SOLOPOS.COM - Foto Ilustrasi Pedagang Buah JIBI/Harian Jogja/Antara

Foto Ilustrasi Pedagang Buah
JIBI/Harian Jogja/Antara

JOGJA – Balai Laboratorium Kesehatan (BLK) menerima pengujian 141 sampel buah yang diduga mengandung formalin. Hasilnya 67 di antaranya atau 59%, mengandung bahan pengawet mayat. Adapun sisanya 47 atau 41% buah dinyatakan bebas.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Buah itu berasal dari instansi pemerintah sebanyak 74 sampel, media massa 23 sampel dan perorangan 20 sampel.

Berdasarkan pengujian buah impor paling banyak mengandung formalin. Kepala BLK Jogja, Kiki HN Taufik menjelaskan dari 91 buah impor yang diteliti 65% atau 59 buah mengandung formalin.

Adapun dari 23 buah lokal yang diteliti 35% atau 8 di antaranya mengandung formalin.

“Kami mengadakan tes laboratorium sampel masuk dari 5 April hingga 5 Mei hasilnya untuk buah impor yang mengandung formalin adalah anggur, jeruk ponkam dan mandarin, pir dan apel. Sedangkan buah lokal adalah jambu, pisang, semangka, melon, salak, apel manalagi dan anggur bali,” kata Taufik dalam jumpa pers di Kompleks Gubernur, Kepatihan,
Kamis (30/5).

Sebelum jumpa pers itu, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X mengumpulkan Tim Sistem Keamanan Pangan Terpadu (SKPT) untuk membahas buah berformalin.

Meski persentase buah berformalin lebih banyak, Tim SKPT belum dapat memutuskan buah di DIY dalam kondisi membahayakan.

Alasannya, sampel yang diambil tidak bisa dianggap mewakili sebaran keseluruhan populasi buah di DIY.

“Sebab itu, kami belum berani mendeklarasikan [dalam kondisi bahaya],” kata Kepala Bidang Konsumsi dan Keamanan Pangan, Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan DIY, Nur Arofah.

Lantaran kondisi itu pula Tim SKPT juga belum berani mensosialisasikan ciri- ciri buah yang berformalin seperti apa.“Untuk sementara kami juga belum bisa menarik buah berformalin yang beredar di pasaran,” katanya.

Terlebih, dari pengujian sampel yang dilakukan masih terungkap sebagian buah masih ditemukan tidak mengandung formalin.

Di sisi lain, apabila tim tergesa mengumumkan sebaran buah di DIY berbahaya akan merugikan perekonomian pedagang buah kecil.

Adapun Kepala Seksi Pelayanan BLK DIY Henny Aprita Rahayuningsih menjelaskan untuk bisa menunjukan kondisi kesehatan buah di DIY secara keseluruhan perlu diambil sampel yang sesuai sebaran buah.
“Perlu hati-hati untuk menggeneralisasikan,” katanya.
Nur Arofah mengamini pendapat itu. Dia mengaku akan membagi ketugasan tim. Satu tim untuk melakukan pengkajian, sementara tim yang lainnya akan menelusuri asal buah formalin.

“Jadi kami akan koordinasi dengan Pemerintah Kota dan Bantul. Mereka yang telah mengujikan kami ajak koordinasi untuk merunut dari mana para pedagang memperoleh buah berformalin,” ungkapnya.

Kendati demikian, ia mengaku seperti pada konsep awal, tidak akan langsung menangkap penjual, tetapi mengedepankan pembinaan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya