SOLOPOS.COM - R Priyono, Kepala BP Migas (JIBI/Bisnis Indonesia/Rachman)

R Priyono, Kepala BP Migas (JIBI/Bisnis Indonesia/Rachman)

JAKARTA – Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) membubarkan Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) akan menimbulkan ketidakpastian investasi di industri Migas.

Promosi Oleh-oleh Keripik Tempe Rohani Malang Sukses Berkembang Berkat Pinjaman BRI

Kepala BP Migas Raden Priyono mengatakan implikasi paling besar dengan dibubarkannya BP Migas akan menggoyangkan industri Migas. Pasalnya, jika BP Migas dibubarkan tidak akan ada pihak yang akan mengawasi dan mengendalikan seluruh kegiatan Migas. Pemerintah diharapkan jangan terlalu lama memutuskan siapa yang akan berwenang menggantikan BP Migas nantinya.

“Pemerintah jangan lama-lama memberikan masa transisinya. Ini dampak utama akan pada industri migas, bagaimana jadinya tanpa pengawasan? Banyak kegiatan migas yang akan tertahan, siapa yang akan memberikan ijin jika mau eksplorasi, dan sebagainya,” kata Priyono, Selasa (13/11/2012). Priyono menjelaskan, BP Migas merupakan bagian dari reformasi. Jika BP Migas dibubarkan itu sama saja Indonesia akan kembali ke zaman sebelum adanya reformasi. Selain itu, seluruh kontrak yang sudah ditandatangani akan menjadi tidak konstitusional.

“Kita sudah tandatangan 353 kontrak (termasuk PJBG, KKS, Kontrak Penjualan) dan itu menjadi tidak konstitusional. Kerugian bisa sampai US$70 miliar per tahun. Pasokan bisa terganggu ya karena tidak ada yang memberikan izin operasi.” Yang paling dikhawatirkan, lanjut Priyono, adalah operasi di industri perminyakan dan gas. Selain tidak adanya kepastian investasi, kepastian hukum juga tidak ada. “Kita akan ketemu semua dengan pihak di bidang perminyakan,” katanya.

Adapun perkiraan potensi migas yang hilang akibat keputusan tersebut sekitar US$ 70 miliar per tahun. Nilai tersebut sudah merupakan hasil penjualan migas bagian pemerintah, kontraktor, dan cost recovery. Sementara untuk penerimaan negara, diperkiraan akan kehilangan potensi sekitar US$ 35 miliar. “Atau sekitar Rp 1 triliun per tahun,” jelasnya. Sehingga, BP Migas mengharapkan pemerintah untuk lekas memberikan keputusan.

Sampai akhir tahun, ada sekitar 20 kontrak POD yang akan ditandatangani dan tentunya akan terhambat dan tertunda. “Banyak, paling tidak ke depan POD kedua Train 3 Tangguh. Siapa yang akan tanggung jawab untuk mengeksekusi itu. Kalau tidak ada yg mengawasi. Belum lagi kalau itu membengkak biayanya dan kepentingan nasional tak terpenuhi, itu akibat yang akan didapat.”

Saat ini pihaknya menunggu keputusan pemerintah bagaimana kelanjutan dari keputusan MK tersebut. Yang pasti, Priyono memberikan pesan, industri migas harus diselamatkan. “Banyak proyek yang sedang dalam proses, seperti Lapangan Jangkrik Blok Muara Bakau milik ENI, IDD Chevron, Lapangan Abadi Blok Masela, pasti berdampak. Mereka menjadi bingung. Itu kan pekerjaan bisnis setiap hari, ada ribuan keputusan setiap hari. Kalau dicabut kewenangannya, siapa yg akan memberi izinnya?” tukasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya