SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

<p><strong>Semarangpos.com, SEMARANG &mdash;</strong> Ekonom Universitas Diponegoro Semarang Prof. F.X. Sugiyanto mengungkapkan adanya <em>mind set</em> atau pola pikir di kalangan pengusaha yang menganggap kepesertaan pekerja dalam jaminan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan sebagai penghambat keberhasilan program tersebut.</p><p>Diingatkannya kemudian bahwa kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan pekerja merupakan insentif bagi perusahaan, bukan beban biaya. "Selama ini ada persoalan <em>mind set</em> dalam memandang kepesertaan karyawan dalam BPJS Ketenagakerjaan. Banyak perusahaan menganggap itu biaya, bukan insentif," katanya dalam <em>Sarasehan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan</em> di KotaSemarang, Jawa Tengah, Kamis (28/6/2018).</p><p>Ia menjelaskan menyertakan buruh dalam program BPJS Ketenagakerjaan akan meningkatkan produktivitas mereka sehingga bakal mendongkrak pula kinerja dan keuntungan perusahaan tersebut. "Namun, selama ini masih banyak yang menganggap mengikuti BPJS sebagai beban biaya, bukan insentif," katanya dalam sarasehan yang dibuka oleh Direktur Pelayanan BPJS Ketenagakerjaan M. Khrisna Syarif.</p><p>Mengutip data Kantor BPJS Ketenagakerjaan Jateng dan D.I. Yogyakarta, ia menyebutkan yang sudah mengikuti jaminan tenaga kerja itu sebanyak 4,8 juta pekerja (35%), sedangkan yang belum 8,8 juta orang (65%). Dengan jumlah pekerja yang belum terlindungi BPJS Ketenagakerjaan sebanyak itu, menurut Sugiyanto, hal tersebut menjadi tugas badan tersebut untuk mengubah pola pikir pemilik perusahaan untuk tidak menjadikan iuran sebagai beban biaya, melainkan insentif sekaligus investasi masa depan perusahaan.</p><p>Komposisi pekerja di Indonesia hingga kini memang masih didominasi oleh pekerjaan informal. Data Februari 2018 menunjukkan jumlah pekerja sebanyak 127,07 juta orang dengan rasio 53,09 juta orang (41,78%) bekerja di sektor formal dan 73,98 juta orang (58,22%) bekerja di sektor informal.</p><p>Direktur Pelayanan Khrisna Syarif sebelumnya menyatakan BPJS Ketenagakerjaan bertekad memperluas kepesertaan jaminan tersebut, termasuk kepada pegawai pemerintah non-PNS yang selama ini dikelola oleh pemda setempat. Ia mengapresiasi kepada Pemkab Badung, Bali, Rembang dan Demak di Jawa Tengah yang sudah memberikan jaminan sosial kepada pegawai pemerintah non-PNS termasuk kepada perangkat desa. Namun, menurut dia, alangkah sinergisnya bila jaminan sosial yang dibiayai oleh APBD tersebut juga bisa dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan.</p><p>Segmen pekerja lain yang perlu mendapatkan jaminan yang dibiayai oleh APBD, menurut dia, antara lain petani, nelayan, pegawai nonformal, dan lainnya. "Pemda melalui BPJS Ketenagakerjaan bisa mengkaver jaminan kematian atau kecelakaan kerja melalui APBD," katanya.</p><p><em><strong><a href="http://semarang.solopos.com/">KLIK</a> dan <a href="https://www.facebook.com/SemarangPos">LIKE</a> di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya</strong></em></p>

Promosi BI Rate Naik Jadi 6,25%, BRI Optimistis Pertahankan Likuiditas dan Kredit

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya