SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

JOGJA—Sebagai usaha perbankan di daerah dengan modal dan aset yang terbatas, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) rentan seret likuiditas.

Pengawas Bank Muda Senior Bank Indonesia Jogja, Eka Putra mengatakan, dengan kondisi ini BPR memerlukan lembaga likuiditas. Menurut dia BPR sudah melakukan upaya dengan legislatif untuk mendirikan Bank dengan share dari masing-masing BPR.

Promosi Simak! 5 Tips Cerdas Sambut Mudik dan Lebaran Tahun Ini

“Namun, BPR terganjal regulasi. Menurut UU No 10 tahun 1998, BPR tidak boleh ikut penyertaan. Jadi, tidak mungkin untuk membuat bank baru sebagai lembaga likuiditas,” ujarnya, Minggu (30/10).

Maka, lanjutnya keberadaan APEX (Bank Sentral BPR) menjadi sebuah kebutuhan. Namun, Eka meyakini selama belum ada amandemen terhadap undang-undanh No.10 tahun 1998, keberadaan APEX tidak akan pernah bisa terealisasi.

“Di Jawa Timur dan Bali sudah ada, tapi bukan bentuk bank baru melainkan menunjuk bank umum untuk dijadikan APEX,” ujarnya.

Solusinya, jika APEX tidak bisa dilembagakan atau dibentuk, menunjuk salah satu bank umum sebagai induknya BPR.

“Hanya saja, masih belum ada bank umum yang bersedia. Bank BPD sudah kami dorong untuk bisa jadi induknya BPR, tapi hingga saat ini belum ada respon,” imbuhnya.

Sementara itu, Ketua Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) DIY Teddy Alamsyah mengakui perlunya bank induk bagi BPR untuk membantu likuiditas.

“Tapi memang sampai saat ini tidak bisa dibentuk bank induk karena ganjalan regulasi. Kalau regulasi diubah mungkin bisa,” ujarnya saat dihubungi, Senin (31/10).(Harian Jogja/Intaningrum)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya