SOLOPOS.COM - Foto Ilustrasi Penjual Buah Impor JIBI/Bisnis Indonesia/Andi Rambe

Foto Ilustrasi Penjual Buah Impor
JIBI/Bisnis Indonesia/Andi Rambe

JOGJA—Pasca ditemukannya mi berformalin dalam jumlah besar di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) beberapa waktu silam, muncul pertanyaan apakah bahan berbahaya itu juga ada di bahan makanan lain?

Promosi Uniknya Piala Asia 1964: Israel Juara lalu Didepak Keluar dari AFC

Berangkat dari pertanyaan itu Harian Jogja mencoba menelusuri. Salah satu makanan yang coba diteliti adalah buah impor. Hal ini karena fakta di lapangan buah-buahan itu bisa bertahan cukup lama. Padahal buah itu dibawa dari negara lain yang cukup jauh.

Sebanyak 13 buah diambil secara acak dari dua jenis tempat penjualan yakni kios buah pinggir jalan dan supermarket besar. Dua tempat ini untuk mewakili segmen pembeli.

Kios buah biasanya untuk konsumen menengah ke bawah, sementara supermarket untuk kalangan menengah ke atas.

Dari kios buah, Harian Jogja mengambil tujuh sampel buah yakni tiga pir kuning dan hijau, jeruk ponkam, apel merah dari Amerika, apel fuji dan anggur merah. Adapun dari supermarket diambil enam sampel yakni tiga buah pir berbagai jenis dan merek, anggur, apel merah dan apel hijau.

Selanjutnya sampel itu dibawa ke Balai Laboratorium Kesehatan (BLK) Jogja untuk dilakukan uji kandungan formalin.

Dari 13 sampel buah tersebut hanya satu yang tidak mengandung formalin yakni jeruk ponkam. Sisanya, yakni 12 sampel baik yang diambil dari kios buah maupun supermarket semuanya positif mengandung zat yang biasa digunakan untuk pengawet mayat tersebut.

“Hasilnya memang sangat mengejutkan. Kami sendiri kaget dengan hasil uji laboratorium ini,” kata Yanti Purwaningsih, Manager Mutu BLK Jogja, akhir pekan kemarin.

Uji laboratorium dilakukan 23 -26 April 2013 dengan metode reaksi. Buah yang diuji dicampur dengan sejumlah zat untuk kemudian dipantau reaksi yang muncul. Dari reaksi inilah bisa dideteksi ada tidaknya kandungan formalin.

Uji lab dilakukan untuk melihat kandungan formalin secara kualitatif bukan kuantitatif. Sehingga tidak tergambar berapa angka kandungan bahan tersebut dalam buah yang diuji.

“Untuk melihat secara kuantitatif butuh waktu lama dan biaya tinggi. Selain itu setahu kami, formalin sebenarnya tidak perlu secara kuantitatif. Karena sedikit saja kandungan yang ada dalam makanan itu sudah berbahaya,” tambah Yanti.

Awalnya, uji kandungan ini dilakukan dengan cara meleburkan daging dan kulit buah untuk kemudian dicek. Hasilnya 12 buah itu positif formalin. Tes kemudian dilakukan khusus untuk daging buah saja, dengan tidak menyertakan kulitnya, hasilnya sama saja.

“Artinya, formalin itu tidak hanya ada di kulit buah tetapi juga di daging buah yang dimakan,” terangnya.

Formalin merupakan zat berbahaya yang dilarang ada dalam makanan. Zat ini bisa menyebabkan kerusakan dalam organ tubuh termasuk juga menyebabkan bebagai jenis penyakit seperti kanker.“Cara menghilangkannya juga sulit. Dicuci tidak akan hilang,” katanya lagi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya