SOLOPOS.COM - Foto Ilustrasi Pedagang Buah JIBI/Bisnis Indonesia/Andi Rambe

Foto Ilustrasi Pedagang Buah
JIBI/Bisnis Indonesia/Andi Rambe

JOGJA-Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Daerah Istimewa Yogyakarta (DI mengaku kecolongan terkait temuan buah impor berformalin.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Pasalnya, lembaga di bawah Pemda DIY itu, selama ini hanya memprioritaskan pengawasan buah segar berdasarkan tiga instruksi dari Kementrian Pertanian yakni ada tidaknya kandungan pestisida, logam berat, dan mikrobiologi.

Sehingga indikator penelitian buah segar buah berformalin selama ini tak pernah dilakukan. ”Kami seperti kecolongan,” kata Kepala Bidang Konsumsi dan Keamanan BKPP DIY, Nur Arofah saat ditemui Harian Jogja, Senin (6/5) di kantornya sembari memberikan kode kutip pada kedua tangannya.

Nur menemui Harian Jogja bersama bawahannya Kepala Seksi Keamanan dan Kewaspadaan Pangan Agung Supriharto. Adapun, berdasarkan penelitian yang dilakukan dari 2009-2012, residu pestisida yang ditemukan pada buah segar mengalami penurunan.
Diketahui dari 2009, dari sampel yang diambil, buah segar berpestisida di atas ambang batas mencapai 32,35%. Turun menjadi 18,57% pada 2011. Dan pada 2012, residu pestisida nol persen.

Kendati begitu dari hasil koordinasi dengan seluruh organisasi sejenis di setiap kabupaten pada 2012 lalu, Agung mengatakan Badan Ketahanan Pangan Bantul memaparkan adanya temuan jus buah berformalin. “Informasi itu disampaikan secara lisan,” katanya sembari meminta Harian Jogja untuk mengroscek langsung ke Badan Ketahanan Pangan Bantul.

Atas temuan itu, BKPP DIY, katanya, justru juga tidak mendokumentasikannya.
Akan tetapi dia mengelak jika pihaknya tidak melakukan tindaklanjut atas temuan itu. Tindaklanjut itu yang dimaksud Agung itu yakni justru langsung dengan melakukan sosialisasi pada masyarakat dan sekolah- sekolah untuk berhati-hati atas kandungan zat berbahaya dalam makanan.

Kendati ia tak bisa membantah jika belum mengetahui pasti formalin itu terdapat pada buah segar atau campuran ketika buah itu dicampur dalam mesin jus.“Kalau sudah jus memang sudah bukan buah dikategorikan buah segar lagi, tapi olahan,” kata Agung.

Agung mengatakan BKPP sekarang telah mengajukan penelitian sampel ke Balai Laboratorium Kesehatan Jogja sejak Jumat (3/5). Sampel yang diambil adalah 35 buah impor dari berbagai pusat penjualan buah.

Bahkan, Agung dan Nur mengaku diminta hasil secepatnya dari atasannya Asikin Chalifah. Untuk mendesaknya Agung kemarin sampai menunggui pemeriksaan di BLK.”Tapi petugas mengatakan tidak bisa cepat karena antrean panjang. Petugas mengatakan setidaknya butuh 12 hari,” kata Agung.

Terpisah, Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas II Jogja Heru Wahyupraja mengatakan pihaknya hanya memiliki kapasitas untuk mengawasi masuknya buah impor dari pintu- pintu masuk yang tidak diizinkan. Seperti halnya di Bandara Adistujipto. Selama ini ketika orang berwisata ke luar negeri selalu pulang membawa lewat bandara. Oleh karenanya, petugas balai karantina selalu menyitanya.

“Ada kalau 20-30 kilogram tiap minggu kami musnahkan buah impor yang masuk tanpa jalur benar,” katanya.

Tapi dia mengaku buah itu tidak dilakukan penelitian. Karena pengujian terbilang mahal, penyitaan yang dilakukan petugas sudah benar ketika buah masuk di bukan pintu yang seharusnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya