SOLOPOS.COM - Ilustrasi tanker. (JIBI/Bisnis Indonesia/Paulus Tandi Bone)

Dalam pengadaan kapal anak usaha Pertamina, PT Pertamina Trans Kontinental, BPK menemukan indikasi kerugian negara.

Solopos.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejakgung) dikabarkan tengah menyelidiki dugaan kasus korupsi pengadaan dan operasi kapal di PT Pertamina Trans Kontinental, salah satu anak usaha PT Pertamina (Persero). Namun, Kejakgung belum menjelaskan detail potensi kerugian negara akibat kasus tersebut.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Meski demikian, audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan, sedari awal proses pengadaan kapal sudah bermasalah. Pemegang tender, sesuai laporan itu disebut tak kredibel dan dianggap kurang berpengalaman.

Dalam perkara pengadaan dua kapal yakni kapal AHTS Transko Andalas dan Transko Celebes misalnya, broker yang digunakan anak usaha Pertamina tersebut dianggap tak kredibel. Pemenang tender, yakni PT VMB, baru dibentuk pada 2011.

Tak hanya itu, audit tersebut menjelaskan bahwa selain masalah kredibilitas pemegang tender, nilai proyek pengadaan kapal AHTS Transko Andalas dan Celebes yang mencapai US$28 juta dianggap terlalu mahal. Padahal menurut audit itu, harga per unit kapal hanya sekitar US$7 juta, sehingga anggaran untuk dua kapal seharusnya hanya US$14 juta.

Hal serupa juga terjadi dalam pengadaan dua kapal lainnya, yakni kapal AHTS Balihe dan Moloko, yang nilai proyeknya juga mengalami kemahalan senilai US$14 juta. BPK menengarai, potensi kemahalan yang berimplikasi pada dugaan kerugian negara tersebut disebabkan perhitungan yang tidak berjenjang dan sumber harga yang digunakan sebagai parameter, tak jelas.

Selain pengadaan tender, potensi kerugian negara lainnya juga disebabkan oleh kerusakan dan ketiadaan kapal pengganti. Akibatnya, anak usaha perusahaan pelat merah itu mengalami kerugian senilai US$277,221.

Jika dirunut, di samping proyek pengadaan kapal, potensi kerugian lain di PT Pertamina Trans Kontinental di antaranya kurang optimalnya PMS dan penentuan spesifikasi barang yang mengakitbatkan hilangnya pendapatan charter senilai US$1,5 juta dan timbulnya biaya bunker senilai Rp3,3 miliar. Ketidakoptimalan kapal juga menyebabkan perusahaan pelat merah itu kehilangan pendapatan US$228.135.

Sementara itu keterlambatan delivery harbour tug dan geumgang shipyard membuat perusahaan itu membayar tambahan biaya kapal pengganti senilai Rp4,8 miliar. Adapun berbagai bentuk kerugian-kerugian tersebut, sesuai laporan itu telah disetujui oleh pimpinan Pertamina Trans Kontinental.

Senin lalu, penyidik kejaksaan berencana memintai keterangan Wakil Direktur Utama Pertamina, Ahmad Bambang. Penyidik kejaksaan membutuhkan keterangan dari Ahmad Bambang, karena dia pernah menjabat sebagai Presiden Direktur anak usaha perusahaan minyak pelat merah tersebut.

Namun, ketika pemanggilan dilakukan, Ahmad Bambang tidak memenuhi panggilan penyidik kejaksaan. Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Wianda Pusponegoro dalam keterangannya Selasa (31/1/2017) mengatakan Pertamina selaku induk perusahaan sangat menghormati proses hukum yang sedang berlangsung.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya