SOLOPOS.COM - Maggot atau larva dari black soldier fly (BSF). (fapet.ipb.ac.id)

Solopos.com, KLATEN Budidaya maggot, organisme pemakan sampah organik, dinilai sangat menguntungkan. Berbekal biaya pakan gratis, harga jual maggot kering bisa senilai Rp55.000 per kilogram di pasaran.

Ketua Omah Limbah Gempol, Kecamatan Karanganom, Klaten, Edy Nugroho, mengatakan pakan maggot yang berupa sampah organik mudah diperoleh dari rumah tangga, warung makan, tempat penjualan buah, dan lainnya. Sebagian besar, sampah organik diperoleh secara gratis.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Dalam bisnis ternak apa pun, kendala yang dihadapi itu adalah harga pakannya. Nah, dalam budidaya maggot ini, pakannya mudah diperoleh. Bahkan dengan modal zero atau hampir zero. Harga jualnya sangat tinggi. Maggot kering itu bisa Rp55.000 per kilogram. Sedangkan maggot basah senilai Rp7.000 per kilogram,” kata Edy Nugroho, saat ditemui Solopos.com di Desa Gempol, Jumat (17/9/2021).

Baca juga: Budidaya Maggot Si Pemakan Sampah Organik Marak di Klaten, Ini Kendala yang Sering Muncul

Untuk diketahui, maggot merupakan larva yang dihasilkan dari lalat berjenis Black Soldier Fly (BSF). Maggot yang diproduksi besar-besaran berpeluang menjadi bahan pakan sumber protein dan energi bagi unggas, lele, dan sebagainya.

Lebih lanjut, Edy Nugroho mengatakan dirinya bersama lima warga Gempol lainnya telah merintis budidaya maggot, Januari 2021. Gagasan mendirikan Omah Limbah Gempol bermula dari keinginan merampungkan persoalan sampah. Sampah organik merupakan pakan utama maggot.

Dukungan dari Pemerintah Desa

Omah Limbah Gempol memproduksi maggot sejak Maret 2021. Waktu itu, modal awal yang dibutuhkan senilai belasan juta rupiah. Secara kebetulan, Omah Limbah Gempol memperoleh dukungan penuh dari pemerintah desa (pemdes) setempat.

“Sampai sekarang kami masih mengembangkan budidaya ini. Di sini bisa saya pastikan, budidaya maggot ini sebenarnya paling cepat balik modalnya. Bisa di bawah satu tahun. Tinggal komitmennya,” katanya.

Baca juga: Kelola Sampah Organik dengan Maggot, Omah Limbah Gempol Klaten Wakili Jateng ke Tingkat Nasional

Edy Nugroho mengatakan produksi maggot di Gempol dalam sehari minimal mencapai 50 kg. Produksi maggot akan terus ditingkatkan 80 kg hingga 300 kg per hari. Produksi sampah organik dari rumah tangga di Gempol mencapai 150 kg selama kurun waktu 3-4 hari. Nantinya, akan ditingkatkan lagi kebutuhan sampah organik hingga satu ton dalam 3-4 hari itu.

“Kekurangannya, kami sudah kerja sama dengan perusahaan, warung makan, dan pemdes lain di Karanganom dan sekitarnya,” katanya.

Sekretaris Forum Komunikasi Maggot Klaten (FKMK), Ahmad Mujahid, mengatakan maggot menjadi cara efektif dalam menangani sampah organik di tingkat rumah tangga.

“Maggot juga menjadi pakan ternak alternatif [bisa dijual ke peternak unggas, ikan, dan lainnya],” katanya.

Baca juga: Pemdes Gempol Klaten Larang Warga Selfie dan Nongkrong di Jalan Ini, Kenapa Sih?

Dalam budidaya maggot, lanjut Ahmad Mujahid, biasanya muncul beberapa kendala. Bagi pemula, kendala yang sering dihadapi, yakni persoalan teknis merawat maggot. Guna mengatasi hal tersebut, setiap orang/komunitas yang budidaya maggot harus memahami fase atau pun siklus maggot.

“Bagi yang sudah berjalan, biasanya justru kekurangan pakan maggot [sampah organik]. Maggot dalam jumlah besar, otomatis butuh sampah organik yang banyak. Misalnya, jika ingin memproduksi maggot 100 kg per hari, pakan yang harus disiapkan hingga 300 kg atau bahkan 600 kg per harinya,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya