SOLOPOS.COM - Kartu BPJS (JIBI/Harian Jogja/Antara)

BPJS Kesehatan yang masih karut marut membuat anggota DPRD enggan ikut menggunakan fasilitas negara ini

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gunungkidul sepertinya masih enggan ikut dalam kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Padahal jalinan kerja sama asuransi dengan pihak ketiga akan berakhir Kamis (20/8/2015) besok.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No 37/2014 tentang Pedoman Penyusunan APBD 2015, Pemerintah Kabupaten tidak diperbolehkan lagi menganggarkan jaminan kesehatan di luar JKN-BPJS. Namun hingga sekarang belum ada tanda-tanda akan masuk dalam kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional itu.

Saat dikonfirmasi, sejumlah anggota dewan hanya menjawab diplomatis terkait dengan asuransi kesehatan apa yang digunakan pasca berakhirnya kerja sama dengan pihak ketiga. Namun saat disuruh memilih, mereka kompak memilih menggunakan kerja sama dengan pihak ketiga.

“Saya pribadi lebih memilih menggunakan asuransi swasta, tapi kalau keputusannya menggunakan BPJS Kesehatan maka saya juga akan mengikuti aturan yang ada,” kata Ketua Fraksi Demokrat DPRD Gunungkidul Eko Rustanto saat ditemui di ruang Fraksi Demokrat, Selasa (18/8/2015).

Dia berdalih penggunaan asuransi pihak ketiga lebih mudah dan penggunaannya pun tidak serumit dengan prosedur di BPJS Kesehatan. Selain itu, menurut Eko, proses cakupan terhadap penyakitnya juga lebih luas sehingga tidak menimbulkan permasalahan saat menggunakan asuransi swasta itu.

“Banyak timbul masalah dalam kepesertaan BPJS Kesehatan dan saya sering mendegar masalah ini saat melaksanakan masa reses,” aku Wakil Ketua DPC Demokrat Gunungkidul ini.

Permasalahan BPJS tidak hanya menyangkut masyarakat saja, sebab anggota DPRD DIY yang menggunakan jaminan kesehatan ini juga tidak luput dari masalah. Eko mencontohkan, apa yang dialami salah seorang anggota DPRD DIY dari Gunungkidul harus jadi perhatian bersama. Sebab saat sakit ia terpaksa merogoh kocek pribadi untuk berobat, padahal secara kelembagaan sudah dikaver dengan jaminan tersebut.

“Kita butuh proses penanganan yang cepat, dan saat ini belum bisa dipenuhi dalam pelayanan BPJS,” tutur EKo.

Hal senada juga diungkapkan Anggota Fraksi PKS Gunungkidul Ari Siswanto. Secara kelembagaan ia tidak menolak menggunakan BPJS Kesehatan, hanya saja sebelum menggunakan asuransi itu masih ada yang perlu diperbaiki terutama berkaitan dengan pelayanan dan mekanisme dalam klaim.

“Jauh berbeda dengan Askes, proses di BPJS lebih rumit mulai dari penunjukan dokter pribadi hingga fasilitas kesehatan tingkat pertama. Untuk bisa dirawat di rumah sakit, prosesnya juga sangat panjang karena harus melalui rujukan sejak awal,” kata Ari.

Sementara itu, Ketua DPRD Gunungkidul Suharno mengakui hingga sekarang masih tahap koordinasi untuk asuransi yang digunakan anggota dewan. Dalam rapat sosialisasi kepesertaan BPJS yang dilakukan beberapa waktu lalu juga berakhir buntu tanpa ada kesepaktan dari kedua belah pihak.

“Kita masih membahasnya, dan akan kami rapatkan dengan pimpinan dewan,” kata Suharno.

Hal yang sama diungkapkan Sekretaris DRPD Gunungkidul Tudjuh Prijono. Menurut dia, belum ada kesepakatan asuransi apa yang akan digunakan mulai tahun ini. “Belum diputuskan dan masih dalam proses,” ujar Tudjuh.

Untuk diketahui, di tahun lalu Sekertariat Dewan mengalokasikan Rp495 juta untuk asuransi dengan pihak ketiga. Rinciannya, dana Rp450 juta digunakan sebagai premi asuransi anggota dewan beserta keluarga, sedang Rp45 juta digunakan untuk general check up ke-45 anggota dewan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya