SOLOPOS.COM - Ilustrasi kopi (Dok/JIBI/Solopos)

Sebanyak 21 sampel kopi Merapi jenis robusta diuji oleh 10 panelis ahli di Kedai Kopi Espresso Bar, Kamis (7/9/2017)

 
Harianjogja.com, SLEMAN -Sebanyak 21 sampel kopi Merapi jenis robusta diuji oleh 10 panelis ahli di Kedai Kopi Espresso Bar, Kamis (7/9/2017). Pengujian ini digelar oleh Badan Pengkajian Teknologi Pangan (BPTP) DIY untuk meracik ciri khas kopi jenis ini.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Denny Neilment, praktisi kopi yang menggawangi acara ini mengatakan pengujian dilakukan untuk mencari formulasi ideal yang dilakukan pada kopi Merapi pasca panen.

“Sebenarnya banyak permintaan dari luar Jogja, peminatnya tinggi tapi belum ada ciri khas yang bisa ditawarkan,” jelasnya di sela-sela acara pencicipan kopi yang digelar dalam tujuh sesi ini.

Pemilik salah satu kedai kopi pertama di Jogja ini mengatakan jika robusta cenderung minim peminat karena rasanya yang teramat pahit. Hanya saja, banyak penggemar kopi yang mengklain jika kopi Merapi memiliki kesan keasaman tertentu yang berbeda dari daerah lainnya. Keunikan inilah, tambah Denny, yang sedang dicari cara untuk memaksimalkannya.

Para pencicip ini kemudian diminta menilai cita rasa dari setiap sampel yang ada. Setiap sampel sebelumnya didapatkan dari petani yang berbeda dan diolah dengan metode berbeda oleh BPTP. Metode yang dipakai oleh sampel terbaik nantinya akan dikembangkan untuk diajukan acuan para petani.

Beberapa sampel juga menggunakan konsentrat nanas sebagai upaya menurunkan tingkat kafein dalam robusta. Sesuai penelitian ilmuwan, tambah pria ini, kafein di kopi robusta jauh lebih tinggi dari jenis kopi arabika.

Padahal, filosofi para penggila kopi ialah rasa akan naik ketika kadar kafein turun. Dengan kata lain, arabika jauh lebih enak dinikmati daripada robusta yang hanya sekedar pahit semata.

Sementara itu, nanas dipercaya bisa mengurangi kadar kafein hingga separuhnya dari awalnya sekitar 2,5% dari tiap sajian. Penurunan kadar kafein juga dianggap baik untuk kesehatan khususnya bagi sejumlah golongan yang sensitif. “Kita coba tekan kafein baik untuk kesehatan maupun rasa,” jelasnya.

Namun, diakui pengujian yang dilakukan dirasa kurang maksimal karena sampel sudah diterima dalam bentuk bubuk. Pengolahan kopi yang baik seharusnya dilakukan dengan pakem tertentu sejak biji kopi oleh tangan-tangan berpengalaman.

Yeyen Prasetyaning Wanita, peneliti dari BPTP DIY mengatakan penggunaan asam laktat juga turut digunakan dalam sampel kopi ini. Alasanya, asam ini dijadikan alternatif proses fermentasi biji kopi. Umumnya, biji kopi berkualitas prima terfermentasi dalam perut hewan Luwak. “Luwan kan tidak banyak di Merapi, kita coba, apakah bisa terfermentasi tanpa hewan itu,” terangnya.

Serupa dengan Denny, pemilihan konsentrat nanas dilakukan untuk menekan kadar kafein kopi. Harapannya, pengujian bisa menghasilkan kopi bercitarasa prima dengan kafein rendah dan tetap digemari maniak kopi. Pihaknya juga tidak main-main dalam mengupayakan kopi khas Jogja ini karena menghadirkan langsung 10 panelis yang berasal dari kalangan penikmat, pemilik kedai kopi hingga barista bersertifikat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya