SOLOPOS.COM - Ilustrasi (Dok/JIBI/Solopos)

Solopos.com, BOYOLALI–Pemindahan kantor Sekretariat Daerah (Setda) Boyolali ke Kelurahan Kemiri, Kecamatan Mojosongo, rupanya berimbas terhadap nasib kalangan sopir angkutan kota (angkot) setempat. Sekitar dua pekan terakhir paskaboyongan ke kantor baru tersebut, angkot yang rutenya melewati kantor lama Setda di Jl. Merbabu, Boyolali, kini sepi penumpang.

Kondisi itu diakui salah satu sopir angkot jurusan Terminal Bus Sunggingan-Pandanaran-Perintis Kemerdekaan-Kates-Merbabu-RSU Pandan Arang-Cendana (Pulang-Pergi (PP)), Susmanto, 41. Sudah dua pekan terakhir ini dia melewati rute tersebut, sepi penumpang.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Dua pekan ini bukan main sepinya. Penumpang makin sedikit,” keluh Susmanto, saat ditemui wartawan di depan kantor lama Setda Boyolali, Sabtu (16/11/2013). Susmanto menuturkan sebelumnya, setiap pagi, dia cukup menunggu para pegawai negeri sipil (PNS) asal Solo yang menumpang bus dan turun di Terminal Sunggingan. Namun kini para PNS asal Solo itu rata-rata langsung turun di Jl. Perintis Kemerdekaan, tepatnya sebelah barat kompleks kantor baru Setda di Kemiri. Kondisi itu praktis menurunkan pendapatannya setiap hari.

“Sekarang anak sekolah juga banyak yang pakai motor,” imbuh dia.

Kondisi itu, lanjut dia, juga diperparah dengan keberadaan angkutan umum tidak resmi. Angkutan pelat hitam tersebut bahkan beroperasi menjemput kalangan pelajar, hingga masuk perkampungan. Dia mencontohkan, angkot pelat hitam itu banyak ditemui di jalur Boyolali-Metuk, Mojosongo dan jalur Boyolali-Jatinom. Diungkapkan dia, sopir-sopir angkot resmi tak jarang mengingatkan pengemudi angkot pelat hitam tersebut agar tak menyerobot penumpang.

“Angkutan tak resmi itu juga sudah berani menaikkan dan menurunkan penumpang di Pasar Sunggingan, kalau diingatkan malah ngajak ribut,” katanya.

Hal senada diutarakan awak angkot lainnya, Arik, 35. Menurut dia, beroperasinya angkot pelat hitam yang berkeliaran mengangkut penumpang berimbas pula terhadap menyusutnya pendapatan sopir-sopir angkot resmi.

“Semestinya pada jam-jam sibuk, kami bisa mendapatkan banyak penumpang. Tapi karena ada angkot tak resmi itu ya pendapatan jadi merosot,” ungkap dia.

Arik menambahkan awalnya angkot tak resmi itu hanya beberapa jumlahnya. Namun belakangan justru semakin banyak.

“Dulu jumlahnya bisa dihitung jari, sekarang sudah melebihi angkot resmi,” ungkapnya.

Kondisi ini menurut Susmanto membuat omzetnya turun drastis hingga 50 persen. Bahkan, pihaknya  juga sudah meminta keringanan setoran ke pemilik angkutan.

“Untuk bensin 20 liter saja sudah Rp120.000/hari, kemudian setoran sudah Rp60.000.  Saat ini, bisa bawa pulang Rp30.000 saja sudah untung,” katanya

Untuk mengatasinya, para awak sopir angkutan umum itu berharap ada perhatian dari berbagai instansi agar ikut mengatasinya.

“Kami berharap ada tindakan dari Dinas Perhubungan [Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika] dan kepolisian. Selain itu, harapannya ya pihak penyedia jasa angkutan penumpang tak resmi itu juga perlu ditertibkan,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya