SOLOPOS.COM - Ilustrasi kartu BPJS Kesehatan. (JIBI/Solopos/Dok.)

BPJS Kesehatan menaikkan iuran peserta mandiri hingga mencapai Rp80.000/bulan.

Solopos.com, JAKARTA — Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengesahkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan bagi pekerja bukan penerima upah atau pekerja mandiri per April 2016. Namun, kenaikan tersebut dinilai belum akan menutup defisit BPJS Kesehatan tahun ini.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Peraturan Presiden No. 19/2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden No. 12/2013 tentang jaminan kesehatan nasional tersebut ditandatangani pada 29 Februari lalu, namun baru dipublikasikan pada Kamis (10/3/2016). Per April 2016, iuran peserta mandiri dengan manfaat pelayanan kelas I naik 34,4% menjadi Rp80.000/bulan, kelas II naik 20% menjadi Rp51.000/bulan dan kelas III naik 17% menjadi Rp30.000/bulan.

“Beberapa ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013, perlu disesuaikan dengan kebutuhan penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional,” tulis perpres itu, seperti dikutip Bisnis/JIBI, Jumat (11/3/2016).

Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, mengatakan kenaikan iuran yang hanya diperuntukkan bagi peserta mandiri tersebut dinilai tidak adil. Apalagi bila dibandingkan dengan iuran yang dibayarkan penerima bantuan iuran (PBI) dan pekerja penerima upah (PPU).

Pasalnya, dia mengatakan peserta mandiri merupakan peserta yang tidak memiliki kepastian memperoleh pendapatan bila dibandingkan dengan PPU yang memiliki reguler income dan PBI yang iurannya dibayar pemerintah. Apalagi kenaikan iuran pekerja mandiri dinilai belum akan signifikan menutup mismatched yang terjadi di tubuh BPJS Kesehatan selama ini.

“Dampaknya akan terjadi kesulitan membayar bagi peserta mandiri itu karena sebagian besar mereka adalah pekerja informal. Tidak signifikan menutup defisit,” ujarnya.

Seperti diketahui, mismatch atau selisih antara penerimaan iuran dan pembayaran klaim tahun lalu diperkirakan mencapai Rp4 triliun. Secara rinci, jumlah iuran yang diterima BPJS Kesehatan Rp54 triliun, namun klaim yang dibayarkan mencapai Rp58,07 triliun.

Potensi defisit tahun ini bahkan diprediksi bisa mencapai Rp9,79 triliun dengan melihat peluang penambahan peserta bila besaran iuran tetap dipertahankan. Sebelumnya dalam RDP bersama DPR, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris mengaku optimistis kenaikan iuran peserta mandiri cukup efektif untuk mereduksi defisit pada tahun ini.

Selain ditopang dari peserta mandiri, peningkatan iuran juga bakal disumbang oleh penerima bantuan iuran (PBI) juga naik per 1 Januari 2016 lalu menjadi Rp23.000, dari sebelumnya Rp19.000 per orang. Meskipun demikian, dia mengakui penyesuaian tarif iuran belum menjamin bahwa tidak akan ada defisit tahun ini.

“Selama hitungannya tidak menggunakan aktuaria yang sesuai, maka potensi mismatch masih akan tetap ada. Iuran dan hitungannya harus sesuai dulu, baru dikaji manajemennya. Apabila semua sudah sesuai dan masih ada mismatch, kami siap dipecat,” katanya.

Sampai Februari 2016, kepesertaan BPJS mencapai 162,78 juta jiwa. Kepesertaan Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) atau pekerja mandiri masih minim dengan 9,052 juta jiwa, sedangkan Non-PBPU (PBI, PPU dan BP) mencapai 124,37 juta jiwa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya