SOLOPOS.COM - Ilustrasi kilang gas (Rahmatullah/JIBI/Bisnis )

Ilustrasi (JIBI/Bisnis Indonesia/Rahmatullah)

JAKARTA – Bubarnya Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) terkait keputusan Mahkamah Konstitusi cukup mengejukan banyak pihak. Seperti diketahui BP Migas merupakan “badan pelaksana” yang dibentuk oleh pemerintah untuk berbisnis (menandatangani kontrak bisnis) dengan para investor (kontraktor kontrak kerjasama).

Promosi Digitalisasi Mainkan Peran Penting Mendorong Kemajuan UMKM

Dibentuknya badan pelaksana ini sebagai buffer/firewall agar pemerintah tidak terekspos terhadap resiko bisnis. Kalau kini buffer tersebut dicabut maka dapat dimaknai pemerintah yang berkontrak langsung dengan investor, tentu dengan segala resiko bisnis yang menjadi konsekuensinya. Kecuali jika pengelolaan kegiatan hulu migas diubah dari rezim kontrak menjadi rezim izin, sebagaimana yang dilakukan pada pertambangan umum. Perubahan dari bentuk “kontrak” menjadi “izin” dampaknya akan sangat luas bagi industri hulu Migas.

Pilihan lain adalah, sebagaimana dibacakan MK bahwa peran BP Migas digantikan oleh peran lembaga lain atau BUMN. “Kita belum tahu, apakah dengan putusan ini berarti BP Migas akan dibubarkan sama sekali atau berubah bentuk menjadi sebuah badan usaha atau apa? Saya kira kita tunggu dan bersabar dulu,” kata Deputi Pengendalian Operasi BP Migas, Gde Pradnyana.

Untuk menghindari kevakuman hukum, pihaknya memandang perlu adanya keberadaan sebuah lembaga yang diberi kewenangan sebagai pengawas dan pengendali para KKKS. Pihaknya meminta sebaiknya pemerintah segera mengeluarkan semacam Perpu untuk mempertahankn penerimaan negara. Adanya lembaga pengelola sementara ini diperlukan dalam masa transisi. “Sebagaimana kita ketahui, pemerintah tidak bisa berkontrak langsung dengan KKKS. Jadi tidak bisa urusan tanggung jawab bisnis dilaksanakan oleh pemerintah, karena pemerintah tidak boleh berbisnis,” katanya.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik mengatakan belum bisa mengambil keputusan langsung. “Kita pelajari dulu. Cara kita berpikir selalu kepentingan yang lebih besar harus kita pertimbangkan,” kata Wacik di kesempatan yang sama. Pihaknya harus mempertimbangkan antisipasi semua. “ Tidak bisa asal tutup mendadak. Kan harus memikirkan karyawan. Nanti kita akan mengambil sikap,” katanya.

Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Golkar Bobby Rizaldi mengatakan keputusan MK tersebut aneh lantaran MK sudah pernah membahas keseluruhan UU Migas dan menghasilkan pembatalan 3 pasal. Sekarang MK kembali membahas lagi dan menambah pembatalan pasal. “ Jadi MK ini sudah seperti bukan institusi. Tetapi keputusan tersebut harus disikapi sambil kedepan kita perbaiki konstruksi hukum di negara ini. Bisa dengan Perpu, atau SK menteri sebagai caretaker. Kami akan diskusikan hal ini,” kata Bobby.

Sementara yang tercepat Menteri ESDM harus mengeluarkan SK menteri yang mengelola sektor hulu

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya