SOLOPOS.COM - Ilustrasi layanan BPJS di RSUD Moewardi (JIBI/Solopos/Dok)

BPJS Kesehatan, adanya kenaikan iuran ini peserta akan mendapatkan peningkatan pelayanan kesehatan.

Solopos.com, SOLO–Kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan bakal diikuti peningkatan kualitas pelayanan.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Hal itu dikemukakan Kepala Dinas Kesehatan Kota (DKK) Solo Siti Wahyuningsih saat menggelar jumpa pers sosialisasi Peraturan Presiden (Perpres) No.19/2016 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres No.12/2013 tentang Jaminan Kesehatan di ruang pertemuan Orient Restaurant, Rabu (16/3/2016).

Ning, sapaan akrabnya, menjelaskan salah satu poin perubahan regulasi jaminan kesehatan mengatur distribusi peserta di fasilitas kesehatan tingkat pertama (puskesmas, klinik pratama, dokter praktik perorangan).

“Salah satu yang sering dikeluhkan masyarakat selama ini soal penumpukan di FKTP. Dengan peningkatan jumlah FKTP, setelah regulasi baru ini diharapkan distribusi pesertanya bisa lebih merata,” terangnya.

Selain distribusi peserta, Ning menyampaikan upaya promotif dan preventif kesehatan yang selama ini belum ditanggung BPJS Kesehatan, dengan adanya regulasi baru tersebut bisa lebih dioptimalkan.

“Dulu konsepnya memang untuk menangani yang sakit. Namun regulasi baru memungkinkan bagaimana mencegah masyarakat agar tidak terlanjur sakit lewat upaya promotif dan preventif kesehatan,” jelasnya.

Terkait kebijakan anggaran pemeliharaan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang iurannya naik dari Rp19.225 menjadi Rp.23.000 per 1 Januari 2016 lalu, Ning menyatakan pihaknya bakal merasionalisasi anggaran.

“Anggarannya saat ini Rp5.984.784.000. Solo alokasi anggarannya belum dipakai semua. Yang jelas selisih kekurangan sejak Januari lalu tetap dibayar. Kami akan menganalisis peserta yang ditanggung pemerintah, kalau kurang tetap akan kami anggarkan,” paparnya.

Disinggung soal dorongan pemerintah daerah untuk transparansi pelayanan kesehatan yang sebelumnya menjadi salah satu program DKK, Ning menyatakan regulasi baru jaminan kesehatan mengakomodasi program tersebut.

“Sebelumnya sudah ada aturan tegas pencegahan abuse dan fraud bagi penyedia layanan kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS. Semuanya dituntut transparan. Masyarakat juga diharapkan ikut mengawasi dan aktif melaporkan jika ada temuan di lapangan. Intinya kita harus jujur bersama,” katanya.

Ketua Kompartemen Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Persatuan Rumah Sakit Indonesia (Persi)  Tonang Dwi Ardyanto mengungkapkan selama dua tahun penerapan JKN, jumlah kunjungan ke penyedia layanan kesehatan naik 2,5 kali lipat. Hal itu tidak sebanding dengan kapasitas penyedia layanan kesehatan yang jumlahnya relatif stabil.

“Kebijakan baru ini memungkinkan redistribusi peserta. Ini artinya ada pemerataan peserta yang dikoordinasikan antara DKK, asosiasi penyedia fasilitas kesehatan, dan organisasi profesi. Dengan sistem baru ini diharapkan tidak ada lagi kejadian orang mengantre ke rumah sakit jam tiga pagi,” jelasnya.

Tonang mengatakan redistribusi peserta untuk mereformasi pelayanan pasien BPJS Kesehatan tersebut membutuhkan komitmen bersama berbagai pihak terkait. “Selama ini pertimbangan peserta memilih fasilitas kesehatan adalah jarak, kualitas pelayanan, dll. Adanya akreditasi fasilitas kesehatan yang sudah berjalan, diharapkan pelayanan overload sudah tidak ada lagi dengan distribusi yang merata,” paparnya.

Sementara itu, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Solo, Adji Suwandono, mengatakan pemerataan distribusi peserta di FKTP bakal menjadi salah satu PR terdekat mitra BPJS Kesehatan. Senada dengan Tonang, dia tidak menampik penerapan JKN secara tidak langsung meningkatkan tingkat kunjungan ke dokter praktik perorangan.

“IDI setelah ini akan bergerak [koordinasi distribusi peserta BPJS]. Dengan rasio pelayanan 5.000 jam praktik dan penuh terus ini membuat pelayanan kesehatan tidak optimal. Harusnya dengan standarisasi dan akreditasi, ke depan sudah tidak ada lagi ketimpangan pelayanan di FKTP,” bebernya.

Wakil Ketua Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARRSI) Solo, William Tanoyo, berharap kenaikan iuran BPJS Kesehatan bagi peserta mandiri dan PBI bisa memperlancar pembayaran klaim ke penyedia layanan kesehatan mitra BPJS Kesehatan. “Setelah penyesuaian iuran ini, diharapkan pembayaran klaim bisa lebih lancar dan pelayanan kesehatan bisa lebih baik,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya