SOLOPOS.COM - Diskusi perparkiran yang digelar BPSK di Hotel Solo Inn, Sabtu (15/12/2012). (Taufiq Sidik P/JIBI/SOLOPOS)

Diskusi perparkiran yang digelar BPSK di Hotel Solo Inn, Sabtu (15/12/2012). (Taufiq Sidik P/JIBI/SOLOPOS)

SOLO — Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7/2004 tentang Pengelolaan Parkir dinilai tak bisa lagi dijadikan acuan peraturan perparkiran di Kota Solo. Lantaran hal tersebut, Perda Nomor 7/2004 harus diperbaharui.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Hal itu disampaikan Ketua Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), Bambang Ary Wibowo, saat menggelar diskusi Pertanggungjawaban Pengelola Parkir Atas Hilangnya Kendaraan dan/atau Barang di Lokasi Parkir, di Hotel Solo Inn, Sabtu (15/12/2012).

“Perda Nomor 7/2004 yang menjadi peraturan perparkiran di Solo penjelasannya bias,” tegasnya.

Dijelaskannya, Pasal 10 perda tersebut menyampaikan secara tegas ganti rugi yang diberikan atas kehilangan kendaraan maksimal Rp5 juta.

“Apa ini sudah melindungi konsumen yang memiliki sepeda motor dengan harga di atas Rp5 juta? Setelah kami analisa ternyata perda tersebut tidak memasukkan UU Nomor 8/1999 tentang perlindungan konsumen,” ungkapnya.

Bambang mencontohkan dalam kasus hilangnya sepeda motor saat parkir di Terminal Tirtonadi beberapa waktu lalu, UPTD Terminal Tirtonadi enggan mengganti Rp25 juta dalam hal ini seharga sepeda motor yang hilang. UPTD Perparkiran berpijakan pada perda itu yang menegaskan nilai ganti rugi maksimal Rp5 juta.

Namun, setelah diberikan sejumlah penjelasan oleh BPSK berdasarkan UU Nomor 8/1999, akhirnya nilai ganti rugi bisa naik.

“Setelah kami berikan penjelasan, akhirnya sepeda motor diganti Rp15 juta oleh UPTD dan si pemilik menerima,” ungkapnya.

Selain permasalahan ganti rugi, dalam perda tersebut juga terdapat sejumlah peraturan yang bertentangan dengan UU Perlindungan Konsumen, UU Lalu Lintas dan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Lalu Lintas. Dicontohkannya, dalam sistem kejasama parkir di badan jalan yang semestinya dikelola oleh pemerintah, justru di Kota Bengawan selama ini dilelang ke swasta.

“Saya mengusulkan kalau bisa sebelum akhir tahun ini perda itu harus dicabut dan dibuat perda yang baru. Saya sadari pasti ada kekosongan perda, maka untuk mengisi kekosongan itu menggunkan UU Nomor 8/1999,” katanya.

Sementara itu, Kasubag Bantuan Hukum Bagian Hukum Setda Solo, Suyono, mengakui substansi yang ada di dalam Perda Nomor 7/2004 sudah tidak pantas diterapkan saat ini. Lantaran belum ada produk hukum pengganti, lanjutnya, pemerintah untuk sementara masih memberlakukan perda tersebut.

“Kemungkinan tahun depan belum dibahas karena belum masuk dalam prioritas pembahasan di badan legislasi daerah,” ujarnya.

Dijelaskannya, selama pengelolaan parkir dikerjasamakan dengan pihak swasta, maka segala bentuk kerugian konsumen menjadi tanggung jawab pihak swasta. Lebih lanjut, dia mengatakan revisi Perda Nomor 7/2004 akan disesuaikan dengan kondisi saat ini.

Selain itu, dalam revisi perda tersebut juga bakal memuat tanggung jawab pemerintah terhadap pengelolaan parkir di badan jalan dengan porsi yang lebih besar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya