SOLOPOS.COM - MIcha Adiatma (JIBI/dok)

Bangunan tembok bercat putih dan pagar tinggi menghiasi sebagian besar sudut perkampungan Laweyan. Di belakang tembok tinggi tersebut, berdiri kokoh rumah-rumah berarsitektur perpaduan Jawa-kolonial. Wajah lorong di perkampungan saudagar batik ini nyaris tak berbeda dengan dengan gambaran kampung ini tahun 1500 silam.

Yang berbeda hanya kondisinya yang kini jauh lebih ramah dan “terbuka”. Maklum saja rumah-rumah saudagar batik ini kini berganti rupa menjadi toko batik. Sebelumnya, sang empunya rumah banyak yang menutup rapat pintu rumahnya karena khawatir simpanan harta kekayaan mereka bakal dibawa lari.

Promosi Ongen Saknosiwi dan Tibo Monabesa, Dua Emas yang Telat Berkilau

Keberadaan rumah milik sejumlah saudagar ini menjadi jejak sejarah kejayaan yang tersimpan di salah satu kampung di tepi Kali Jenes ini. Dari kumpulan kepingan peninggalan sejarah inilah, penulis Micha Adiatma merajut cerita sejarah Kampung Batik Laweyan. Buku yang diberi judul Pesona Di Balik Lorong ini tengah memasuki dapur percetakan .

“Setiap rumah yang ada di Laweyan ini adalah museum hidup. Rumah-rumah yang ada di sini tidak sekadar tempat tinggal dan galeri batik semata, tetapi juga situs sejarah yang masih terpelihara. Alasan inilah yang mendorong saya menulis buku ini,” terang penulis asal Solo ini ketika berbincang di Wedangan Omah Nenek di Kampung Batik Laweyan, Kamis (14/11/2013) malam.

Micha mengungkapkan banyak hal yang ia peroleh selama dua bulan menjalani riset penulisan bukunya. “Selain ada bunker, di sini rupanya juga ada lorong bawah tanah yang menghubungkan satu rumah dengan rumah lainnya. Ditilik dari sejarah berdirinya 1543 silam, kampung ini ternyata sudah dirancang sedemikian rupa,” katanya.

Dalam buku teranyarnya nanti selaian mengedepankan aspek sejarah, Micha juga akan mengungkapkan perkembangan ekonomi, politik, dan sosial kampung saudagar batik ini.

“Sepanjang jalan Laweyan ini sempat jadi tempat yang sarat nuansa politik. Selain itu, saya juga ingin mengkritisi kondisi bangunan yang masuk benda cagar budaya tapi saat ini kondisinya rusak karena pembangunan kampung batik. Tokoh-tokoh penting dan pasang surut kejayaan kampung Laweyan juga akan saya ungkap di buku ini,” pungkasnya.

Buku setebal 130 halaman ini rencananya dirilis akhir 2013 lewat penerbit Input Media. Sebelum resmi merilis buku ini, kiprah Micha dikenal sebagai penulis gelap atau ghost writer. Buku miliknya sendiri yang telah terbit antara lain Semangkuk Sayur Lodeh (2008) dan kumpulan puisi Terimakasih Cinta (2013).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya