SOLOPOS.COM - Banjir di pemukiman warga Putat, Sewu, Jebres, Rabu (29/11/2017) pukul 07.00 WIB. (M Ferri Setiawan/JIBI/Solopos)

BPBD Solo berutang untuk menangani korban banjir akibat hujan deras dua hari terakhir.

Solopos.com, SOLO — Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Solo terpaksa berutang ke pihak swasta guna mencukupi kebutuhan warga Kota Bengawan yang menjadi korban bencana banjir.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kepala Pelaksana Harian (Kalakhar) BPBD Solo, Eko Prajudhy Noor Aly, menceritakan BPBD beberapa kali mengalami kendala dalam memberikan pelayanan kepada warga Solo yang menjadi korban bencana. BPBD tidak bisa memberikan bantuan dengan cepat karena tidak memiliki dana cash atau tunai. (Baca: Kampung Putat Terendam Banjir)

Kondisi tersebut terjadi setelah Pemerintah Kota (Pemkot) Solo menerapkan sistem e-tunai. “Nah ini kendalanya, kesulitan saya sekarang dengan sistem e-tunai, kantor itu kan tidak ada lagi nominal cash. Pengungsi maunya makan karena lapar, kami mau beli enggak punya uang,” kata Eko saat dimintai informasi Solopos.com terkait penyaluran bantuan kepada warga yang menjadi korban banjir selama Siklon Tropis Cempaka, Rabu (29/11/2017).

Eko mengutarakan karena bantuan tak bisa disediakan dalam waktu cepat, BPBD kadang harus mendapat protes kekecewaaan dari pemerintah kelurahan maupun para warga terdampak banjir atau bencana. Dia menyebut dana tanggap darurat Pemkot tidak tersedia secara cash sehingga BPBD tidak bisa memanfaatkan dana tersebut seketika dibutuhkan untuk pelayanan kepada warga korban banjir.

“Kadang-kadang kelurahan dan pengungsi emosi. Mereka enggak ngerti dengan sistem yang harus kami patuhi. Ada dana tanggap darurat tapi kami kan enggak pegang uangnya. Uang enggak dalam bentuk cash. Jadi kan melalui proses untuk bisa memanfaatkannya. Ini repotnya,” jelas Eko. (Baca: Foto Hoax tentang Banjir Solo Bikin Wali Kota Meradang)

Eko menyampaikan BPBD terpaksa harus mengutang ke pihak swasta jika membutuhkan dana cepat untuk memberikan pelayanan kepada warga yang menjadi korban bencana. Dia mencontohkan BPBD pernah berutang ke toko ketika membutuhkan sembako untuk melayani korban bencana atau berutang ke rumah makan ketika membutuhkan nasi bungkus untuk korban bencana.

“Artinya kalau dipercaya [toko atau rumah makan], kami utang sik. Padahal enggak mudah hutang. Kami misalnya butuh sembako, kami akan utang dulu ke toko. Begitu juga ketika kami membutuhkan makanan untuk korban bencana, kami hutang dulu ke warung atau rumah makan. Setelah ada dana kami bayar utang-utang itu. Ya mulai tahun ini kami mengalami kendala itu,” jelas Eko.

Saat dimintai tanggapan, Wali Kota Solo, F.X. Hadi Rudyatmo, menyatakan dalam kondisi darurat, anggaran tidak terduga milik Pemkot senilai Rp2 miliar bisa diakses atau dimanfaatkan dengan cepat tanpa harus melewati prosedur normal.

“Ada Rp2 miliar anggaran tidak terduga. Prosedur boleh namun dalam kondisi normal. Kalau enggak normal seperti sekarang, pakai nontunai bisa. Langsung ke Bendahara Pemkot, BPPKAD sana lo. Silakan memohon dana tak terduga. Anggaran ini bisa digunakan dalam kondisi darurat, seperti banjir, tanah longsor, gempa bumi, kebakaran, maupun bencana lainnya yang menimpa warga,” jelas Rudy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya