Salah satu petugas dari Gudang Bulog Triyagan mengecek kadar air GKP menggunakan alat pengukur kadar air.

Pengecekan dilakukan menggunakan sampel padi sebanyak tiga kali. Hasil pengecekan pertama 22,8%, kedua 22,8%, dan ketiga 28,2%. Rata-rata kadar air hasil panen milik petani di Desa Gaum itu 24,4%.

Penawaran Harga

Ketua Gapoktan Marsudi Makmur Desa Gaum, Sunarmanto, menyampaikan kali pertama menjual gabah kering panen kepada Gudang Bulog. Dia mengaku tergiur dengan penawaran harga dari Bulog Rp4.200 per kilogram. Lelaki yang mengolah satu hektare lahan sawah itu mengetahui gabah hasil panennya harus memenuhi syarat agar mendapatkan harga terbaik.

Baca juga: Hari Pertama Tilang Elektronik di Karanganyar, 4 Pengendara Tertangkap Kamera Tak Pakai Helm

"Harga gabah kan anjlok. Sejak ada isu pemerintah impor beras ditambah musim hujan. Akhirnya saya undang Bulog karena berani Rp4.200 asal memenuhi standar. Awalnya dulu [dibeli tengkulak] Rp3.500-Rp3.700 per kilogram. Sekarang tengkulak itu berani Rp3.900-Rp4.000 per kilogram," tutur dia saat berbincang dengan wartawan.

Sunarmanto mengaku mendapatkan keuntungan apabila Bulog memberikan harga lebih dari Rp4.000. Biasanya Sunarmanto mendapatkan panen sekitar 15 ton GKP untuk lahan satu hektare. Dia mengeluarkan Rp13 juta untuk perawatan dari awal hingga panen.

"Cuma kan petani ini butuh cepat menjual saat panen. Uangnya untuk menggarap lagi. Kalau harus mengeringkan dulu enggak nyandak," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya