SOLOPOS.COM - Bambang Aris Sasangka (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO — Film animasi lawas Disney, Cars, menceritakan kota sepi yang dihuni mobil bernama Radiator Springs. Kota itu sepi karena ada jalan raya bebas hambatan tanpa melewati kota itu. Lalu lintas antarnegara bagian tidak lagi menyinggahi kota itu. Semua memilih jalan baru, perjalanan lebih cepat.

Kisah ini dulu pernah dikutip orang-orang yang sangsi dengan pembangunan besar-besaran tol trans-Jawa. Mereka khawatir jalan-jalan baru antarprovinsi ini membuat daerah-daerah jadi sepi karena tak ada pelaku perjalanan antardaerah yang mau mampir. Mereka khawatir pendapatan daerah dari pariwisata atau kuliner merosot karena pelaku perjalanan memilih melintas memburu kecepatan di jalan tol.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Nyatanya hal itu tidak terjadi. Pariwisata dan perekonomian di banyak daerah terkatrol oleh jaringan jalan tol yang mempercepat waktu perjalanan. Contohnya Kota Salatiga. Di kota kecil ini dan wilayah sekitarnya tumbuh aneka tempat makan segmen kelas atas.

Di jalur Salatiga-Magelang,  jalur pegunungan di lereng Gunung Merbabu, tumbuh banyak rumah makan segmen kelas atas, dengan harga makanan yang setara dengan rumah makan kelas atas di Semarang, Solo, atau Jogja.

Ekspedisi Mudik 2024

Pengunjung tempat itu dari Semarang, Solo, Jogja, bahkan dari tempat yang lebih jauh seperti Jakarta atau Surabaya. Itu terlihat dari pelat nomor mobil-mobil yang diparkir. Mereka mungkin sedang dalam perjalanan antardaerah kemudian mampir  di tempat-tempat makan itu. Tentu ada pula yang sengaja datang untuk menikmati suasana dan lingkungan.

Kedatangan mereka pasti karena ada jalan tol. Perjalanan lewat jalan raya lama dan orang-orang tidak bisa secepat itu mencapai tempat-tempat yang jauh. Contoh lain, kebiasaan baru memanfaatkan jalan tol untuk dolan ke objek wisata atau shopping di tempat yang jauh dari tempat tinggalnya.

Orang di Kota Solo kini cukup tiga jam hingga empat jam berkendara lewat jalan tol sampai Kota Surabaya. Begitu pula sebaliknya. Berangkat pagi, sampai Surabaya menjelang siang, dolan, shopping di mal-mal di Surabaya, makan siang, sore langsung pulang. Lewat jalan raya biasa jelas habis waktu di jalan dan gari entuk kesele di tujuan.

Urusan bisnis juga jadi lebih cepat dan efisien. Seorang pengusaha furnitur dan kerajinan tangan di Soloraya yang harus mencari bahan baku di tempat-tempat yang jauh seperti di Jawa Barat atau Jawa Timur  tinggal naik mobil, masuk jalan tol, lalu mencari pintu keluar yang paling dekat dengan daerah yang dituju.

Mungkin daerah itu masih jauh dari pintu keluar tol, bisa jadi masih menambah sejam atau dua jam perjalanan. Dihitung dengan perjalanan dari Solo lewat jalan tol, waktu perjalanan terhemat banyak. Hal serupa bisa terjadi pada bandara-bandara yang dibangun atau direvitalisasi belakangan ini.

Memang masih banyak yang sepi. Tentu mengundang kritik dan rasa sangsi. Sebenarnya bandara-bandara itu menjadi modal masa depan ketika transportasi massal terus berkembang. Bandara di daerah “pedalaman” seperti Purbalingga, Blora, atau Jember menjadi sarana pengefektifan perjalanan dan daya jangkau.

Optimisme

Tentu saja itu lebih cepat terwujud jika pemerintah daerah setempat mau bersinergi menghidupkan perjalanan yang memanfaatkan bandara di wilayah mereka atau yang ada di dekat wilayah mereka. Membangun objek-objek wisata yang mendorong kunjungan. Meningkatkan kinerja sentra industri lokal atau usaha kecil.

Itu perangsang kegiatan perekonomian yang mengundang orang datang untuk berwisata atau berbisnis. Ini sejalan dengan imbauan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. Ia mengajak pemerintah daerah membuat stimulus memulihkan penerbangan ke daerah.

Stimulus itu sebagai upaya bersama pemerintah pusat, daerah, dan seluruh pemangku kepentingan menjaga keberlangsungan konektivitas udara pascapandemi Covid-19. Hal tersebut dia sampaikan dalam rapat koordinasi Keberlangsungan Konektivitas Transportasi Udara dan Dukungan Pemerintah Daerah di Jakarta, Selasa (22/11/2022).

Terdapat dua model dukungan pemerintah daerah. Pertama, model nonstimulus, yakni forum koordinasi pimpinan daerah dan semua pemangku kepentingan di daerah dan berkomitmen melaksanakan perjalanan dengan transportasi udara.

Kedua, model stimulus (insentif), yakni pemerintah daerah memberikan subsidi biaya operasi pesawat dan menjamin sejumlah tempat duduk terjual (block seat) agar maskapai penerbangan mau membuka layanan karena sudah ada jaminan keterisian pesawat.

Optimisme dan semangat mencari jalan dan solusi harus terus-menerus dikuatkan. Meski ada banyak peringatan dan kekhawatiran soal kondisi perekonomian global, khususnya pada 2023, kalangan pakar menyebut justru dinamika perekonomian dalam negerilah yang berperan memelihara  kinerja perekonomian nasional.

Kita harus memanfaatkan semua modal seperti infrastruktur perhubungan yang makin meluas demi perkembangan perekonomian daerah dan nasional. Kita sudah buktikan bahwa Radiator Springs ternyata tak terjadi sebagai dampak jalan tol. Jadi, kenapa tak kita buktikan juga bersama-sama bahwa pembangunan infrastruktur perhubungan yang lain itu mendorong aneka pertumbuhan?

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 26 November 2022. Penulis adalah wartawan Solopos Media Group)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya