Solo (Solopos.com)-Kejadian bom bunuh diri yang dilakukan Yosepa di Gereja Bhetel Injil Spenuh (GBIS) Kepunton Solo ditujukan untuk memancing munculnya pertentangan antarumat beragama di Indonesia. Munculnya kasus tersebut juga diindikasikan telah terjadi miss comunication antara presiden, intelejen dan aparat kepolisian.
Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi
Menurut Pakar Intelejen, AC Manulang bicara soal intelejen tak luput dari ada tidaknya early warning system. Guna menghindari tudingan kecolongan, mestinya intelejn sudah memberikan data akurat terhadap presiden sebelum ditindaklanjuti aparat kepolisian sebagai pelaksana.
“Sebenarnya jauh-jauh hari kan sudah timbul masalah (aksi terorisme –red), seperti di Cirebon ataupun di Aceh. Kejadian di Solo itu jelas disengaja untuk memunculkan pertentangan di antara agama. Dalam hal ini, presiden yang paling berperan menginstruksikan aparatnya untuk menangkal,” katanya kepada Espos, Rabu (28/9/2011).
Kalau memang BIN sudah memberitahukan di Solo akan dijadikan sebagai sasaran, lanjut AC Manulang, tentunya BIN segera melaporkan ke presiden. Selanjutnya, presiden memberikan instruksi terhadap aparat kepolisian untuk melakukan penindakan.
“Saya yakin, presiden mempunyai data-data akurat yang paling akurat dari siapapun yang ada di Indonesia. Tapi, perlu diketahui bahwa presiden bukan pelaksana. Makanya, adanya bom di Solo ada indikasi miss comunication. Terlebih, kalau memang benar BIN sudah memberi info penting jauh-jauh hari,” katanya.
(pso)