SOLOPOS.COM - Bubur Suro khas perayaan Tahun Baru Islam masyarakat Jawa (Sumber: Suara.com)

Solopos.com, SEMARANG — Bubur suro adalah hidangan khas perayaan Tahun Baru Islam atau perayaan Malam 1 Suro dalam budaya Jawa. Bubur ini ternyata memiliki sejarah dan filosofi penting bagi masyarakat Jawa tradisional. Dilansir dari Suara.com yang mengutip situs Indonesia.go.id, Senin (13/12/2021), pada awalnya bubur ini  dihadirkan untuk memperingati hari pertama kalender Jawa di bulan Suro yang bertepatan dengan 1 Muharam yang berdasarkan kalender Jawa yang diterbitkan Sultan Agung yang mengacu pada kalender Hijriah.

Menurut pemerhati budaya, Arie Novan, mengatakan seperti sajian dihidangkan pada upacara adat lainnya, bubur suro merupakan lambang rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa atas berkah dan rezeki yang diperoleh. Arie mengatakan bahwa tradisi bubur suro ini sudah ada sejak Sultan Agung bertakhta di trah Kerajaan Mataram Islam. Bubur ini merupakan bentuk refleksi masyarakat Jawa atas berkah dan rezeki yang diberikan Allah SWT.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Sementara itu, sumber lain menyebutkan terciptanya bubur suro ini untuk memperingati hari di mana Nabi Nuh selamat setelah 40 hari mengarungi air bah yang melanda dunia saat itu. Kala itu, Nabi Nuh bertanya kepada para sahabat yang juga berada dalam bahtera apakah masih ada makanan tersisa, dan salah satu sahabatnya menjawab “masih ada ya nabi!” dengan menyebutkan bahan makanan yang tersisa, mulai dari kacang poi, kacang adaz, baruz, tepung dan kacang hinthon. Bahan tersebut kemudian dimasak bersamaan.

Baca Juga: Ibu-Ibu PKK Jateng Diminta Sosialisasi Vaksinasi Covid-19 ke Ibu Hamil

Bubur Suro sendiri terbuat dari beras yang dimasak dengan aneka bumbu dan rempah tradisional, seperti santan, serai, dan daun salam sehingga rasanya lebih gurih dbandingkan bubur biasanya. Bubur ini disajikan bersama aneka lauk pauk yang berbeda-beda, tergantung daerahnya. Namun, sebagian besar memiliki karakteristik yang sama, yakni disajikan bersama kuah santan kuning, tahu, orek tempe atau teri, telur dan kacang-kacangan.

Kondimen yang wajib ada di bubur suro adalah tujuh jenis kacang yang melambangkan tujuh hari dalam satu minggu, Kacang-kacangan itu terdiri dari kacang tanah, kacang hijau, kacang mede, kacang bogor, kacang tolo, kedelai dan juga kacang merah. Bubur suro juga disajikan dengan uba rampe lainnya seperti sirih lengkap, kembar mayang, dan sekeranjang buah-buahan.

Kemudian ada daun sirih yang menggambarkan penghormatan kepada para keluarga dan juga leluhur yang telah mendahului di generasi sebelumnya. Sirih ini diletakkan dalam sebuah wadah bermaterial tembaga. Sementara untuk kembar mayang, merupakan dua vas bunga yang masing-masing berisi tujuh kuntum mawar merah, tujuh kuntum mawar putih, tujuh ronce atau rangkaian melati dan tujuh lembar daun pandan.

Baca Juga: Air Terjun Bertingkat Kali Klating, Surga Tersembunyi Pegunungan Kendeng

Kemudian disajikan juga dengan buah-buahan yang diletakan di tujuh keranjang dengan masing-masing keranjang juga berisi tujuh buah dengan jenis berbeda.

Meski tak sepopuler dulu, bubur suro masih bisa dijumpai di beberapa wilayah Jawa Timur, salah satunya Madura, dan sebagian wilayah Jawa Tengah seperti Yogyakarta, Solo, hingga Semarang yang disajikan pada malam jelang datangnya 1 Suro.

Selain disantap bersama keluarga dan kerabat terdekat, bubur suro merupakan salah satu sajian yang sering dibagikan secara masal di masjid-masjid sebagai wujud sedekah dan berbagi rezeki kepada orang-orang yang membutuhkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya