Meski angka kematian tinggi, Boyolali dipastikan bukan kabupaten dengan angka kasus leptospirosis tertinggi di Jateng.
Solopos.com, BOYOLALI — Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan (Dinkes) Jawa Tengah (Jateng), Tatik Murhayati, mengatakan kasus leptospirosis pada manusia tidak hanya terjadi di Boyolali.
Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi
Bahkan, meski cukup banyak korban jiwa akibat penyakit yang dibawa air kencing tikus itu, Boyolali bukanlah kabupaten dengan angka kasus leptospirosis paling tinggi di Jateng. Menurut Tatik, selama 2017 ada 18 daerah kabupaten/kota lain di Jateng yang memiliki kasus sama.
Daerah tersebut adalah Jepara, Pati, Blora, Demak, Kota Semarang, Cilacap, Banyumas, Purbalingga, Kebumen, Purworejo, Kabupaten Magelang, Solo, Klaten, Karanganyar, Sukoharjo, Wonogiri, Sragen, dan Pekalongan.
Baca:
- 3 Nyawa Melayang dalam 1,5 Bulan akibat Leptospirosis di Boyolali
- Leptospirosis Kembali Memakan Korban, 1 Warga Bangak Meninggal
- Angka Kematian Akibat Leptosiprosis Tinggi, Kemenkes Kirim Tim ke Boyolali
“Leptospirosis ini tidak hanya terjadi di Boyolali. Di Jawa Tengah ada 19 kabupaten yang punya kasus tersebut dengan jumlah yang berbeda-beda,” ujarnya kepada wartawan seusai mengikuti rapat koordinasi dengan Dinkes Boyolali dan pihak terkait di Kantor Dinkes Boyolali, Kamis (1/3/2018).
Berdasarkan data Dinkes Jateng yang ia ungkapkan, di 19 daerah tersebut selama 2017 terdapat 409 kasus leptospirosis, 65 di antaranya merenggut nyawa. “Boyolali termasuk tinggi tingkat kematiannya. Tapi yang paling tinggi di Kebumen dengan 87 kasus dan 10 orang di antaranya meninggal dunia,” imbuhnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, selama 2017 di Boyolali terdapat 34 kasus, 9 orang di antaranya meninggal dunia. Sementara pada 2018, sudah ada empat warga Boyolali yang meninggal dunia karena penyakit tersebut.