SOLOPOS.COM - Ilustrasi PHK. (Dok. Solopos.com)

Solopos.com, JAKARTA—Kalangan pengusaha menyebutkan meski resesi dunia diramal melanda pada 2023, di dalam negeri pemutusan hubungan karyawan (PHK) terutama di industri padat karya khususnya tekstil dan produk tekstil telah terjadi. Mampukah program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) menjadi bantalan? Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengungkapkan bahwa sepanjang triwulan/2022, industri padat karya khususnya tekstil dan produk tekstil (TPT) termasuk pakaian jadi (garmen) serta produk alas kaki (footwear) telah melakukan pengurangan produksi secara signifikan.

Dampaknya, perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Anne Patricia Sutanto, anggota Dewan Pertimbangan Apindo sekaligus Wakil Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengungkapkan penurunan pemesanan akhir 2022 dan pengiriman (shipment) telah memaksa dilakukan pengurangan jam kerja hingga pemangkasan sumber daya manusia (PHK) secara signifikan.

Promosi BRI Siapkan Uang Tunai Rp34 Triliun pada Periode Libur Lebaran 2024

“Sebagai gambaran nyata, sampai awal November, Apindo telah mendapatkan laporan dari anggota di Jawa Barat bahwa 111 perusahaan telah mengurangi jumlah karyawannya dan 16 perusahaan telah menutup operasi produksinya yang menyebabkan total pengurangan karyawan sebanyak 79.316 orang di Jawa Barat,” ungkap Anne dalam konferensi pers, Rabu (16/11/2022).

Baca Juga Luhut: KTT G20 Sumbang Pendapatan Negara Rp7,5 Triliun

Dari sektor alas kaki, terang Anne, berdasar laporan dari 37 pabrik sepatu dengan total karyawan 337.192 orang telah melakukan PHK terhadap 25.700 karyawan. Penyebabnya, sejak Juli sampai Oktober 2022 lalu telah terjadi penurunan pesanan hingga 45%, sedangkan untuk produksi November–Desember 2022 turun sampai dengan 51%.

Lonjakan PHK ini membuat bantalan sosial, yakni Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan diserbu mantan pekerja. Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) mengalami lonjakan pada periode Oktober 2022. Tercatat, jumlah penerima JKP pada periode tersebut meningkat 105%, atau mencapai 2.169 pekerja dari bulan sebelumnya yang berjumlah 1.056 pekerja.

Secara nominal, klaim JKP yang dibayarkan BPJamsostek mencapai Rp7,09 miliar pada Oktober 2022. Sementara jika diukur dari awal tahun (year to date), pekerja yang mengurus klaim manfaat JKP mencapai 6.872 peserta dengan total manfaat JKP dibayarkan sebesar Rp25,1 miliar sepanjang Januari–Oktober 2022.

Baca Juga Jokowi Berharap KTT G20 Bali Hasilkan Kerja Sama Konkret

Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo di DPR RI, kemarin (15/11/2022) menuturkan industri barang konsumsi meliputi industri rokok, industri pakaian, hingga tekstil menjadi bidang pekerjaan yang paling banyak mengajukan klaim JKP. Kelompok pekerja dari sektor ini mencapai 40% penerima manfaat JKP.

Selanjutnya, industri dasar dan kimia seperti pabrik kimia dan logam dengan porsi 23%. Lalu, perdagangan dan jasa yang terdiri dari perhotelan, toko, dan perkantoran dengan kue sebesar 21%.

Resesi Global

Kepada anggota Komisi IX DPR, Anggoro menyebut dampak resesi ekonomi akan menimbulkan scarring effect atau kecemasan. Hasilnya, investasi akan tertahan akibat kekhawatiran pemburukan ekonomi dan menahan investasi ataupun belanja.

Baca Juga Tak Akui Rusia, Presiden Ukraina Sebut KTT G20 dengan G19

Selain itu, resesi ekonomi juga akan meningkatkan pekerja yang terdampak PHK yang diproyeksikan naik menjadi 6% pada 2023 dari sebelumnya sebesar 5,8% pada 2022. “Dengan adanya PHK tersebut, itu akan berpengaruh pada peningkatan shifting pekerja penerima upah [PU] menjadi pekerja bukan penerima upah [BPU], hingga peningkatan klaim program JKP dan JHT,” ujarnya.

Meski demikian, Anggoro menyampaikan bahwa BPJS Ketenagakerjaan telah menyiapkan sejumlah strategi investasi untuk menghadapi resesi pada 2023 yang berfokus pada penempatan di instrumen-instrumen jangka pendek. Langkah ini sebagai bagian dari upaya mengoptimalkan era kenaikan suku bunga.

Di samping itu, ujar Anggoro, kebijakan penempatan instrumen jangka pendek juga merupakan bagian mengelola likuiditas, khususnya untuk mengantisipasi potensi peningkatan klaim. Dalam rapat yang sama, Komisi IX DPR meminta agar jajaran direksi BPJS Ketenagakerjaan untuk menempatkan dana investasi dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian, mengingat adanya potensi terjadinya resesi ekonomi global pada 2023.

Baca Juga Mobil Listrik UGM Ramaikan Ajang KTT G20 Bali

Diikuti juga agar BPJamsostek menjamin pemenuhan kecukupan dana keamanan dana klaim kepesertaan program jaminan program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JK), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), dan Jaminan Pensiun (JP).

 

Berita ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul Badai PHK dan Kesiapan BPJS Ketenagakerjaan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya